13. Mereka yang Menumpang Tinggal

9 3 0
                                    

Kemarin Bunda Sukma mendapatkan kabar jika kakak laki-lakinya bersama istri dan ketiga anaknya akan datang untuk menumpang tinggal sementara bersamanya. Ternyata mereka ingin memulai kehidupan baru di kota ini. Hari ini mereka akan tiba. Saat mereka datang ke kost yang Arunika dan kedua orang tuanya tinggali Bunda Sukma dan Ayah Tama menerima kedatangan mereka dengan hangat. Arunika terlihat bingung dengan kedatangan lima orang yang asing baginya. Ia hanya terdiam.

"Nika, ini Pakde Harso sama Bude Tiya mau tinggal bareng sama kita." Terang Bunda Sukma.

Arunika mengangguk. Akhirnya ia tahu siapa mereka. Seingat Arunika selama ini mereka tinggal di sebuah daerah yang ada di Jawa Timur. Kediri, pikirnya mengingat-ingat. Itu adalah tempat kelahiran Arunika. Namun, dari bayi hingga saat ini Arunika menetap di kota Batam.

"Mbak, tidur sama Nika aja." Ucap Arunika kepada kakak sepupunya yang bernama Kak Ningsih.

Kak Ningsih menerima tawaran Arunika.
Rencananya Pakde Harso akan menyekolahkan kedua anaknya di sekolah yang sama dengan Arunika. Karena anak sulungnya baru saja lulus dari SMA.

Keesokan harinya, Ayah Tama membantu Pakde Harso untuk mencari pekerjaan. Pakde Harso menemukan pekerjaan sebagai kuli angkut barang. Kemudian Bude Tiya mendapatkan izin untuk berjualan bakso di kantin pelabuhan.

Bunda Sukma merasa bahagia ketika Pakde Harso dan Bude Tiya mendapatkan pekerjaan.

Selama lima bulan Pakde Harso ikut tinggal bersama keluarga Arunika. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah sederhana yang tak jauh dari tempat mereka bekerja. Ayah Tama memberikan kebebasan kepada mereka. Karena Ayah Tama paham jika mereka akan merasa sungkan jika terus-menerus menumpang tinggal padanya. Semenjak hari itu Pakde Harso dan Bude Tiya hidup sendiri bersama keluarganya. Dengan pekerjaan yang bisa dibilang sederhana mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga selesai.

Penghasilan Bude Tiya berjualan bakso lumayan besar. Hingga akhirnya mereka bisa membeli motor bekas untuk alat transportasi.
Kehidupan Pakde Harso semakin membaik. Kehidupan Bunda Sukma juga membaik. Namun, setiap bulan Bunda Sukma harus mengeluarkan uang yang lumayan besar untuk ditransfer ke Nenek Ratna. Ibu kandung dari Bunda Ratih.
Arunika sering melihat Bunda Sukma yang sedang menelpon Nenek Ratna untuk memberitahukan jika ia telah mengirim uang untuk Nenek Ratna.

Arunika bergumam kesal. Arunika ingin memiliki sebuah rumah sederhana dengan kamar yang selama ini ia impikan. Dilengkapi dengan rak buku cerita, meja belajar, lemari baju yang besar, rak sepatu yang bagus, dan hal-hal lain yang menjadi impiannya selama ini. Namun, Bunda Sukma berpesan jika Arunika akan memiliki kamar impiannya ketika telah dewasa nanti. Arunika hanya menganggukkan kepalanya paham.

"Nenek mau ngomong sesuatu sama kamu." Ucap Bunda Sukma seraya menyerahkan ponselnya.

"Assalamualaikum, Nek." Arunika mengucapkan salam.

"Waalaikumsallam, Nika. Nenek kangen sama Nika." Ucap Nenek Ratna menyampaikan rindunya.

Entahlah, Arunika menganggap kalimat itu hanya sebuah pernyataan palsu. Namun, Arunika tetap menanggapinya.

"Iya, Nek." Jawab Arunika.

"Kapan kamu ke sini, tinggal sama Nenek." Tutur Nenek Ratna.

Arunika tidak suka dengan pembahasan seperti ini. Karena Arunika telah merasa nyaman tinggal di kota ini. Apalagi ia bertemu teman-teman yang baik.

"Nggak tau, Nek." Balas Arunika.

Kemudian Arunika segera mengembalikan ponsel itu kepada Bunda Sukma.

"Udah Bund, Aku nggak mau ngomong sama Nenek." Tegas Arunika.

Mungkin, karena selama ini Arunika tidak dekat dengan sang Nenek. Hal itulah yang membuat Arunika canggung berbicara dengan sang nenek meskipun via telepon.

Setelah selesai, Bunda Sukma meletakkan ponselnya di meja. Kemudian Arunika mengucapkan sesuatu kepada Bunda Sukma.

"Kita selamanya tinggal di sini kan Bund?" Tanya Arunika.

"Nika nggak mau kalau tinggal sama Nenek." Lanjutnya lagi.

"Kenapa nggak mau?" Tanya Bunda Sukma heran.

"Nika udah nyaman di sini Bund. Nika nggak mau pindah kemana-mana." Tegas Arunika.

Bunda Sukma tersenyum. Semoga saja takdir akan mengizinkan mereka untuk tinggal di kota ini lebih lama lagi.

Beberapa hari kemudian Bunda Sukma mendapatkan telepon dari Nenek Ratna. Nenek Ratna meminta uang sebesar sepuluh juta untuk digunakan membayar hutang-hutangnya. Bunda Sukma dilanda kebingungan. Ia memiliki uang tabungan sebesar itu. Namun, entah kenapa bunda Sukma dilanda kebingungan.

"Dari kecil kamu itu saya rawat. Kenapa ketika saya butuh bantuan, kamu malah ragu gitu. Padahal uang untuk hidup kamu selama ini juga lebih dari itu." Ucap Nenek Ratna mengungkit kejadian-kejadian masa lalu. Dimana Bunda Sukma yang dirawat dari kecil hingga berhasil lulus dari SMA semuanya diungkit kembali.

"Aku tanya Mas Tama dulu ya Bu, kan yang cari uang itu Mas Tama." Ucap Bunda Sukma meminta pengertian.

Namun Nenek Ratna kembali marah-marah. Suara nya terdengar melengking dari balik telepon. Arunika mendengar semua ucapan yang dilontarkan oleh Neneknya.

Kemudian Bunda Sukma segera meminta izin suaminya untuk mengirimkan uang sebanyak itu kepada ibunya. Ternyata Ayah Tama memberikan izin.

"Kasih aja gapapa. Ibu lagi butuh." Ucap Ayah Tama dengan tenang.

Arunika menangis di balik pintu. Ia merasa sakit. Uang yang dikumpulkan selama ini harus lenyap dalam sekejap. Meskipun uang itu digunakan untuk membantu neneknya.

"Kapan bisa punya rumah, kalau uangnya dipake terus." Gumam Arunika di tengah isakan tangisnya.

Bunda Sukma yang mendengar tangisan Arunika langsung menghampirinya.

"Kamu kenapa Nika?" Tanya Bunda Sukma.

"Nenek kenapa sih minta uangnya ke Bunda terus. Kan ada Pakde. Kenapa semuanya harus Bunda." Ucap Arunika meluapkan kekesalannya.

"Nika, Nenek itu ibu kandungnya Bunda. Bunda harus bisa berbakti sama dia. Apapun yang Nenek butuhkan, Bunda pasti usahakan." Terang Bunda Sukma.

"Berbakti nggak selamanya tentang uang Bund. Nenek cuma butuh uang Bunda bukan kasih sayang Bunda. Yang ada di pikiran Nenek itu cuma uang Bund." Tegas Arunika.

Bunda Sukma terdiam. Bahkan ia tidak memiliki pemikiran sejauh ini. Namun, kenapa Arunika bisa berpikir sejauh ini.

"Nika! Jaga omongan kamu." Bentak Bunda Sukma tanpa sadar.

"Kenapa Bund? Kenapa Bunda bentak aku? Kapan Bunda bisa mengutamakan kebahagiaan Bunda sendiri. Kenapa Bunda selalu terus menerus mengutamakan kebahagiaan Nenek dengan uang-uang itu." Ucap Arunika dengan air mata yang telah membasahi pipinya.

"Bunda cuma pengen berbakti Nika. Cuma uang yang bisa Bunda kasih. Karena Bunda jauh dari Nenek. Kita ini ada di perantauan." Terang Bunda Sukma.

"Kenapa yang di tuntut masalah uang selalu Bunda? Pakde nggak pernah tuh dimintain uang sama Nenek.  Itu namanya apa sih, pilih kasih ya Bund?" Tanya Arunika yang sukses membuat Bunda Sukma bungkam.

Putrinya selalu berhasil melontarkan kalimat-kalimat yang menusuk. Bahkan ia sudah bisa berpikir hal sejauh ini. Hal yang sama sekali tidak ada dalam pikirannya.

Bersambung....

Gimana part kali ini?

Seru nggak?

Spam Next kuyyy
>>>>

Rumah yang Tak Lagi Ramah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang