Dua tahun kemudian.....
Arunika terlihat rapi dengan seragam berwarna putih abu-abunya. Ia sekarang sudah masuk di jenjang SMA. Arunika masih tidak menyangka jika dirinya akan melewati masa remajanya di tempat yang tak pernah ia impikan. Beberapa bulan yang lalu Arunika menjalani tes untuk pemilihan jurusan. Pengumuman telah keluar, Arunika kecewa ketika ia masuk di jurusan MIPA. Arunika tidak menyukai berhitung. Namun, ia malah masuk di jurusan itu.
Hari ini Arunika berangkat dengan diantar oleh Bunda Sukma. Arunika yang telah beranjak dewasa harus melaksanakan aktivitasnya dengan diantar oleh bundanya. Arunika belum bisa mengendarai sepeda motor. Tetapi Bunda Sukma sangat sabar untuk mengantar Arunika kemanapun tempat tujuan yang ingin didatangi."Bund, nanti pulangnya jam tiga sore ya." Pesan Arunika kepada bundanya.
"Siap." Balas Bunda Sukma seraya mencubit pipi Arunika.
Kemudian Arunika melangkahkan kakinya menuju ruang kelas. Setibanya di kelas, ia segera meletakkan tasnya di bangku. Beberapa menit kemudian, teman sekelasnya mulai berdatangan. Tak ada yang menyapa Arunika. Arunika merasa canggung. Kelas ini memang dipenuhi oleh murid berprestasi. Bahkan banyak guru yang memuji siswa-siswi yang ada di kelas ini. Teman sebangkunya juga mengajak bicara seperlunya. Selebihnya, hanya keheningan yang menyelimuti diri Arunika.
Bel masuk berbunyi nyaring. Arunika segera mendudukkan dirinya di kursi. Teman sebangkunya juga sudah datang. Namun, tak ada percakapan diantara keduanya. Arunika kemudian meraih buku diary yang selalu ia bawa. Karena keseharian Arunika yang sering menulis catatan harian di buku diary, Arunika sekarang memiliki hobi menulis. Banyak tulisan yang ia buat di buku-buku catatan miliknya dan beberapa di buku diary.
"Sekitar ku ramai. Tapi aku kesepian." Dua kalimat itu Arunika tulis di buku diary miliknya.
Beberapa detik setelahnya, guru bahasa Indonesia masuk ke ruang kelas. Meletakkan buku paket yang lumayan tebal itu di meja lalu mendudukkan dirinya di bangku yang berada di depan. Ketua kelas memimpin doa. Setelahnya, Bu Irma selaku guru bahasa Indonesia itu memberikan salam. Dilanjut dengan menjelaskan beberapa materi mengenai cerita pendek atau yang sering disingkat dengan cerpen.
Pelajaran bahasa Indonesia memang identik dengan tulisan-tulisan yang merangkai sebuah cerita. Kemudian penggunaan diksi yang semakin memperindah tulisan. Setelah memberikan materi yang cukup, Bu Irma memberikan tugas kepada murid-muridnya untuk membuat sebuah cerpen. Arunika merasa sangat antusias dengan tugas ini. Karena menulis adalah hobi yang beberapa waktu ini ditekuninya.
Terlihat para murid-murid yang lumayan ambis segera mengambil selembar kertas lalu menuangkan ide-idenya di kertas itu. Arunika masih sibuk memikirkan ide. Kisah apa yang akan ia tulis di kertas. Kemudian ia tertarik menulis kisahnya pada selembar kertas itu.
Hampir dua jam siswa-siswi telah selesai mengerjakan tugas tersebut. Arunika segera mengumpulkan kertas miliknya. Ternyata Arunika berada di posisi terakhir mengumpulkan tugas itu.
Bel istirahat berbunyi nyaring mengisi keheningan gedung sekolah. Bu Irma segera keluar dari ruang kelas. Diikuti dengan teman-teman Arunika yang berdesak-desakan untuk segera ke kantin.Keadaan kelas lengang. Sebab penghuninya keluar memenuhi area kantin. Hanya Arunika yang tertinggal di kelas sendirian. Ia membuka kotak bekalnya. Arunika selalu membawa bekal ke sekolah. Sedangkan teman-temannya juga tak ada yang menawari dirinya untuk ke kantin bersama. Arunika tidak merasa heran sebab ia sudah terbiasa dengan kesendirian. Arunika menyantap bekal yang ia bawa. Makanan favoritnya yaitu nasi goreng. Beberapa temannya kembali ke kelas dengan membawa aneka makanan yang mereka beli di kantin. Hampir satu tahun bersekolah, Arunika belum pernah menginjakkan kakinya di kantin sekolah. Alasannya karena ia selalu membawa bekal ke sekolah.
"Dia introvert banget sih, nggak pernah berbaur sama yang lain." Celetuk Asha. Siswi paling pintar di kelas MIPA 1.
"Udahlah biarin. Kita juga nggak rugi kalau nggak temenan sama dia." Saut Bunga, teman dekat Asha yang selalu mendapat peringkat 2 di kelasnya.
"Kok bisa sih dia masuk di kelas ini." Heran Rania, teman dekat Asha yang selalu mendapat peringkat tiga di kelasnya.
Mereka bertiga sangat terkenal dikalangan guru-guru sebab prestasi yang selalu mereka raih.
Bel masuk kembali berbunyi. Arunika segera memasukkan kotak bekalnya ke laci meja. Kemudian teman sebangkunya itu baru kembali ke kelas saat bel masuk berbunyi.
"Nggak ke kantin kamu?" Tanya Rosa, teman sebangku Arunika.
"Nggak. Aku bawa bekal." Jawab Arunika seraya menunjukkan kotak bekalnya.
Rosa hanya menganggukkan kepalanya menanggapi.
Kini saatnya pelajaran kimia dimulai. Arunika tidak menyukai pelajaran ini. Sekeras apapun ia memperhatikan penjelasan yang diberikan, tetap saja Arunika tidak paham apapun. Penjelasan tentang menyetarakan reaksi hanya angin lewat bagi Arunika. Kemudian Pak Broto, selaku guru kimia meminta Arunika maju ke depan untuk mengerjakan soal yang ditulisnya di papan tulis. Arunika terdiam sejenak. Ia tidak bisa mengerjakan soal itu.
Pak Broto tetap meminta Arunika maju ke depan menyelesaikan soal itu. Akhirnya Arunika maju, mengerjakan soal itu sebisanya. Meskipun sebenarnya dia tidak bisa sama sekali. Pak Broto menatap jawaban Arunika yang salah. Ia kemudian memperbaiki jawaban yang ditulis Arunika.
Saat Arunika kembali ke bangkunya, beberapa pasang mata menatap Arunika. Arunika langsung menundukkan kepalanya."Mereka kenapa sih." Gumam Arunika.
Kemudian Pak Broto menjelaskan jawaban yang telah dibenahi. Para murid sibuk mencatat jawaban yang telah dituliskan Pak Broto. Arunika ikut menulis jawaban yang telah dibenahi oleh Pak Broto. Meskipun setebal apapun catatan yang ia tulis, ia tidak akan bisa paham dengan materi itu.
-----
Bel pulang berbunyi nyaring. Arunika segera mengemasi peralatan sekolahnya.
"Cepetan minggir, aku udah ditungguin di depan. Kamu lama banget sih." Sentak Rosa.
Arunika segera menyingkir. Memberikan ruang untuk Rosa yang hendak keluar.
Setelah semua barang-barangnya dimasukkan ke dalam tas, Arunika segera keluar. Terlihat Bunda Sukma yang sudah menunggu Arunika di depan gerbang. Arunika segera menghampiri bundanya."Maaf, Bund agak lama." Ucap Arunika meminta maaf.
"Gapapa." Balas Bunda Sukma santai.
Sesampainya di rumah, Arunika segera mengganti pakaiannya. Kemudian ia meraih sapu untuk menyapu rumah.
"Gitu dong, tau pekerjaan rumah. Udah gadis juga jangan main terus kerjaannya." Sindir Nenek Ratna.
Padahal Arunika selalu di rumah setiap hari. Membantu pekerjaan rumah yang dikerjakan bundanya sendirian.
Arunika tidak membalas ucapan Nenek Ratna. Sebab sekuat apapun Arunika membela dirinya, ia akan tetap salah di mata Nenek Ratna. Tio yang baru saja pulang sekolah, memasuki rumah dengan sepatu yang masih melekat pada kakinya. Arunika merasa kesal dengan tingkah Tio itu.
"Sepatunya di lepas dulu. Ini udah aku sapu." Tutur Arunika.
Bukannya melepas sepatu, Tio justru menghentakkan kakinya itu ke lantai. Akibatnya kotoran yang ada di sepatunya mengotori lantai yang telah disapu oleh Arunika. Arunika melempar sapu ke sembarang arah. Moodnya untuk menyapu hilang seketika akibat ulah Tio.
Bersambung.....
Spam Next kuyyy
>>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah yang Tak Lagi Ramah
Fiction généraleKisah tentang seseorang bernama Arunika Prasasmita. Menjalani kehidupan masa kecil yang bahagia namun tiba-tiba berubah drastis. Kebahagiaan yang kian sirna digantikan dengan kesedihan yang kian membara. Kehilangan kasih sayang seorang ayah yang seh...