Key!
Kenapa ia melakukan itu padaku?Padahal aku sangat mencintai dirinya melebihi apapun di dunia ini. Padahal akumenggantungkan seluruh hidup pada laki-laki itu. Tapi ternyata perasaannyatidak sama dengan perasaanku. Dia melakukan semua ini karena mendapat imbalandari papa. Semua sayang, tatapan, sentuhan, tangisan dan senyumannya hanyalahpura-pura demi uang, dan sekali lagi Key telah memperdayaku.
Aku meringkuk di lantai kamarmandi sambil memeluk lutut tanganku kuletakkan di atas kepala, sementara air didalam bath tube telah meluber keluar membasahi pakaianku.
Aku terus memikirkan bagaimanaKey sekejam itu, mengapa semua orang berubah terhadapku. Key yang selama inikukenal telah berubah hanya demi kertas-kertas itu. Apakah uang lebih berhargadarinya daripada aku, apakah cintanya telah berubah seiring berjalannya waktu.Aku seolah tidak mengenal Key lagi, aku rindu dimasa dia mencintaiku dengansederhana tidak ada kesalahpamahan, tidak ada kebohongan dan tidak ada yangdisembunyikan.
Aku bangkit dengan gontai lalumematikan keran dengan masih menggunakan pakaian lengkap aku masuk ke dalambath tube untuk merendam tubuh agar semua kesedihan dan kemarahan inimenghilang dan dingin seperti air di dalam bath tube ini.
Sementara di luar hari telahmenggelap dan Key masih belum juga pulang. Pergi kemana dia? bukankah diabilang tidak lebih dari satu jam, tapi nyatanya belum pulang juga sampaisekarang. Aku yakin dia berbohong mengatakan ada urusan mendesak, pasti diapergi menemui istrinya, mengajaknya jalan-jalan atau apalah. Bersenang-senangdan bermesraan, dan key melontarkan kata-kata cinta padanya atau memainkanmelodi-melodi indah untuknya.
Oh, untuk apa aku memikirkannyasekarang? Bukankah aku sudah tahu kenyataannya jika dia hanyalah seorang yangdibayar Papa untuk menjagaku. Karena papa sudah tidak mau menjagaku lagi karenadia sudah memiliki keluarga baru. Dengan begitu Papa bisa menyingkirkankusecara perlahan dalam kehidupannya seperti menyingkirkan Mama. Betapa kejamhidup ini, bahkan orang-orang di sekitarku sudah tidak menyayangiku lagi. HanyaMama yang sempat kuandalkan. Tapi ternyata mama tidak pernah datang untukmenemuiku lagi. Mama dimana kamu saat aku sedang terpuruk begini, aku rindusentuhan hangat dan kata-kata yang menangkanmu. Aku rindu ketika mamamenasehatiku ketika aku bertengkar dengan Key, aku rindu saat-saat dulu. DimanaKey mencintaiku sepenuh hati dan semua keluargaku masih lengkap tidaktercerai-berai seperti ini.
Perlahan aku memasukkan kepalake dalam air. Aku ingin mati sekarang. Biar rasa sakit di hatiku lenyap biarhilang semua beban yang aku rasakan. Aku hanya ingin mati dan mengakhiri hidupyang melelahkan ini. Aku lelah dan letih, tidak ada harapan lagi untukmelanjutkan hari esok jika sakit hati ini terus menggerogotiku dan orang-orangdi sekelilingku masih terus begini.
Aku terus memasukkan kepala kedalam air, aku tak ingin keluar meski nafasku mulai sesak. Air mulai memenuhirongga hidung dan dadaku, semakin lama semakin sesak dan cadangan oksigen diparu-paru sudah mulai menipis. Tubuhku memberontak meminta udara tapi aku terusbertahan, dadaku terasa sakit dan ujung-ujung jariku mulai kaku, kuhanya inginmati dan tidak merasakan sakit hati lagi, tapi.....
"Wine!"
Teriakan itu begitu kerasterdengar di telingaku. Seiring itu pula tubuhku terangkat ke atas denganpaksa. Aku terbatuk sambil mencekek leher, badanku kaku, tatapanku menerawangtidak jelas. Sementara tubuhku meminta udara yang tidak mau masuk, ada sesuatudalam tubuhku yang menolaknya.
Key meniupkan udara keparu-paruku berulang kali lalu menekan-nekan dadaku dengan panik. Aku masihtidak merasakan apa-apa. Key kembali meniupkan udara ke paru-paru dengan kuat,nafasnya terasa panas dalam tubuhku mencairkan tubuh-tubuhku yang terasa beku.
Sempat kudengar Key bergumam,"Wine kembalilah, kembalilah." Dia kembali meniupkan nafasnya kedalam tubuhku lalu menekan dadaku dengan kuat, lalu meniupkan lagi lalu menekanlagi hingga seluruh tubuhku rasanya sudah kembali dan tiba-tiba air yang sempatterminum olehku menyembur keluar membasahi wajahku.
"Wine," desah Keydengan wajah cemas.
"Aku ingin mati," akukembali bersuara, suara terdengar aneh seolah keluar dari dalam perutku.
"Apa-apaan kau ini?!"teriak Key membuatku kaget dan tersadar kalau aku telah berada dalampelukannya. "Apa yang sedang kamu lakukan? Bukankah aku tadi sudahberpesan kamu harus baik-baik saja sampai aku pulang. Kenapa kamu melanggarnya,aku hampir saja kehilanganmu malah kau ingin mati lagi?!"
Tubuhku gemetar mendengarkemarahan Key, otot-otot di lehernya menegang. Kenapa aku begitu ketakutanmelihat kemarahan yang sedang meledak dalam dirinya? Apakah marahnya jugapura-pura agar meyakinkan, apakah kecemasannya juga pura-pura. Apakah semua apayang ada dalam dirinya juga pura-pura.
"Ada apalagi Wine, tiapaku tinggal kamu selalu begini." Ekspresi wajah Key putus asa dan terlihatingin menangis. Aku bergumam dalam hati, bagaimana dia melakukan itu, aktingnyasangat alami.
"Aku hanya ingin mati, itusaja." Balasku, suaraku masih terdengar aneh. "Tidak ada gunanya akuhidup menyedihkan seperti ini. Hidup dalam kepura-puraan dan kebohongan."
"Tolong mengerti sajasedikit perasaanku, kau kira bagaimana hatiku melihatmu melakukan ini?"kata-kata Key bergetar antara amarah dan putus asa sementara aku cumamemandanginya dengan lemah.
"Aku hanya ingin mati itu saja."Teriakku lagi.
"Mati?" Ulang Keyraut wajahnya benar-benar murka. "Jika kamu mati aku juga akan bunuh dirijuga. Aku juga akan menyakiti diriku sendiri." Key menjatuhkanku dipelukannya. Aku terguling di kamar mandi, kepalaku membentur lantai.
"Aku juga ingin mati tidakingin hidup lagi," kata Key bergetar sambil meninju cermin yang ada dikamar mandi itu. Satu kali, dua kali, tiga kali dan seterusnya. Tangannyaberderak, cermin retak lalu pecahannya berserakan di lantai. Key masih terusmeninju cermin itu sampai hancur berkeping-keping sebelum kemarahannya mereda.Kulihat tangannya berlumuran darah sebagian menempel di dinging begitu jugalukanya tusukan di tangannya kemaren yang belum sembuh kembali berdarah. Akumemandangi tangan berdarah itu menetes dari jari dan pergelangan tangannya.
Aku menatap wajah Key dengannanar, apakah itu juga bagian dari sandiwaranya? Apakah Key sehebat itumemainkan perannya, aku kembali membayangkan seberapa besar Papa membayartangan dan darah ini?
"Apa kamu pikir jika kamumati, aku akan tetap hidup?" tanyanya sambil menggenggam tangannya yangberlumuran darah, darah menetes ke dalam air yang tergenang di bath tubesementara aku terpaku tidak tahu harus berbuat apa.
"Tangannya, kesakitannya,darahnya, tangisannya apakah semua juga dari bagian sandiwara?" tanyakudalam hati sambil menatap wajahnya dengan bingung.
a

KAMU SEDANG MEMBACA
Instrumental dari Surga
RomanceSUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA Judul: Instrumental dari Surga Penulis: Gusti Riant Penerbit: Pustaka Novel Indonesia Jumlah Halaman: 160 Halaman Editor: Eko Cahyo Cover: Kimberly Veruzka Layout: Maureen Jurcha "Alunannya sungguh mendamaikam sendi-sendi...