Bab 14

112 9 0
                                    

Malam itu aku tidur di kamar Key, meskipun aku bersikeras tidak akan mencelakakan diri lagi tapi dia tetap bergeming tidak akan membiarkan aku tidur sendirian tanpa penjagaanya. Aku telah mencoba berbagai alasan untuk mengubah pendirian lelaki keras kepala itu, tapi seperti biasa Key tetap dengan keras kepalanya sama sekali tidak mau mendengarkan satu pun yang aku katakan. Aku sudah seperti orang gila yang terus membujuknya dimulai sejak 2 jam tadi.

"Tidak," gumamnya terdengar mutlak. "Apapun yang terjadi kamu harus tetap dalam penjagaanku, walau pun sekarang kamu bilang baik-baik saja tapi pemikiranmu tidak tahu kapan akan berubah lagi. Aku tidak mau mengambil risiko, meski risiko sekecil apapun. Aku tidak mau kehilanganmu lagi." Alisnya bertaut ketika mengatakan itu.

"Tapi Key," bantahku, "aku tidak apa-apa, aku berjanji akan baik-baik saja. Kamu tidak perlu menjagaku seperti anak kecil selama 24 jam penuh. Apalagi kita tidur sekamar, nanti apa kata orang-orang karena kita belum terikat hubungan apa-apa sudah berani tidur seperti itu. Ya walaupun cuma tidur sekamar dan kita tidak melakukan apa-apa." Kataku mencari alasan lagi semoga saja ia menerima usulanku yang ini. Semua alasan-alasanku telah ditolaknya mentah-mentah. Malahan Key pura-pura tidak mendengarku membuatku mendengus sebal.

Key mengeraskan ekspresi wajahnya. "Aku tidak peduli dan tidak mau peduli perkataan orang-orang, walau pun mereka menganggapku tidak tahu norma, tidak tahu adat dan batas-batasannya atau apalah yang menurut mereka benar, aku hanya peduli padamu. Aku tidak perduli perkataan orang-orang. Apakah nanti jika kamu celaka mereka akan peduli? Aku yakin tidak."

Aku memahami maksud perkataan Key yang ada benarnya juga, walau pun dia pemaksa dan over protektif sebenarnya untuk kebaikanku juga. "Ya sudah terserah kamu, aku menurut saja." Kataku lagi sambil merebah tubuh di kasur Key yang bersprei hijau muda dengan pola garis-garis dan lingkarani, sementara ia duduk di sofa dekat jendela sambil menyalakan televisi. Sebelum ke kamar tadi Key sudah menyiapkan kopi dan beberapa cemilan. Dilihat dari pengamatanku dia akan semalaman menjagaku dan menungguku sampai bangun esok paginya.

Aku tidur menghadap ke dinding menatap pola-pola cahaya yang memantul tenang yang memantulkan bayangan benda di depannya, aku tidak mau menghadapnya karena masih kesal dan sebal Key selalu memaksakan kehendaknya kepadaku, aku cuma menerima apa yang ia katakan tidak boleh protes.

Key mulai menonton sambil menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa, ia menyalakan televisi dalam volume kecil takut menganggu tidurku.

Aku mengintipnya sekilas dengan ekor mata, "apa kamu tidak tidur Key?" Kataku setelah beberapa menit berlalu sambil membalikkan tubuh menghadap Key yang mengenakan kaus oblong hijau dan celana sepertiga lutut berwarna putih. Sementara aku mengenakan baju tidur tipis berwarna hijau muda di atas lutut.

Key mengangakat kepalanya dari sandaran kursi. "Tidak, kamu tidur duluan sana aku masih belum ngantuk," katanya tanpa mengalihkan wajah dari acara televisi yang ia tonton yang sebenarnya aku tahu bahwa dia tidak menonton, sejak kapan ia suka menonton acara televisi yang begituan.

"Sudah hampir jam 12 loh, kamu harus tidur juga. Tidak mungkin kamu menungguiku sampai pagi. Kamu harus menjaga kesehatan juga, aku tidak mau kamu sakit." Kataku lagi sambil menatap pria berkulit putih.

Key melirik ke arahku sementara kepalanya masih berada di sandaran kursi, tatapan wajahnya berseri-seri dan senyum miring terbekas dari sudut mulutnya, "apa kamu kesepian tidur sendirian dan ingin aku peluk sampai terlelap atau kamu kedinginan dan butuh penghangat Wine. Apakah kamu butuh teman di tidurmu?" Katanya Key bertubi-tubi sambil mengigit bibir bawahnya, suaranya terdengar tinggi rendah dan agak serak.

"Apa?" Sontakku kaget setengah menegakkan kepala sementara Key masih dengan wajah menyebalkannya.

Aku buru-buru membalikkan tubuh dan menyembunyikan pipiku yang memerah dengan menutupinya dengan selimut. "Apa-apaan dia, otak mesumnya tidak pernah hilang. Dari dulu sampai sekarang masih saja seperti itu," omelku dalam hati. "Apa tidak ada hal lain dalam otaknya selain itu. Aku harus membawanya ke dokter dan mengecek kelainan dalam otaknya itu lain waktu."

Aku masih mengomel tentang kelainan otaknya ketika ranjang agak bergetar lalu tubuhku separuh ditindih, dengan kaget aku membuka selimut, kulihat tubuh Key hanya beberapa senti saja dari tubuhku. Dapat kurasakan hawa panas tubuh dan aroma parfumnya.

Aku segera merespon apa yang akan ia lakukan, dengan sekuat tenaga kudorong tubuh Key yang hampir menindihku itu.

"Apa-apaan kau pak tua otak mesum," hardikku sambil mendorong dadanya agar menjauh lagi. "Apa yang ingin kau lakukan, apa kau mau mati di tanganku atau kau sudah gila?"

"Kamu yang apa-apaan?" balas Key berlagak bodoh, raut wajahnya kaget dan senang.

Aku memperlototinya, "apa yang kau lakukan? Berusaha menindihku!" ulangku lagi.

"Menindihmu?" tanyanya pura-pura tidak mengerti. "Aku cuma mengambil selimut ini saja." Belanya sambil memperlihatkan selimut berwarna hijau muda di tangan kanannya yang terbalut perban habis luka tadi sore.

"Tidak, kau tadi pasti berusaha menindihku. Itu cuma alasan dengan mengambil selimut. Aku sudah tahu kamu Key, aku mengenalmu sudah lama jadi aku tahu sifat aslimu. Jadi jangan coba berbohong padaku." Balasku tidak mau kalah.

"Tidak, aku benar-benar mau mengambil selimut," katanya tidak mau mengaku. "Selimutnya agak jauh makanya aku mencondongkan tubuh untuk mengambilnya. Jadi apa yang kamu pikirkan Wine?"

Aku membelalakkan mata, "apa yang aku pikirkan, aku yang seharusnya yang bertanya begitu." Kataku dengan jengkel. "Kau kan bisa mengambil selimut lewat bawah, kenapa dari tempatku tidur menjangkaunya. Lagian panas begini kamu tidur memakai selimut?"

Key mengerlingkan matanya seolah berpikir, kedua tangannya dilipat ke dada, "itu karena tempat paling mudah menjangkau selimutnya adalah dari tempat kamu tidur. Dan lagian tubuhku akhir-akhir ini memang kedinginan jadi sudah seharusnya memakai selimut. Apalagi diselimuti oleh seorang wanita," godanya lagi sambil melirik genit ke arahku. Penyakit Key kambuh lagi.

"Dasar otak mesum," kataku benar-benar marah.

Key tersenyum menggoda tidak memperdulikan amarahku, "jadi mau kamu apa Wine-ku tercinta, apa aku benar-benar menindihmu dan kita..." Belum sempat Key meneruskan kata-katanya yang pasti aku tahu arahnya. Aku mengambil guling lalu melempar ke wajahnya kemudian buru-buru menutupi wajahku dengan selimut.

"Awas kau macam-macam Key!" ancamku tidak main-main dengan tubuh ditutupi selimut. "Aku tidak akan mengampunimu jika kau berpikir-pikir yang tidak-tidak."

"Berpikir-pikir yang tidak-tidak bagaimana?" Omelnya sambil berjalan ke sofa.

"Jangan berpura-pura, kamu tahu dan paham betul dengan perkataanku." Ucapku lagi sambil mengintip di balik selimut, firasatku tidak enak dan benar saja.

Oh ya ampun Key membuka bajunya, melemparkan sembarangan lalu tidur di sofa bertelanjang dada. Jantungku berdegup kencang, nafasku memburu, aku kepanasan dalam selimut.

"Key pakai kembali bajumu," geramku dibalik selimut. "Jika tidak, aku akan kembali ke kamarku dan mengunci pintu. Oh... Jadi ini maksudmu tidak bisa membiarkan aku tidur sendirian, mencari kesempatan dalam kesempitan."

"Kamu mengintipi aku ya?" tanyanya sambil bangkit dari sofa dan mengambil bajunya yang terletak dekat lemari lalu memakainya kembali. "Siapa suruh melihatku tanpa busana."

G4GL

Instrumental dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang