07. Ayah Pembohong

10 4 0
                                    

Kembali seperti biasa, sekolah kembali masuk. Hari senin dimana banyak siswa sekolah yang mengeluh karena harus mengikuti kegiatan upacara bendera. Berbeda dengan Arunika yang terlihat begitu bersemangat pagi ini. Bunda Sukma meminta Arunika untuk berangkat bersama Ayah Tama. Pagi ini Ayah Tama masih berada di rumah. Arunika segera menggendong tas ransel sekolah miliknya dan mengenakan topi karena hari ini upacara. Arunika tidak mau jika harus dihukum karena atribut yang tidak lengkap.

Ayah Tama melajukan motornya dalam kecepatan sedang. Karena jalanan yang masih terlihat lengang. Arunika berangkat lebih awal dari biasanya. Sedangkan jalanan akan terlihat ramai ketika sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Saat ini jam masih menunjukkan pukul enam lebih seperempat.

Sesampainya di sekolah, Arunika langsung turun dari motor milik ayahnya. Kemudian segera mencium punggung tangan milik ayahnya itu.
Ayah Tama berpesan jika pulang sekolah nanti ia akan menjemput Arunika.

"Ayah nggak bohong?" Tanya Arunika memastikan. Karena ia takut jika ayahnya tidak menjemputnya seperti kemarin.

"Iya, nanti Ayah datang lebih awal." Tutur Ayah Tama.
Kemudian Arunika tersenyum. Ia merasa sangat senang. Hingga akhirnya Sasya yang baru saja datang memanggil namanya.

"Nika, ayo ke kelas." Ajak Sasya.
Kemudian Arunika berlalu meninggalkan ayahnya yang masih terdiam menatap dirinya masuk ke area sekolah.

"Maafin Ayah, Nika. Ayah selalu buat kamu kecewa berkali-kali." Gumam Ayah Tama sebelum akhirnya ia benar-benar melajukan motornya.

Bel berbunyi nyaring. Seluruh siswa-siswi langsung berhamburan menuju ke lapangan sekolah untuk melaksanakan kegiatan upacara. Arunika dan Sasya berlarian kecil karena takut terlambat. Sesampainya di lapangan mereka mencari posisi paling belakang.

Upacara bendera berjalan lancar. Meskipun terkadang ada satu atau dua murid yang asyik mengobrol sendiri. Selesai upacara Arunika dan Sasya langsung kembali ke kelas. Arunika membuka botol minumnya dan meneguk air itu hingga tersisa setengah. Begitu juga dengan Sasya. Ia melakukan hal yang sama seperti Arunika.
Aswa, Sekar, dan Indah menghampiri mereka berdua.

"Istirahat nanti ayo ke kantin yang ada di atas sana." Ucap Aswa seraya menunjuk ke arah warung yang terlihat berada di atas sebuah bukit. Karena bangunan sekolah berada di bawah bukit.
Arunika bingung, bagaimana caranya bisa ke warung itu sedangkan hanya ada pagar tembok yang memisah warung tersebut dengan gedung sekolah.

"Kita manjat." Saran Indah dengan penuh keyakinan.
Sasya menggelengkan kepalanya. Ia tidak bisa memanjat. Apalagi menerobos pagar tembok itu.

"Yaudah, kita ke sana nya kalau udah kelas tiga aja." Seloroh Sekar tiba-tiba.

"Kelamaan dong, kan pengen jajannya sekarang." Protes Aswa.

"Nggak lama kok. Kan satu bulan lagi kita ujian kenaikan kelas. Terus kita naik kelas dua. Nah habis itu naik kelas tiga. Udah deh, baru kita panjat gerbang tembok itu." Cerocos Sekar membuat Aswa kesal. Hingga tiba-tiba Arunika menyetujui saran dari Sekar.

"Kalo warungnya udah nggak ada gimana coba?" Tegas Aswa.

"Tenang aja, pasti masih ada kok." Balas Arunika yang membuat teman-temannya bingung.

"Yaudah lah, nanti kita main lompat tali aja ya jam istirahat." Ajak Aswa merubah topik pembicaraan.
Kemudian yang lainnya mengangguk setuju.

Bel istirahat berbunyi. Sesuai ucapan Aswa tadi, mereka berlima memutuskan untuk bermain lompat tali di lapangan. Untung saja ada pepohonan yang membuat lapangan tidak terlalu panas.
Sasya dan Sekar yang memegang talinya. Sedangkan Arunika, Aswa, dan Indah memulai setiap lompatan dengan baik. Mereka juga bergantian agar semuanya merasakan keasyikan melompati tali yang diputar ke atas dan ke bawah tersebut. Karena terlalu asyik mereka sampai tidak sadar jika bel masuk telah berbunyi.

Rumah yang Tak Lagi Ramah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang