Aku tersontak dalam sejuta warna yang bergelora dan berpendar-pendar dalam spectrum yang tak beraturan, aroma angin di padang kuning berlatar langit biru itu terasa manis. Alunan semerbak bunga-bunga terompet menghinggapi dedaunan. Mencecari pucuk-pucuk muda dengan gurauannya yang lembut.
Perlahan aku merenggangkan tubuh berusaha menjalankan kembali jalinan nadi yang telah mati dalam tubuhku. Aku berusaha membuka mata yang lama terkatup. Mimpi-mimpi panjang yang aku lalui terasa menyakitkan dan terlalu gelap untuk diingat. Aku ingin bergerak tapi tubuhku kaku bagaikan pahatan sebongkah es.
Tiba-tiba sebuah kehangatan menjalari tanganku, aku tersontak kaget. Aku tahu kehangatan itu, aku tahu sentuhan itu dan aku sangat mengenali genggaman itu.
Perlahan aku membuka mata, semula aku tidak melihat apa-apa cuma pola putih yang berombak-ombak. Dunia terasa berputar dalam ritme yang cepat memparadekan semua kebahagian dan kesedihan yang berurat dalam waktu. Lalu samar-samar seperti dalam kabut tipis kulihat wajahnya. Mulutnya masih seperti dulu, tulang pipinya masih mulus seperti yang aku ingat, tapi kerutan timbul disekitar dahinya, beberapa helai uban mengitari sekitar telinganya. Tapi matanya, masih sama seperti yang aku ingat, tatapan cinta yang teramat dalam yang semakin kutatap maka semakin jatuh aku ke dalam mata yang memiliki lubang tanpa dasar itu.
Saat itulah aku ingat semuanya, pertemuan pertama, kisah-kisah aku dan dia, pernikahan kita, senyumannya, pelukannya, sentuhannya, gaya bicaranya dan semua yang hilang dalam ingatanku melekat kembali seperti sediakala, seperti potongan puzzle terakhir penyempurna puzzle lainnya.
Aku berusaha tersenyum walaupun otot pipiku kaku, tangannya semakin erat menggenggamku. Tatapan cintanya belum juga padam, aku tidak tahu seberapa lama aku terlelap dan seberapa jauh aku meninggalkannya yang aku tahu aku telah kembali padanya. Yang aku mau aku ingin bersamanya, aku tidak akan menyakiti dia lagi, aku tidak akan meragukan cintanya lagi.
Tuhan, kembalikan aku padanya.
sLalu semua gelap lagi, lebih gelap dari kegelapan panjang yang aku lalui sebelumnya.
The End
KAMU SEDANG MEMBACA
Instrumental dari Surga
RomantizmSUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA Judul: Instrumental dari Surga Penulis: Gusti Riant Penerbit: Pustaka Novel Indonesia Jumlah Halaman: 160 Halaman Editor: Eko Cahyo Cover: Kimberly Veruzka Layout: Maureen Jurcha "Alunannya sungguh mendamaikam sendi-sendi...