Tubuhku menggigil dibalikselimut saat Key mengulurkan gelas besar berisi cokelat panas. Amarahnya sudahmulai mereda, tapi tetap saja aku masih takut untuk menatap matanya. Aku lebihbanyak memperhatikan tangannya terbalut kain secara asal-asalan itu, darahmasih terlihat keluar karena ikatannya yang tidak terlalu kuat. Dengan tanganyang seperti itu ia masih sanggup mengangkat tubuhku dari kamar mandi danmembuatkan coklat panas.
"Sebenarnya ada apadenganmu?" tanyanya sembari duduk di tepi ranjang, persis di hadapanku,pakaiannya basah karena mengangkatku tadi dari bath tube tadi. Raut wajahnyaletih dan putus asa, rambutnya kusut dan lingkaran hitam di matanya semakinjelas terlihat. "Kenapa kamu selalu melakukan hal-hal yang menyakitidirimu sendiri, berulang kali. Aku tidak tahu apa yang ada dalampikiranmu."
"Berulang kali?"batinku tercekat. Bukankah aku melakukannya dua kali. Apa maksud dariperkataanya, apakah aku pernah melakukan sebelumnya.
Key menatapku lama, aku cumamenundukkan wajah sambil mencicipi rasa coklat yang panas menjalari saraflidahku.
"Kamu masih ingat penyebabluka ini?" tanya Key seraya menarik tanganku dan menunjukkan bekas lukagoresan pada pergelangan tangan kiri. Terdapat tiga bekas goresan di sana yang telah menghitam, ada yangmelingkar, miring, dan satu lagi terlihat seperti bekas tusukan. Aneh, kenapaluka ini ada disini? batinku bingung sambil menatap Key, sebelumnya aku tidakmenyadari luka itu. Aku menatap pria berlesung pipi itu dengan wajah ingintahu, kenapa ada bekas itu di sana.
"Kamu pernah mencoba bunuhdiri tiga kali bulan lalu," ungkap Key seolah tahu kebingunganku."Kamu sering menyakiti dirimu sendiri saat sedih dan kecewa. Lantas apayang membuatmu kecewa sekarang ini?"
Aku tak menyahut karena takkuasa berbicara pada Keytentang pemikiranku. Aku tidak mau kemarahannya meledaklagi, itu yang aku takutkan dari pria itu.
"Maafkan aku..."gumamku lirih sambil menatap ke lantai sementara tanganku memegang erat tangkaigelas, karena gugup dan bingung.
Key mendesah mendengarpermintaan maafku, aku telah berulang kali minta maaf padanya dalam minggu inisaja. Pasti dia sangat kesal dan marah.
"Tolongjawab, apa yang membuatmu ingin bunuh diri hari ini, aku tidak butuh kata maafaku butuh jawaban." tatapan Key tajam seperti belati yang seolah langsungmenusuk hatiku yang berdarah.
Aku masihtidak berani menatap wajahnya, aku memikirkan beberapa saat sebelum bicaramenimbang-nimbang apa yang akan aku katakan. Setelah menghela nafas panjang dua kali aku mulaimembuka suara, suara terdengar berat dan asing di telingaku sendiri, "kamumenjagaku karena terpaksakan?" kataku pelan sambil menahan nafas. Tidakmengatakan yang sebenarnya kalau aku tahu bahwa dia disuruh oleh papa.
Key menatapku cepat lalumenundukkan kepalanya seperti orang putus asa, keningnya berkerut tangannyamemegang rambutnya dengan gusar.
Key menghela nafas panjang, akumelirik wajahnya dengan was-was, tiba-tiba dia mendekatiku dan mencengkramlenganku dengan kuat.
"Aw sakit Key!"erangku tiba-tiba sambil meringis kesakitan, seketika itu coklat panas yang akupegang tumpah menyirami luka tangan Key. Tapi dia tidak mengubrisnya ia menariklenganku agar wajahku lebih dekat dengan wajahnya hanya berjarak beberapa sentisaja.
"Tatap mataku,tatap!" hardiknya, aku terlonjak kaget tidak mau menatapnya. "Tatap,apakah kau menemukan kebohongan di mataku, apakah cintaku hanya kepalsuan.Begitukah kau memandangku selama ini sebagai seorang pembohong. Sebegiturendahkah aku di matamu?" kata-kata Key kejam dan langsung menusuk alambawah sadarku.
Aku menahan nafas, aliran nafasKey yang panas mengaliri kulit wajahku. Dengan perlahan aku mendongakkan kepalamenatap wajah dan matanya, selama beberapa detik aku terpaku tidak bisamengalihkan mata dari tatapannya yang sebening embun itu. Sekali lagitatapannya menenangkan, lembut, damai serta cinta yang teramat dalam sepertialunan melodi yang ia mainkan.
"Key!" desisku pelanseolah baru sadar.
Key melonggarkan cengkramannyadari lenganku, "apapun yang kamu ingat, kamu rasakan atau kamu lihatpercayalah satu hal bahwa aku mencintaimu, tidak ada yang lain."
Aku tersihir lagi, tatapannyamemang ampuh dan sekali lagi aku mempercayainya kata-katanya, Key sudah tahukelemahanku itu. Seandainya pun dia ketahuan bermesraan di depan mataku pastiaku akan tetap percaya padanya.
Aku mengalihkan wajah ke padatangannya yang terluka, darah dan coklat panas telah menyatu jadi satu."Key tanganmu!" desisku tertahan sambil menggenggam tangan berhargaitu karena dari sana nada-nada terurai menjadi indah. Aku tidak mau tanganberharga itu cacat dan terluka.
"Aku akan mengambil obatdan perban lukamu harus segera diobati, kalau tidak akan semakin parah. Nantikamu tidak bisa memainkan piano lagi," ucapku khawatir tapi Key buru-burumenarik tangannya dari genggaman.
"Tanganku tidak apa-apa,kenapa kau mencemaskan luka kecil itu. Apakah kamu tahu luka di sini," Keymenunjuk dadanya sebelah kiri dengan kuat. "Luka di sini lebih sakit dariluka manapun di tubuhku melihat kamu mencelakakan diri sendiri dan meragukandiriku." Key menautkan giginya saat mengatakan itu, berusaha aku sadar danpaham betapa sakitnya dirinya.
"Jika kamu mencintaiku dantakut aku terluka maka berhentilah menyakiti diri sendiri." Ucapnya lagisambil bangkit dari tempat tidur, membuka bajunya yang basah dan melemparnya kesudut kamar kemudian berlalu meninggalkanku dalam perasaan bersalah yangsemakin menumpuk. Aku menundukkan wajah menatap motif-motif bunga di sprei dantahu-tahu aku telah menangis. Aku benar-benar merasa bersalah selalumerepotkannya.
"Aku harus minta maaf yangsebenarnya," ucapku sambil mengejar Key yang sudah hampir menuruni tangga,dia berhenti melangkah ketika mendengar derap kakiku. Aku berlari melintasikoridor lalu memeluk pinggang pria yang sangat aku cintai itu dari belakangseerat mungkin menyandarkan kepalaku di punggungnya. "Maafkan aku Key,maafkan." Desahku sambil menangis tersedu-sedu, air mataku membasahipunggungnya.
e

KAMU SEDANG MEMBACA
Instrumental dari Surga
RomanceSUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA Judul: Instrumental dari Surga Penulis: Gusti Riant Penerbit: Pustaka Novel Indonesia Jumlah Halaman: 160 Halaman Editor: Eko Cahyo Cover: Kimberly Veruzka Layout: Maureen Jurcha "Alunannya sungguh mendamaikam sendi-sendi...