𝟐𝟏. 𝐂𝐨𝐦𝐩𝐞𝐭𝐢𝐭𝐨𝐫

571 25 1
                                    

_

■■■

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

■■■

Dante masuk ke dalam kasino dengan langkah yang cepat, tujuannya kali ini berbeda, bukan untuk bersenang-senang ataupun melakukan janji temu untuk membicarakan bisnis, tetapi untuk bertemu seseorang.

Kasino yang dikunjunginya kali ini bukan miliknya, tetapi milik orang lain.

Dante mengetuk pintu sebuah ruangan lalu masuk ke dalam sana walaupun orang di dalam sana belum memberikannya izin untuk masuk.

"Dante?" Pria paruh baya yang sedang merokok sambil berkutat dengan berkas-berkas yang ada di atas meja itu terkejut melihatnya, lalu dia mempersilahkannya untuk duduk.

"Kenapa kau datang kemari?"

Dante meletakkan foto Ruby di atas meja. "Carikan anak kecil itu."

Dante mendapatkan foto Ruby dari pajangan foto yang ditinggalkan di panti asuhan, ia merobeknya dan hanya menyisakan fotonya untuk diberikan pada seseorang yang kemungkinan besarnya dapat menemukan Ruby.

"Siapa anak ini?" Pria paruh baya itu memperhatikan foto Ruby. "Warna matanya sama denganmu, apa dia adalah anakmu? Sejak kapan kau menikah?" Di akhir pria itu tertawa.

"Dia bukan anakku."

"Baiklah. Itu mudah, tetapi kau akan membayarku berapa?" Pria paruh baya itu bertanya sambil menjetikkan abu rokok ke asbak.

"Temukan dia lebih dulu, aku akan membayarmu dengan harga yang tinggi jika kau berhasil menemukannya."

Setelah kembali dari kasino, di balkon Dante membicarakan banyak hal dengan Alberto, salah satu orang yang bisa ia ajak bicara adalah pria itu, jika dulu adalah dia dan ayahnya.

"Bagaimana dengan bisnis wine di Roma?"

"Berjalan dengan baik, tetapi laporan yang masuk tercatat penjualan menurun karena kita memiliki saingan baru."

"Kita harus menyingkirkan pesaing kita." Alberto menutup koran yang sedang dibacanya. "Kita tidak boleh diam saja."

Dante menghembuskan asap rokoknya. "Biarkanlah."

"Dante?" Alberto tidak setuju dengan keputusannya. "Ingat apa yang selalu dikatakan ayahmu dulu? Saat ada pesaing, munculkanlah ide baru untuk kembali menyainginya."

"Tetapi tidak dengan cara pertumpahan darah, aku muak melakukannya." Dante berucap sambil menjetikkan abu rokok ke asbak.

"Maka cobalah untuk lebih pintar."

Dante mengerutkan keningnya lalu menghisap rokoknya. "Maksudmu dengan memanfaatkan peluang?"

"Iya, bekerja samalah dengan pebisnis lainnya yang satu jalan denganmu dalam menciptakan hal baru, lalu saat ada peluang kau harus bisa mengambil alih dengan lebih cepat hingga gerakan yang kau ambil tidak terlihat olehnya."

Dante memikirkan ucapan Alberto sambil menghembuskan asap rokoknya, lalu perlahan menganggukkan kepalanya, tetapi kali ini ia anehnya sulit mencerna apa pun, pikirannya terombang-ambing memikirkan Isabel.

"Permisi Tuan."

Dante dan Alberto menatap seorang pria yang baru saja menghampiri mereka.

"Pelaku yang menusukmu sudah berhasil ditemukan, dia ada di sini sekarang." ucapnya dengan penuh hormat.

Dante membuang rokoknya ke asbak dengan emosi, lalu bangkit dari tempat duduknya, akhirnya pelaku yang menusuknya dapat ditemukan, lalu ia pergi untuk menemuinya.

Di sisi lain, Isabel dengan ragu membuka pintu rumah barunya, ia ingin langsung masuk ke kamarnya, untuk saat ini ia berharap tidak ada yang melihat kedatangannya, ia ingin menghabiskan waktunya sendiri terlebih dahulu.

"Isabel."

Isabel yang baru saja masuk ke dalam rumah, mendapati Camilla dan Asti yang berdiri tak jauh dari pintu.

"Kami sudah menunggumu, kemarilah. Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan." Camilla memanggilnya.

Mereka semua duduk di kursi yang ada di ruangan utama rumah itu.

"Apa polisi kemari? Apa ada informasi baru dari hasil pencarian mereka tentang Ruby?"

Camilla dan Asti menggeleng. "Belum ada, dan Isabel... aku dan Camilla berpikir untuk mengangkat suara kita di hadapan umum agar orang-orang tahu apa yang terjadi pada kita semua."

"Kita tidak mungkin terus bungkam saja karena takut melawan Dante."

"Kita juga tidak bisa terus mengandalkan uangmu, kita juga perlu beberapa tenaga pendidik untuk mengajar anak-anak, mereka harus memiliki masa depan yang baik."

Isabel menelan ludahnya, ia setuju dengan ucapan yang dikatakan Camilla dan Asti, tetapi ia sangat takut justru itu akan berbalik buruk pada mereka.

"Camilla, Asti, apa akan aman jika kita melakukannya? Mereka bahkan sudah berencana akan membunuh kalian." Nada bicara Isabel bergetar di akhir dan ia meremas roknya dengan kuat.

"Isabel, jika kita tidak mencobanya kita tidak akan tahu. Aku dan Asti sudah membuat poster untuk kita gunakan di jalan nanti, termasuk untuk mencari Ruby, mari kita pergi sekarang, dan semua anak-anak sudah kami nasehati agar mereka tetap di dalam rumah."

TBC

Jangan lupa vote, komen, dan follow akun aku, makasih!><

𝐅 𝐄 𝐀 𝐑 𝐋 𝐄 𝐒 𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang