𝟑𝟑. 𝐎𝐮𝐭𝐛𝐮𝐫𝐬𝐭 𝐨𝐟 𝐀𝐧𝐠𝐞𝐫

108 13 8
                                    

_

■■■

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

■■■

Malam semakin larut—di kamarnya yang redup, Dante menatap lurus ke arah jendela yang tertutupi oleh tirai putih yang tipis, sehingga cahaya rembulan dan lampu dari luar sana menembus masuk, ia duduk di sofa yang berada di kamarnya sambil menghisap sebatang rokok, dan bertelanjang dada dengan perban yang membalut luka di perutnya.

Dante menghisap rokok itu secara perlahan, menghembuskan asapnya sambil memejamkan matanya, selain menyandarkan punggungnya, sesekali ia menyandarkan kepalanya pada penyangga sofa, berharap beban di kepalanya dapat terasa lebih ringan.

Hidup penuh masalah dan bahaya di setiap napasnya sudah seperti menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidupnya, meski terkadang ia berada di titik lemah, ia selalu berhasil menyembunyikan semua itu di balik wajah dinginnya dan melangkah tanpa gentar sedikit pun di hadapan orang-orang.

Di malam yang sunyi itu, dia tenggelam dalam pikirannya, pikirannya berkecamuk dan hampir tak mampu dia bendung, seolah hampir meledak dari kepalanya.

Kamarnya di malam itu tampak kacau, tidak seperti biasanya. Beberapa botol anggur berkualitas berserakan di atas meja dengan beberapa gelas tergeletak sembarangan.

Dante benar-benar semakin frustasi, selain kebencian pada Isabel yang tak berujung dan kiat menyulut, penyesalan-penyesalan terhadap sang kakak kembali muncul setelah melihat fotonya yang duduk bersampingan bersama wanita tak kenal takut itu.

Dante mengetukkan puntung rokoknya pada asbak sambil menghela napas gusar, ia terus bertanya-tanya setelah melihat foto mereka bersama, apa sebenarnya hubungan mereka? Dan bagaimana bisa Isabel mengenal kakaknya, bahkan dekat dengan kakaknya??

Dante membuang rokoknya lalu mengambil segelas anggur dan meneguknya hingga tak tersisa setetes pun, ia mengerang dengan kuat sambil memegangi kepalanya lalu melangkah keluar setelah meraih pistol yang berada di antara botol-botol anggur tersebut.

Dante melangkah keluar dari kamarnya dengan terhuyung-huyung karena pengaruh alkohol yang diminumnya, tetapi langkahnya dapat dikatakan stabil untuk orang yang telah meminum alkohol dengan sangat banyak.

Mata tajam, bak elang itu menyusuri jalanan yang dilaluinya, suara tawa yang sebelumnya terdengar samar hingga kamarnya mulai terdengar semakin keras selagi ia mendekat ke arah suara.

Dante berhenti tak jauh dari sekumpulan para soldato atau anggota mafia di kediamannya yang sedang berbincang sambil bermain kartu dan minum di area taman.

"Sungguh tak berguna." Dante menggeram kesal dan tanpa berpikir panjang menembak mereka semua dari kejauhan, dan menyisakan salah satu dari mereka.

"T-Tuan Dante..." Seorang anggota mafia yang tersisa itu menundukkan kepalanya dengan tubuh yang bergemetar ketakutan saat Dante melangkah ke arahnya, dan ia melirik pada sebuah pistol yang berada di meja di sampingnya, haruskah di malam ini dia menghinati tuannya dan membunuhnya untuk menyelamatkan dirinya sendiri?!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐅 𝐄 𝐀 𝐑 𝐋 𝐄 𝐒 𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang