16. Tugas Praktik

4 3 0
                                    

Bel istirahat berbunyi nyaring. Arunika beserta keempat temannya langsung menuju ke lapangan. Mereka akan latihan senam untuk tugas kelompok yang akan dipraktikkan besok. Mereka berlima mengambil formasinya masing-masing. Dengan Arunika yang berada di depan sendiri bagian tengah. Kemudian keempat temannya dibagi menjadi dua barisan.

Setelah menyesuaikan formasinya masing-masing. Arunika memulai gerakannya. Gerakan yang sama persis seperti yang ada di buku. Hanya lima gerakan inti yang kemudian di ulang-ulang. Dalam waktu singkat mereka berhasil menghafal gerakannya.
Setelah hampir sepuluh kali latihan dengan mengulang-ulang gerakan akhirnya mereka beristirahat sejenak. Hingga kemudian bel masuk berbunyi. Lalu mereka segera kembali ke kelas.

Kembali melanjutkan kegiatan pembelajaran hingga bel pulang berbunyi nyaring. Seperti biasanya, mereka keluar kelas bersama. Sasya yang sudah dijemput oleh ayahnya langsung berpamitan kepada teman-temannya.

Kemudian Arunika melanjutkan langkahnya menuju halte. Sore ini terlihat langit menampilkan warna abu-abunya. Mendung menyapa sore ini. Hampir lima belas menit menunggu angkot, tidak ada yang lewat barang sekalipun. Rintik gerimis mulai turun. Arunika kebingungan. Bagaimana caranya ia pulang. Sedangkan ayahnya tidak bisa menjemputnya. Arunika berpikir jika ia harus meminta tolong kepada Pakde Harso. Dengan langkah gontai, Arunika menuju ke pelabuhan untuk menemui Pakde Harso.

Setibanya di sana, Arunika melihat Pakde Harso yang sudah naik diatas motor. Dengan segera Arunika memanggil Pakde Harso.

"Pakde, tungguin Nika." Teriak Arunika yang mengundang perhatian beberapa pasang mata.

"Kamu ngapain ke sini?" Tanya Pakde Harso.

"Nika mau minta tolong sama Pakde. Mau nggak anterin Nika pulang? Soalnya dari tadi Nika nungguin angkot nggak ada yang lewat." Tutur Arunika.

"Yaudah, ayo." Titah Pakde Harso. Kemudian Arunika segera naik ke atas motor milik Pakde Harso.

Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang menyelimuti. Ditambah cuaca mendung yang menambah kesan sedih. Arunika merasa jika Pakde Harso tidak suka dengannya. Entah apa yang Arunika lakukan hingga Pakde Harso terlihat tidak menyukai dirinya. Bahkan kalimat yang diucapkan Pakde Harso terasa dingin dan cuek.

Setibanya di rumah, Arunika segera turun dari motor. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada Pakde Harso. Pakde Harso hanya mengangguk. Arunika menawarkan Pakde Harso untuk mampir terlebih dahulu. Namun, Pakde Harso menolak dengan alasan jika sebentar lagi akan turun hujan. Akhirnya Arunika segera masuk ke rumah. Menatap kepergian Pakde Harso yang melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

Bunda Sukma yang baru saja membuka pintu rumah menatap Arunika yang terlihat lesu.

"Kamu kenapa, Nika?" Tanya Bunda Sukma.

Kemudian Arunika menjelaskan hal apa yang terjadi.

"Tadi nggak ada angkot yang lewat. Jadi Nika minta tolong Pakde Harso untuk anterin Nika pulang. Soalnya udah sore dan mendung mau hujan. Pakde Harso mau nganterin Nika. Tapi Nika ngerasa kalau Pakde nggak suka sama Nika. Emangnya Nika salah apa sih Bund." Tutur Arunika panjang lebar.

"Mungkin Pakde lagi capek. Udah kamu sekarang mandi habis itu istirahat." Pesan Bunda Sukma.

Arunika tidak segampang itu percaya dengan ucapan bundanya. Arunika bisa menilai mana orang yang menyukai kehadirannya dan mana orang yang tidak suka dengan kehadirannya. Padahal jika ditelusuri ke waktu lalu, Pakde Harso dan keluarganya lah yang tiba-tiba datang meminta bantuan. Namun, kenapa mereka seakan membenci Arunika. Padahal Arunika tidak tahu kesalahan apa yang ia perbuat.

"Seharusnya mereka nggak usah datang ke sini. Memangnya siapa yang menolong mereka pertama kali saat datang di kota ini." Gumam Arunika kesal.

Baru saja Arunika meletakkan tas sekolahnya, hujan turun dengan deras. Pikirannya berkelana memikirkan Pakde Harso yang pastinya akan kehujanan. Kemudian perasaan bersalah menghampirinya. Arunika merasa tidak enak hati karena merepotkan Pakde Harso. Meskipun Arunika kesal dengan Pakde Harso, ia juga tetap memiliki rasa kasihan kepadanya. Karena demi mengantarkan dirinya, Pakde Harso harus hujan-hujanan ketika perjalanan pulang.

-----

"Nikaaa, aku deg-degan tau. Kita hari ini mau tampil." Celetuk Aswa dengan dramatis.

Arunika mencoba menenangkan temannya itu. Meskipun sebenarnya dirinya sendiri juga merasakan gugup. Padahal ini hanya tugas praktik yang ada di kelas. Namun, ia merasakan gugup seperti tampil di depan dewan juri dan orang banyak.

Indah dan Sekar terlihat santai memakan roti yang baru saja mereka beli di kantin. Sesekali mereka menawarkan roti itu kepada Arunika, Aswa, dan Sasya. Namun ketiganya menolak karena sudah tidak memiliki nafsu untuk makan.

Kini, waktunya mereka maju ke depan kelas untuk mempraktikkan tugas kelompok ini. Arunika dan keempat temannya langsung maju dengan penuh percaya diri. Meskipun sebelumnya dilanda kegugupan.

Dalam waktu lima menit mereka menyelesaikan gerakan senam itu. Bu Sita dan yang lainnya langsung memberikan tepuk tangan yang meriah untuk penampilan mereka.
Karena tugas kelompok mereka sudah selesai dan jam istirahat juga sudah tiba, Aswa mengajak mereka untuk bermain lompat tali. Hampir setiap hari Aswa membawa karet yang ia rangkai agar bisa digunakan untuk bermain.

Mereka berlima langsung menuju lapangan untuk bermain. Hingga beberapa anak yang lain ikut tertarik untuk melakukan permainan itu. Tentu saja mereka berlima menerima kehadiran teman-teman yang lain dengan senang hati. Sampai akhirnya jam masuk kembali berbunyi. Satu persatu mulai kembali ke kelas. Sedangkan Arunika dan keempat temannya masih asyik bermain. Karena setelah jam istirahat itu masih masuk jam pelajaran dari Bu Sita. Sedangkan materi yang diajarkan telah selesai. Akhirnya mereka menghabiskan waktu menunggu bel pulang di samping perpustakaan. Membahas cita-cita yang akan mereka kejar di masa depan. Kemudian rencana mereka untuk lanjut di SMP yang mereka inginkan. Hal-hal yang menyenangkan bagi Arunika.

"Pokoknya ya, SMP kita harus satu sekolah. Kalau perlu sampai SMA kita juga satu sekolah dan tetep jadi temen dekat sampai kapanpun." Terang Aswa yang sudah merasa nyaman dengan teman-temannya itu.

"Tapi Wa, bisa aja di saat SMP nanti kita udah nggak deket. Karena pastinya di SMP nanti kita ketemu sama orang baru yang mungkin akan menjadi teman dekat kita nantinya." Tutur Arunika.

"Nggak. Meskipun kita udah menemukan teman baru, kita harus tetap bisa sama-sama sampai kapan pun." Tegas Aswa.

"Semoga takdir mengizinkannya." Pungkas Arunika.

Keasyikan mengobrol, ternyata bel pulang telah berbunyi nyaring. Mereka berlima bergegas kembali ke kelas untuk mengambil tas. Di perjalanan pulang, Arunika kembali mengingat jika ayahnya sudah tidak pernah menjemputnya lagi. Arunika paham, jika ayahnya sibuk. Namun, beberapa hari ini ayahnya tidak menyempatkan waktu luang sedikitpun untuknya.

Sembari menunggu angkot di halte. Pikiran Arunika kembali berkelana. Minggu-minggu yang lalu ayahnya memberikan kebahagiaan yang tiada tara untuknya. Namun, kali ini ayahnya kembali memberikan sedikit demi sedikit luka baru untuknya. Luka yang sebenarnya ia dapat sebab harapannya yang terlalu besar kepada ayahnya.

Bersambung....

Spam Next kuyyy
>>>>

Rumah yang Tak Lagi Ramah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang