Bab 11

109 7 0
                                    

Aku tengah membereskan tempat tidur Key ketika melihat blazer yang biasanya ia pakai tergeletak di kasur sepertinya ketinggalan. "Apakah Key tidak memakainya hari ini?" gumamku seraya menghampiri tempat tidur dan menyambar blazer itu lalu berlari turun semoga saja Key belum pergi. Tapi menurut dugaanku dia memang belum pergi karena tidak mendengar deru mobilnya yang menyala. Dan lagian dia belum pamit, biasanya Key tidak pernah pergi sebelum pamit. Itu salah satu dari banyak hal yang aku suka darinya, walau pun dia cuma pergi keluar sebentar dia pasti akan memberitahuku.

Katanya hari ini Key akan pergi ke suatu pertemuan mendesak, tapi ketika ditanya dia tidak mau memberitahuku pertemuan apa. Dia berjanji cuma satu jam saja ada sesuatu yang benar-benar mendesak yang perlu dikerjakannya di luat. Dan Key juga berjanji cuma hari ini saja, besok tidak akan meninggalkanku lagi dia akan tetap di rumah bersamaku. Aku cuma mengangguk lemah lagian aku juga butuh privasi, agak jengkel juga Key selalu membuntutiku kemana-kemana.

Tapi tadi aku bersikeras menahannya agar jangan pergi, bukan karena aku tidak mau ditinggal di rumah sendirian tapi disebabkan tangannya yang belum sembuh takut terjadi pendarahan lagi, namun Key terus mengatakan ia tidak apa-apa dan tangannya masih baik-baik saja. Tadi pagi aku sudah menukar perbannya, dia memperbolehkanku mengobati lukanya. Menurutku lukanya tidak membaik, aku terus mewanti-wanti untuk menyuruh memeriksa ke dokter sambil mengolesi obat merah. Tapi dia tetap diam tidak menghiraukan ocehanku cuma memandangiku dengan serius.

Malahan sejak sarapan tadi aku yang terus dia peringati jangan memikirkan apa-apa selama dia pergi, apapun yang terjadi dia akan mencintaiku selamanya, begitu janjinya. Terdengar kekanak-kanakan menurutku, aku tidak senaif itu dan sebodoh itu.

Sarapan pagi ini aku yang membikin, walau pun tadi dia bersikeras bahwa tangannya baik-baik saja. Tapi aku tetap bersikeras juga, menguji seberapa keras kepalanya dia, hingga akhirnya menyerah dan membiarkanku memasak. Tapi di terus menungguku dengan gelisah dan matanya terus memperhatikan gerak-gerikku apalagi waktu memegang pisau. Mungkin saja aku akan mengamuk lagi dan menusuk diriku sendiri, begitukah pikirannya. Dia pura-pura berkonsentrasi membaca koran lama di meja makan padahal matanya terus melirikku apa yang aku lakukan dan memegang apa, lama-lama sebal juga melihat sikap Key seperti itu. Memangnya tidak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain memata-mataiku secara terang-terangan seperti itu. Aku sudah seperti dibuntuti penguntit gila.

Aku terus berjalan meninggalkan ruangan keluarga karena kulihat Key tidak ada di sana maka aku berjalan terus hingga sampai di ruang tamu. Aku melongokan kepala di ruang tamu lalu berjalan hingga sampai di teras, terlihat Key sedang berdiri menghadap kolam koi, sepertinya dia sedang menelepon seseorang. Sayup-sayup aku masih mendengar percakapannya. Aku hendak menghampir tapi buru-buru menahan langkah ketika mendengar sebuah nama yang seharusnya tidak ada dalam percakapan itu, semula aku berpikir Key menelpon papanya tapi setelah menyebut-nyebut tentangku aku merasa yakin siapa yang ia telpon itu.

"Ya Pa, dia baik-baik saja."

Aku mendengar Key berbicara tenang meskipun gerak-geriknya terlihat gelisah. Mondar-mandir tidak tentu arah selama percakapan itu sementara sebelah tangannya dimasukan ke saku celana.

"Dia pergi ke pelabuhan lagi kemarin dan semalam mengamuk mau mencelakakan diri lagi, " lanjut Key pada orang yang dipanggil Papa itu. "Kalau kondisinya sekarang sih stabil saja, tapi aku agak cemas karena akan pergi sebentar jadi dia tidak berada dalam beberapa jam. Mungkin saja dalam waktu itu pemikirannya bisa berubah."

Aku terkesiap kaget darahku berdesir. "Papa," erangku. "Rupanya Key melaporkan semua keadaan, tindak-tanduk dan semua yang kulakukan pada Papa termasuk aku mau bunuh diri semalam," batinku tersentak.

"Ya Pa, tentu saja. Aku akan menjaganya baik-baik seperti keinginan Papa. Papa tidak usah khawatir. Oh ya mengenai uang yang Papa transfer sudah saya terima tadi pagi." Key terus berbicara tidak menyadari keberadaanku.

Aku semakin shok mendengarkan percakapan yang sangat rahasia itu, sekali lagi aku dikhianati oleh Key. Berkali-kali dia membohongiku, dimulai dari statusnya, ingatanku tapi tetap saja aku masih mempercayainya dan sekarang apa dia berbohonh lagi. "Dasar bodoh," rutukku dalam hati pada diri sendiri.

"Oh tidak Pa, uangnya lebih dari cukup tapi saya harus membatalkan semuanya." Terdengar lagi suara Key berbicara, aku tidak begitu yakin maksudnya apa tapi satu hal yang aku yakini.

Selama ini Key begitu baik dan perhatian padaku karena ia disuruh Papa dan ada imbalannya. Bukan karena dia mencintaiku seperti dugaanku sebelumnya. Dia menjagaku karena uang bukan karena cinta, memang berapa banyak uang yang ia dapat dari Papa untuk menjagaku? Aku kan bukan anak kecil yang mesti diawasi selama 24 jam penuh. Dan kenapa Papa repot-repot masih menjagaku bukankah dia sudah punya keluarga baru yang ia bina dan aku sudah dewasa. Apa yang Key, Papa dan orang sekitar yang mereka pikirkan tentangku selama ini.

"Wine?"

Aku tersentak mendapat teguran dari Key yang telah berdiri di depanku. Aku buru-buru tersenyum dan mengangkat kepala lalu menyodorkan blazer miliknya.

"Ini," ucapku berusaha tersenyum meskipun aku sendiri tidak yakin sambil menatap mata bening Key, mata beningnya telah menipuku lagi. Key berbohong, dia menjagaku karena mendapat bayaran dari Papa dan lebih bodohnya semalam aku sempat mempercayai ucapannya, dan kemungkinan Key memang sudah menikah. Aku yakin itu.

"Terima kasih," balasnya sambil melontarkan senyum menggoda. "Tapi aku tidak bisa memakainya karena tanganku masih sakit, bisakah kamu memakaikan untukku?" pinta Key tulus.

"Kamu mau berangkat sekarang?" tanyaku berbasa-basi sambil menyarungkan sebelah tangannya pada lengan blezer itu. "Apakah tanganmu tidak apa-apa Key, memakai blazer saja susah apalagi mengemudi, aku takut terjadi apa-apa di jalan." Bodoh pikirku dalam hati, mengapa aku masih mengkhawatirkannya, mengapa aku masih ketakutan apabila dia terluka. Bukankah dia cuma orang bayaran dan suruhan.

"Iya aku mau berangkat, jangan cemas bidadariku, aku masih bisa mengemudi walau tanganku seperti ini. Dan tidak memikirkanku aku akan pulang dengan keadaan baik-baik dan utuh seperti sekarang," sahutnya dengan tatapan menggoda lagi. "Tapi kamu harus janji tetap tinggal di rumah sampai aku kembali, jangan pikirkan apa-apa selain aku mencintaimu."

"Hentikan bodoh" pekikku dalam hati aku mengepalkan tangan, "hentikan semua sandiwaramu dasar pembohong. Berapa bayaran kata-kata manis yang kau luncurkan itu."

Key mendaratkan kecupannya di keningku sebelum pergi, kemudian berjalan ke bagasi dan tersenyum padaku sekali sebelum masuk mobil. "Baik-baik di rumahnya ya."

"Key kau memang hebat memainkan peran," jeritku dalam hati. "Tapi sekarang aku tidak akan tertipu lagi dibalik topengmu polosmu itu. Aku akan melucuti topeng busukmu itu selamanya." geramku sambil berjalan masuk dan membanting pintu sekuat mungkin.

Instrumental dari SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang