26. Insan dan Lukanya Masing-masing

10 3 0
                                    

Kepulangan Bunda Sukma sangat mengejutkan. Nenek Ratna terkejut ketika Bunda Sukma sudah tiba di rumah. Arunika dengan segera menghambur ke pelukan sang bunda. Nenek Ratna menatap pemandangan itu dengan tatapan tidak suka.

"Kok nggak ngasih kabar kalau mau pulang." Sinis Nenek Ratna.

"Emang mendadak Bu. Jadi Sukma nggak sempat kasih kabar." Elak Bunda Sukma.

Kemudian Nenek Ratna berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Nika kangen banget sama Bunda." Ucap Arunika dalam dekapan sang bunda.

"Maafkan Bunda Nika. Kamu menanggung semuanya sendirian." Ucap Bunda Sukma meminta maaf.

Arunika tidak mempermasalahkan itu. Yang penting sekarang, bundanya sudah ada di sampingnya.

-----

Keesokan pagi, Arunika berangkat ke sekolah. Saat masuk ke kamar mandi, Arunika melihat bak mandi yang berubah warna menjadi putih. Ternyata, ada sabun mandi yang masuk ke dalam bak. Menyebabkan air berubah warna.

"Nek, airnya putih semua. Pasti Tio yang masukin sabun mandi ke bak." Tuding Arunika.

Arunika sudah bisa menebak jika ini semua ulah Tio.

"Mana mungkin Tio ngelakuin itu. Jelas-jelas sekarang yang ada di kamar mandi itu kamu. Pasti kamu yang masukin sabun mandinya terus nuduh Tio." Sentak Nenek Ratna.

Lagi-lagi ucapan Arunika tidak pernah dipercaya. Akhirnya Arunika menguras bak mandi itu. Kemudian Arunika segera bergegas berangkat ke sekolah. Ia tidak ingin terlambat hanya karena menunggu bak mandinya penuh. Bunda Sukma yang menggantikan Arunika untuk menunggu air yang terisi di bak mandi penuh.

Setibanya di sekolah, Arunika mendapat pengumuman jika olimpiade yang diikutinya kemarin bersama kedua temannya mendapat juara 3. Arunika merasa bahagia. Meskipun tidak mendapatkan urutan pertama, setidaknya mereka berhasil membawa nama baik sekolah pada tiga besar olimpiade sejarah.

Banyak teman Arunika yang mengucapkan kata selamat untuk dirinya.
Arunika mendapat sebuah piagam penghargaan. Pulang sekolah, Arunika memperlihatkan piagam itu kepada bundanya.

"Kamu hebat, Nika." Ucap Bunda Sukma bangga.

Nenek Ratna yang melihat Arunika tengah membawa sertifikat langsung mencibir.

"Alah, sertifikat gitu aja bangga. Sedangkan di rumah jadi anak yang nggak berguna." Sinis Nenek Ratna.

Arunika terdiam. Anak yang tidak berguna katanya. Lalu, semua hal yang dilakukan oleh Arunika selama ini apa. Bahkan, bocah TK saja tahu apa yang dilakukan Arunika selama ini. Menyapu rumah, mencuci piring, dan pekerjaan yang lainnya Arunika yang mengerjakan. Tapi percuma, Nenek Ratna tidak pernah mengapresiasi segala usahanya.

-----

Malam harinya, Tio kembali mengamuk. Arunika tidak tahu masalah apa yang menyebabkan anak itu marah-marah tidak jelas. Kemudian sebuah pigura di banting ke arah tembok. Suara pecahan kaca terdengar. Suara itu seakan menusuk gendang telinga Arunika. Arunika langsung menutup kedua telinganya menggunakan tangannya. Ia tidak suka situasi seperti ini. Ketika ia harus mendengarkan suara teriakan dan pecahan barang yang kerap terjadi. Herannya, nenek Ratna tidak pernah marah dengan itu semua.

Nenek Ratna selalu memaklumi hal negatif yang ada pada diri Tio. Mengakibatkan Tio menjadi seseorang yang temperamental dan besar kepala. Arunika yang berada di kamar bersama bundanya langsung menutup kedua telinganya. Arunika tidak bisa mendengar suara-suara itu. Tubuhnya akan bereaksi ketika mendengarnya. Jantung yang berpacu lebih cepat, tangan yang bergetar, lalu tubuh yang mengeluarkan keringat dingin. Arunika tidak paham dengan apa yang terjadi pada dirinya.

"Bunda, Nika takut." Ucap Arunika seraya memeluk tubuh bundanya erat.

Bunda Sukma mengelus pelan puncak kepala Arunika. Ia berusaha menenangkan putrinya itu. Hati Bunda Sukma terasa teriris melihat kondisi Arunika yang ketakutan. Pikirannya berkelana, apakah selama ini Arunika seperti itu.

"Nika, tenang sayang. Tarik nafas pelan-pelan habis itu buang." Titah Bunda Sukma.

Arunika kembali mengatur nafasnya. Setelah tenang, Arunika memutuskan untuk tidur. Bunda Sukma menatap Arunika yang sedang terlelap.

"Seberapa dalam luka itu, Nika." Batin Bunda Sukma bertanya-tanya.

Nenek Ratna memanggil Bunda Sukma. Bunda Sukma segera keluar dari kamar.

"Sukma, saya butuh uang sekarang. Saya minta uang kamu." Ucap Nenek Ratna.

"Aku nggak ada uang." Balas Bunda Sukma.

"Nggak ada uang kamu bilang?! Terus kamu merantau kerja ke Batam lagi itu untuk apa, hah? Cuma nitipin Nika yang jadi beban itu ke saya, iya?" Sentak Nenek Ratna.

"Bu, gaji aku selama ini yang sebagian udah aku kirim semua ke ibu. Sisanya untuk bayar uang kost aku di sana dan uang untuk makan sehari-hari." Tutur Bunda Sukma.

"Jadi kamu nggak ikhlas ngasih uang itu, hah? Ingat, anak kamu itu di sini numpang sama saya." Ucap Nenek Ratna angkuh.

"Bu, Arunika itu cucu ibu. Kenapa ibu tega ngomong kayak gitu." Ucap Bunda Sukma tidak habis pikir dengan ucapan ibunya itu.

"Saya nggak pernah nganggap dia sebagai cucu saya. Sampai kapan pun itu." Tegas Nenek Ratna.

Tak disangka percakapan itu didengar oleh Arunika. Arunika menitikkan air matanya. Tak ada tempat untuk beristirahat yang benar-benar tepat. Bangunan ini sangat menyeramkan bagi Arunika. Teriakan-teriakan itu menghantui Arunika dan mengakibatkan rasa ketakutan muncul dalam diri Arunika.

"Ayah, Nika mau dipeluk Ayah." Gumam Arunika menyampaikan kerinduannya terhadap sang ayah.

Sedangkan saat ini Ayah Tama sedang sibuk mengantar penumpang kapal yang hendak pulang ke kampung halaman. Hampir satu bulan Ayah Tama tidak menghubungi Arunika. Seminggu yang lalu ia mendapat sebuah musibah. Kapal yang ia bawa tenggelam saat membawa penumpang. Ayah Tama kelimpungan membantu para penumpang yang telah menggunakan pelampung. Ayah Tama berusaha menyelamatkan penumpang agar tidak ada korban jiwa. Kejadian itu menyebabkan ponsel milik Ayah Tama rusak. Itulah alasannya mengapa ia tidak menghubungi Arunika dan istrinya hingga saat ini. Ayah Tama menyimpan kenangan kelam itu sendiri. Ia tidak pernah berniat menceritakan kejadian itu kepada anak dan istrinya.

"Ayah kangen sama kamu, Nika." Gumam Ayah Tama.
Pandangannya mengarah ke lautan yang terlihat tenang.

Kerinduan terhadap putrinya sangat dalam. Ayah Tama sibuk mencari pinjaman ponsel agar bisa menghubungi Arunika.

Kemudian ia mendapatkan pinjaman ponsel itu.
Ayah Tama segera melakukan panggilan telepon ke Arunika.

Ponsel milik Arunika berdering, Bunda Sukma melihat tulisan 'Ayah' yang tampil dilayar ponsel. Bunda Sukma mengangkat panggilan itu.

"Assalamualaikum, Nika. Maaf Ayah baru bisa menghubungi kamu." Ucap Ayah Tama meminta maaf.

"Nika tidur, Mas." Saut Bunda Sukma.

"Sukma, ini beneran kamu?" Tanya Ayah Tama tidak percaya.

"Iya, ini aku Mas." Jawab Bunda Sukma.

Ayah Tama mengucapkan ribuan permintaan maaf kepada istrinya. Bunda Sukma hanya terdiam. Beribu kali juga ia telah memaafkan suaminya itu. Namun, tak ada usaha dari suaminya untuk kembali membuat keluarga kecil itu senantiasa dikelilingi oleh hal-hal bahagia. Bunda Sukma hanya ingin suaminya itu peduli terhadap keluarga kecilnya. Lalu, bersedia memberikan kebahagiaan-kebahagiaan kecil di dalam keluarga. Tak perlu hal-hal mewah untuk bahagia. Jika bisa menikmati waktu bersama saja sudah memberikan rasa bahagia yang tiada tara.

Bersambung....

Spam Next kuyyy
>>>>

Rumah yang Tak Lagi Ramah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang