Bab 5

175 10 0
                                    

Seperti kemaren Key akan mengajakku jalan-jalan, aku tidak tahu kemana dia cuma menyuruhku berdandan secantik mungkin karena akan membawaku ke suatu tempat yang spesial katanya.

"Kemana?" tanyaku penasaran sambil memainkan remot televisi yang semuanya siarannya membosan.

"Rahasia, karena ini spesial," gumamnya sambil memasang wajah misterius.

Aku menatapnya curiga sementara ia balas menatapku dengan senyuman khasnya. Biasanya dia tidak ada rahasia-rahasiaan jadi aku agak curiga kalau dia menyembunyikan sesuatu.

"Nah sekarang bersiap-siaplah, harus dandan yang cantik oke..." Key mengedipkan sebelah mata.

Aku cuma menurut lalu kembali ke kamar sementara Key berjalan menuju pianonya lalu memainkan serangkaian simfoni. Ketika aku turun setelah berdandan secantik mungkin Key telah menunggu di bawah, ia memakai blezer abu-abu, baju hitam, memakai jeans biru gelap dan sepatu hitam mengkilat.

"Ayo, kita tidak banyak waktu lagi," balasnya tidak sabaran sambil melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. "Kamu dandan kok lama sekali ya?" omelnya lagi.

Aku cepat berjalan turun, hari ini aku memakai dress berwarna kream sepaha dan pita di hitam besar di bagian pinggangnya. Rambutku yang sepunggung dibiarkan tergerai jatuh seperti air terjun yang meluncur indah dari puncak bukit. Sementara sepatunya aku memakai sepatu pink muda bertumit tinggi dan tas berwarna hitam.

Key bangkit dari kursi dan segera menarik tanganku ketika baru sampai di hadapannya, aku cuma menurutinya sementara sepatuku berdetak-detak mengikuti langkah kakinya yang lebar. Sampai di teras ia berhenti dan menatapku selama beberapa detik lalu memuji dandananku yang setengah mati kubuat secantik mungkin.

"Kamu cantik juga ya kalau dandan," katanya sambil mengulum senyum dan menatapnya jelalatan menatapku dari atas sampai bawah.

Aku mencubit pinggangnya Key terkejut karena geli daripada sakit, "memangnya aku tidak cantik selama ini."

"Bukan begitu sekarang kamu tampak lebih cantik, jika bidadari ketemu pasti dia akan minder." Balasnya sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang putih rapi.

Aku mencubit pinggangnya untuk kedua kali, "kamu jangan ngegombal lagi aku sudah bosan dengan itu yang kamu ucapkan selama ini Key dan lagian kita bukan remaja lagi. Kita udah dewasa." Balasku berusaha menceramahinya seperti aku diceramahi.

"Kita?" Key pura-pura bingung. "Aku memang sudah dewasa tapi kamu tetap segitu, dulu kamu lebih tinggi dariku sekarang aku yang lebih tinggi. Meskipun memakai sepatu hak tinggi tetap saja masih kalah sama aku." Katanya meremehkan senyum jahil tersungging di bibirnya.

"Ya jelaslah kamu kan laki-laki sedangkan aku perempuan. Sudah sepantasnya lah kamu lebih tinggi dariku." Balasku tak mau kalah dan diremehkan seperti itu.

Key terdiam sejenak kehabisan kata-kata lalu bergumam, "ya sudahlah aku tidak mau berdebat lagi sekarang kunci pintunya," katanya menyuruhku mengunci pintu rumah sementara dia berlari menuju bagasi mengeluarkan mobil.

Setelah mengunci pintu aku pun masuk mobil dan mobil pun meluncur di jalanan komplek sebelum memasuki jalan raya.

***

"Studio Konser?!" kataku panik sambil menoleh pada Key dengan wajah tanpa dosa. "Kamu curang tidak bilang-bilang akan membawaku ke studio konser harusnya aku dandan lebih cantik." Kataku merengut kesal.

"Tidak kamu sudah cantik kok," rayu Key padaku. "Ayo keluar tunjukkan pada dunia kecantikanmu yang menawan itu."

Aku merengut tidak mau, "kamu seharusnya memberitahu aku Key biar aku ke salon dulu. Aku tidak mau keluar, aku akan tetap di sini sampai konsernya selesai."

Key tersenyum lembut sambil menggenggam tanganku, "jika aku memberitahumu dulu bidadariku maka itu bukan kejutan lagi namanya." Key mencoba merayuku tatapannya serius.

"Tidak aku tidak akan keluar," tandasku mengalihkan pada mobil yang terparkir di belakang studio ini. Khusus untuk staff dan semua yang berada di balik layar.

"Benar kamu tidak mau keluar, kamu tidak mau melihatku di atas panggung memainkan melodi-melodi indah?" Bujuknya lagi sambil menatap mataku dalam-dalam.

Aku diam tidak mau menjawab dan kembali mengalihkan wajah melihat lahan parkir, aku mendengar Key menghela nafas panjang. Key menggenggam tanganku lagi lalu mengusapnya dengan lembut.

"Ayolah bidadariku tunjukkan pada dunia kecantikanmu, jika kamu tidak hadir aku akan menggandeng selebritis lain lho nanti di panggung." Key merayuku lagi, biasanya aku memang selalu luluh dengan rayuan. Tapi sekarang tidak, aku akan bersikeras.

Dia menghela nafas panjang lagi seperti kehabisan cara untuk membujukku lalu mengeluarkan sebuah kertas kecil berwarna merah dari dalam saku blezernya kemudian menyerahkannya padaku. "Ini ambillah," ucapnya.

Aku mengalihkan wajah. "Apa ini?" Tanyaku agak ketus sambil melihat benda yang dipegangnya itu.

Key tersenyum jahil, "buka saja maka kamu akan tahu." Balasnya sambil terus menyodorkan kertas merah itu.

Aku menerimanya dan buru-buru membukanya, seketika itu pupil mataku membesar ternyata isinya tiket konser. Tiket itu berwarna pink dan dibuat khusus berbentuk hati. Modelnya dipelintir indah seperti tulisan model undangan dan di bawahnya tertulis, "Untuk Istriku Tercinta."

Aku terbelalak kaget sekali lagi lalu memukul lengan pria itu, "dasar otak mesum, kapan aku jadi istrimu. Kita memang tinggal serumah tapi bukan begitu saja kamu sudah sah jadi suamiku." Padahal aku senang karena aku sudah tidak tahan untuk memanggilnya suami. Aku sudah menunggu lama kapan Key akan menyarungkan cincin di jariku, sempat aku ingin mengatakannya tapi aku mengurungkan niat itu. Nanti apa pikirannya jika aku meminta untuk mengawaniku, aku tidak ingin dicap sebagai wanita gampangan. Biarlah aku menunggu sampai Key benar-benar memilihku dan menetapkan hatinya bahwa aku adalah pilihannya.

Key tidak menjawab, wajahnya dingin ia melangkah keluar dan membukakan pintu mobil untukku, "ayo keluar," dengusnya. Mau tidak mau aku pun menurut, tapi seandainya aku tidak mau keluar dia pasti akan memaksa. Aku sudah tahu betul sifatnya.

Key berjalan sambil menggandeng tanganku masuk melalui bagian belakang studio, beberapa staf sedang hilir mudik mempersiapkan konser yang kayaknya sebentar lagi akan dimulai. Dari dalam terdengar deruman musik yang memekakkan telinga. Aku memutar kepala kian kemari melihat belakang studio itu sementara Key terus menarikku.

Aku terus mengikuti melewati lorong panjang yang agak sempit lalu berbelok melintasi beberapa pintu yang tertutup hingga sampai di persimpangan yang terdapat beberapa cermin. Kami menghindari lalu lalang orang yang sibuk mengangkat dan memerintah pada para pekerja. Setelah membuka sebuah pintu kecil di sudut ruangan yang menghadap ke padang rumput kecil Key memberitahuku.

"Kamu cuma mengikuti jalan ini lurus sampai ujung hingga berakhir di tangga. Setelah mengundaki tangga maka akan sampai di bagian kanan panggung. Kursimu sudah dipersiapkan, kalau tidak tahu sodorin saja tiketnya pada staff di sana maka mereka akan menunjukkan kursinya. Jangan kemana-mana, tetap diam sebelum konser dimulai." Katanya memberitahu seperti anak kecil yang berkeliaran dan main-main dalam acara penting.

Aku melirik sebal ke arah Key, apa yang ia pikirkan terhadap diriku. Apa ia pikir aku tidak bisa menjaga diri. "Tidak boleh ke kamar kecil atau pergi dari tempat dudukku?" tanyaku kesal.

Key mengangguk, "sekarang jalanlah," gumamnya.

Aku mulai berjalan sementara Key terus menungguku sampai menghilang dari pandangan.

949

Instrumental dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang