akuuu upp karena ada yang niat banget ingat tanggal up chap 7 yang tepat setahun dari hari ini, terharu akutuhhhh
happy reading guyssss
___________________________
"Yakin dia tak terluka parah? Coba suruh dokter periksa sekali lagi, aku tak mau repot kalau dia mati," Jeno menatap Jaemin lekat dari kepala hingga ujung kaki.
Jeff hanya bisa pasrah mendengar ucapan tajam Jeno, "Dia baik baik saja, hanya ada luka di kaki nya--"
"Apa kakinya patah?" sela Jeno cepat.
Jaemin mengerjap, "Kaki ku tak patah! Baik baik saja."
"Siapa tau? Sudah di periksa dokter?"
Rose menarik nafas dalam, "Jeno, kamu khawatir sekali ya pada Jaemin?"
"A-apa? Khawatir? Kenapa aku harus khawatir padanya?!" Jeno melotot tak terima. Ia menatap Jaemin tajam.
"Aku tak khawatir! Aku--aku--c-cuma tak suka dia seperti orang bodoh dan lemah di taman tadi, bagaimana kalau dia mati karena hal konyol seperti tadi?"
Rose dengan gemas menyentil bibir Jeno, "Sembarangan sekali, jangan bawa bawa mati dengan mudah seperti itu."
Jeno hanya memutar kedua bola matanya malas, melirik Jaemin sekali lagi sebelum memilih menatap sang ibu.
"Apa aku akan di hukum karena memukul anak tadi?"
Jaemin melotot, "Kau memukul anak anak?!"
Rose mengibaskan tangan, berusaha tak membuat Jaemin panik, "Hidung anak itu hanya patah, mama akan menyelesaikannya dengan baik."
"Hidung nya patah?!" Jaemin makin shock.
"Apa sih? Jangan berisik, mood ku masih buruk, dasar anak anak sialan," geram Jeno kesal, harusnya dia memukul semua orang sampai patah tangan dan kaki tadi!
Oke, Jaemin agak was was, dia harus hati hati sekarang, jangan sampai Jeno menghantamnya...
___________________________
"Halo Jaemiinnn, aku dan para pelayan datang--akhh!" Jungwon mengerang dramatis saat Sunghoon menyentil pipinya.
"Maaf, dia memang gila--" ucapan Jake terhenti kala melihat Jeno, eh, satu ruangan?!
Jeno memutar kedua bola matanya malas, memilih lanjut bermain game dan mengabaikan mereka.
"Hanya berdua? Ayah dan ibu mu dimana?" tanya Jay begitu berdiri di depan Jaemin.
"Makan, baru saja keluar, belum lama," jawab Jaemin.
Jake mendudukkan diri di samping Jay, "Kami membawa buah buahan, mau ku kupaskan? Apel? Pisang? Anggur? Pir? Jeruk--"
"Diam, kau membuatnya pusing," sela Jungwon gemas.
"Tadi ada dokter cantik sekali, siapa ya? Apa single? Kelihatannya dia butuh orang seperti ku untuk menemani seluruh sisa hidupnya," Heeseung berucap dengan raut tengil.
"Aww, my hot lady baby, please come to daddy--"
"Dia tak butuh laki laki miskin seperti mu," sela Jay malas, di lanjut tawa Jungwon dan Jaemin.
"Waah aku kaya ya, aku hanya harus menunggu ayah ku meninggal--"
"Heh!" Jake dengan gemas mendorong pelan kepala Heeseung.
"Ayolah, semua orang pasti mati, memang aku salah?"
Sunghoon menggeleng, "Tak salah, kau juga bisa saja mati nanti saat pulang, bisa saja kecelakaan atau di rampok--"
"Jaem, lihat, dia mendoakan ku yang buruk buruk," Heeseung mengadu heboh pada Jaemin.
Jaemin terkekeh, "Yasudah, menginap di sini saja agar tak perlu pulang, tak perlu kecelakaan, dan tak perlu di rampok."
"Ide bagus--"
"Tak boleh, kau hanya membawa virus kesini, pulang saja," sela Jay cepat.
"Apa sih? Aku tak bicara dengan mu, menyambar saja seperti petir," dengus Heeseung.
Jay menggulung lengan sweaternya, "Kalian disini saja dulu, aku akan berbicara dengan Heeseung di luar, siapa tau aku menemukan alasan untuk memukulnya."
Jaemin segera menahan lengan Jay yang hendak beranjak bangun, "Heh, jangan ribut. Duduk saja disini, masa meninggalkan ku sendirian?"
"Disini saja, masa meninggalkan ku sendirian? Kamu tega? Tetap di sisiku," Jungwon memasang wajah dramatis, memeluk lengan Heeseung yang kini juga memasang wajah dramatis.
"Aku tak akan meninggalkan mu, jangan takut, aku akan selalu di sisimu."
Jay memasang wajah sinis, "Awas kalian, nanti aku akan menurunkan kalian di tengah jalan."
"Turunkan saja, biarkan dia mengeluarkan bakatnya dalam menggoda wanita kaya raya," Sunghoon menunjuk Heeseung yang kini mendelik kesal.
"Aku pilih pilih ya dalam menggoda wanita!"
Gila...
__________________________
"Jaemin, lebih bagus warna ini atau ini? Menurut kamu warna mana yang paling cocok untuk mama?"
Jeno yang terbangun karena suara pembicaraan seketika terdiam, ia membuka matanya sekilas, menemukan Rose sedang duduk di samping Jaemin, memperlihatkan layar hp nya pada anak itu.
Jaemin mengerjap, kedua tangannya saling meremat, menatap kikuk pada dua baju yang di tunjukkan Rose.
"Tak cocok ya? Bagaimana kalau warna cream? Atau--"
Ah, memilih warna baju--eh?! Jaemin kan--Jeno segera beranjak bangun dengan cepat.
"M-ma! sakit, sakit sekali, bagaimana ini?" Jeno meringis kencang, kembali tidur meringkuk dan memasang wajah kesakitan.
"Jeff panggil dokter!" Titah Rose panik, segera bangun dan mendekat pada Jeno yang kini meringkuk, melempar asal hp di tangannya ke sembarang arah.
"Jeno, nanti gips nya--"
"Arghh sakit sekali!"
Jaemin ikut khawatir, menatap Jeno yang masih meringis kencang.
"Jeno, tunggu ya? Dokternya segera datang," Rose mengusap rambut Jeno lembut, berusaha menenangkan walau kini ia nyaris di telan kekhawatiran.
Biasa Jeno tak begini, terakhir saat kecelakaan saja Jeno santai meski tulang rusuknya retak.
"Sayang, biarkan dokter memeriksa Jeno," Jeff menarik sang istri untuk mundur dengan pelan.
"Dimana nya yang sakit?" Dokter bertanya, dengan hati hati membenarkan posisi tidur Jeno.
"Perut--" Jeno memegang perutnya, sebelum sedetik kemudian teringat tangan nya yang terluka setelah perkelahian dengan Eric, "T-tangan kiri!"
"Sepertinya luka nya parah, aku tak akan membiarkan anak yang berkelahi dengan Jeno itu!" Gumam Rose penuh amarah.
Rose mendekat pada Jaemin yang duduk, masih menatap Jeno yang di periksa dokter, ia mendekati putranya, "Jaemin, jangan takut, Jeno baik baik saja."
Jaemin hanya mengangguk, masih menatap Jeno dengan cemas. Ya, semoga Jeno baik baik saja.
"Sayang, bukan kah yang berkelahi dengan Jeno saat itu Eric?" Jeff bertanya setelah berusaha mengingat.
"Eh? Benarkah?" Rose tampak kaget dan tak percaya.
Jaemin terdiam, perasaan marah mulai merambat, ah Eric, tak cukup mengganggu nya, dia--juga mengganggu Jeno? Apa karena lelaki itu tau dia saudara Jeno? Pasti teman teman Eric sudah memberitahu.
Tidak, Jaemin bisa sabar jika hanya dia yang di ganggu, tapi tidak jika kembarannya yang mulai di usik...
Netranya melirik wajah khawatir sang ibu dan ayah, benar, boleh tidak sekali saja Jaemin melawan?
Jangan lupa vote dan komen, maaf kalau typo, gak sempet cek ulang.
see u di next chap, lop u guysssss
KAMU SEDANG MEMBACA
Iridescent ; Na Jaemin
Fiksi Remaja"Aku tak akan pernah menerima mu, lebih baik kau mati!" "Kau--sungguh berkata seperti itu?" ____________________ Jeno tak pernah menyangka, 17 tahun hidup ia malah menerima fakta bahwa ia mempunyai kembaran. Bertolak belakang, amat berbeda dengannya!
