"Nah, ayo sarapan dulu, santai saja, baru jam setengah 8, kalian berangkatnya jam 8 saja," ucap Rose pada kedua putra nya.
Padahal jelas jelas waktu masuk sekolah sudah lewat, namun wanita itu masih menyuruh anak anaknya santai...
Jeno mengernyit kala tak melihat sang ayah, "Papa kemana?"
"Sudah berangkat tadi jam 7, kamu sih bangunnya telat, jadi mama menyuruh Jaemin untuk menunggu mu agar kalian berangkat bersama."
Lantas netra Jeno melirik Jaemin yang hanya diam tanpa membuka suara, anak itu hanya tersenyum tipis pada Rose.
Dua hari berlalu, keduanya keluar dari rumah sakit kemarin, dan berangkat sekolah pagi ini. Ada yang aneh, Jaemin--lebih pendiam dari sebelumnya, anak itu benar benar tak bertanya apapun atau berusaha berbicara dengan Jeno seperti biasanya. Namun tatapan teduhnya masih menatap Jeno dengan hangat.
"Mama saja yang mengantar nya, kenapa dia harus berangkat bersama ku?" Jeno tampak tak setuju, namun berusaha tetap menjaga nada bicaranya.
Rose menggeleng, "Tidak, Jaemin berangkat bersama mu--"
"Ma, aku pergi bersama Jay saja, dia juga baru berangkat, dia bilang tak ingin ke sekolah sendirian," sela Jaemin lembut.
Hening, Rose tampak bingung, ia menatap Jaemin lama sebelum melirik Jeno, "B-baiklah, hati hati di jalan ya."
Jaemin menggenggam erat garpu di tangannya, seharusnya--Jaemin tak ikut pulang dengan Jeff saat itu...
"Jaemin, pikirkan, setahun ke depan, kamu--akan berada dimana?"
Jeno melirik Jaemin yang tampaknya sedang melamun, oh, ini bagus, Jaemin tak berusaha mendekatinya lagi...
___________________________
"Jaem, kenapa?" Jay bertanya, sedikit bingung karena Jaemin hanya diam selama perjalanan ke sekolah, padahal Jay sengaja mengemudi dengan amat lambat, namun sepertinya Jaemin tak sadar.
"Jaem!"
"H-huh? Kenapa?" Jaemin menoleh dengan pandangan bertanya, "Jay! Lihat ke depan saat menyetir! Jangan menatap ku!"
Jay mendengus, kembali menatap jalanan di depan, "Kenapa? Ada masalah? Kau seperti punya banyak pikiran, soal Jeno lagi?"
Hening, tak ada jawaban, dan Jay tak berniat memecah keheningan itu, tau Jaemin akan menjawab, hanya perlu waktu sesaat.
"Aku--seharusnya tak ikut pulang dengan papa saat itu, ini--i-ini benar benar tak berguna, Jay," suara Jaemin amat lirih, penuh keraguan dan penyesalan.
"Apanya?"
"Ya saat ini! Aku berusaha dekat dengan Jeno, aku punya keluarga, lalu--ini untuk berapa lama? B-berapa lama semua ini? Maksud ku--" tenggorokan Jaemin rasanya tercekat, ia memilih menunduk saat Jay menepi dan menghentikan mobil, menatap ke arahnya dengan pandangan lekat.
Rahang Jay mengeras, "Apa? Apa maksud mu?"
Tawa Jaemin mengudara, tawa penuh ejekan untuk dirinya sendiri, ia masih menunduk, menolak membalas tatapan Jay.
"Jaem--"
"Waktu ku! Memang apalagi?!"
"Kau tau, dokter bertanya pada ku, setahun ke depan, menurut mu aku akan dimana? Setahun ke depan! Dia bertanya setahun ke depan! Berarti hanya setahun--"
"Diam, aku tak mau mendengar nya."
"Walau kau tak mau dengar, kenyataannya tetap sama saja, bagaimana jika aku memang hanya punya waktu setahun--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent ; Na Jaemin
Teen Fiction"Aku tak akan pernah menerima mu, lebih baik kau mati!" "Kau--sungguh berkata seperti itu?" ____________________ Jeno tak pernah menyangka, 17 tahun hidup ia malah menerima fakta bahwa ia mempunyai kembaran. Bertolak belakang, amat berbeda dengannya!
