22. Eric

454 151 9
                                        

Beberapa hari berlalu, disini Jaemin sekarang, duduk tenang seraya menikmati kopi nya di sudut cafe, menunggu seseorang datang.

"Jaemin, sudah lama menunggu?"

Jaemin mendongak, menarik seutas senyum tipis, "Eric? Ah, belum, aku belum lama sampai."

Benar, Jaemin bertemu Eric, menyelesaikan semua masalah dan berharap tak akan ada lagi keributan yang membuat Jeno terluka seperti waktu itu.

Eric, lelaki itu terdiam cukup lama setelah duduk di hadapan Jaemin, "Jaemin."

"Ya?"

"Aku--minta maaf," ucap nya pelan, bahkan tak menatap Jaemin, menunduk begitu saja seolah tak berani menatap seseorang di hadapannya itu.

Kini Jaemin yang terdiam, menatap Eric lekat. Meminta maaf tak semudah itu, menyesal juga tak semudah itu, Jaemin cukup tau hal itu. Namun jika tak selesai disini, bisa saja akan ada keributan lebih lagi antara Eric dan Jeno, lalu orang tuanya akan khawatir saat Jeno terluka, Jaemin tak mau itu.

"Hm, baiklah, aku menerima permintaan maaf mu."

Eric sontak mengangkat pandangan, menatap Jaemin tak percaya, "Semudah itu?"

"Harus ku persulit?"

"Tidak juga, maksud ku--bukankah memaafkan itu sulit? Apalagi dengan semua yang sudah ku lakukan."

Senyum tipis Jaemin terbit, "Kau benar, tapi memperpanjang masalah juga tak ada guna nya, aku tak suka hidup seperti itu. Maaf mu sudah cukup, jangan ulangi lagi semua tindakan buruk mu itu ke depannya."

'Ah, semudah ini, mati kau--Jung Jeno!'

________________________

"Hati hati, jangan sampai tangan mu terluka, ya," peringat Rose lembut.

Jaemin yang sedang memotong wortel mengangguk. Pulang dari cafe ia memilih membantu Rose yang sedang memasak untuk makan siang, Jeff tak ada di rumah, masih sibuk di ruang kerja nya di rumah walau hari libur.

"Jaemin, bagaimana kalau sebentar lagi kita pergi? Kemana saja yang Jaemin mau, membeli apa saja yang putra bungsu mama ini mau," Rose menoleh meminta pendapat pada putra nya.

Jaemin tampak berpikir sesaat, "Baiklah, memang tak apa kalau Jeno pulang nanti tak ada seorangpun disini?"

"Dia pasti pulang nanti malam, mama hafal kebiasaannya itu. Huh, awas saja kalau dia pulang dengan wajah terluka, lelah sekali mama mengomelinya."

Tawa pelan Jaemin terdengar, melayangkan jawaban yang lebih terdengar seperti pembelaan untuk kembarannya, "Namanya juga masih muda, penuh semangat. Semua pasti begitu, ma."

"Jaemin juga begitu?"

"Mama penasaran, Jaemin pernah nakal tidak? Sepertinya tidak, kamu terlihat seperti anak yang sangat baik dan penurut."

Jaemin melirik Rose, "Benarkah? Emm, sepertinya aku juga pernah nakal."

"Nakal seperti apa? Bolos sekolah?"

"...ke arena balap?"

Rose melotot, langsung berdiri di samping Jaemin dan menatap anaknya itu dengan tatapan kaget, "Serius? Kamu pernah ke arena balap? Sendiri? Untuk balapan?"

"Mama bertanya dengan sangat antusias ya, bukan mau memarahi," sambung Rose lagi.

Jaemin terkekeh, "Iya. Aku kesana dengan teman teman, mereka yang mengajak, dan aku tidak balapan, hanya menonton teman ku balapan. Lumayan berisik disana, aku tak suka."

Rose tersenyum gemas, "Sering sering ya kesana dengan teman mu, itukan tempat paling seru saat masih muda."

"Mama, itu bukan tempat yang baik."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Iridescent ; Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang