𝟐𝟑. 𝐖𝐨𝐫𝐫𝐲

632 24 0
                                    

_

■■■

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

■■■

Isabel berjalan dengan menyeret kakinya dan beberapa kali meringis kesakitan karena sakit di tubuhnya akibat berlatih bertarung di markas rahasia itu.

Tubuhnya terasa begitu remuk, pria yang melatihnya memperlakukannya layaknya seorang pria.

Kini Isabel menuju perjalanan pulang, ia merasa hampir kehilangan kesadarannya, sudut bibirnya pun begitu perih karena robek akibat sebuah pukulan yang mengenai wajahnya.

"Arrghh!" Isabel terjatuh, ia tak kuat lagi berdiri.

Sebuah kesepakatan yang dilakukan tadi terasa begitu singkat, sedangkan dua tahap uji kelayakan yang dilakukan terasa begitu lama.

Pria yang kenal dengan ayahnya itu pun berkata pada Isabel agar dia berhenti di hari itu juga dan membatalkan keputusannya, tetapi tekadnya sudah kuat.

Isabel ingin segera menemukan Ruby dan ikut terlibat dalam mencari tahu siapa pelaku yang membunuh kedua orang tuanya.

Isabel menyeka sudut matanya yang berarir, meski terus menguatkan dirinya bahwa saat ini ia baik-baik saja, tetap saja air matanya mengalir begitu saja, ia tak kuat dengan rasa sakit yang dirasakannya.

Isabel terus berusaha bangkit sambil menahan rasa sakitnya.

"Isabel, apa yang terjadi padamu?!"

Isabel memekik terkejut dan meringis karena Dante bertanya sambil mencekal salah satu lengannya untuk melihat wajahnya yang tertunduk, dan berniat membantunya berdiri, tetapi dia tidak sadar kalau dia sangat kasar.

Melihat Isabel menatap tajam ke arah lengannya yang dicekal, Dante segera menjauhkan tangannya.

"Apa yang terjadi padamu?? Siapa yang memukulimu??"

Isabel mengabaikan ucapan Dante dan mulai melangkahkan kakinya.

Di tempatnya berdiri, Dante menghela napas secara kasar sambil memperhatikan Isabel yang kesulitan berjalan, lalu ia mendekat padanya dan menggendongnya seperti karung beras.

Isabel terus berteriak meminta dilepaskan sambil memukul-mukul punggungnya, tetapi Dante tidak mendengarkan lalu menurunkannya di samping mobil.

"Aku tanya sekali lagi, siapa yang memukulimu??" Dante meninggikan nada bicaranya sambil menyudutkannya.

Dante gelisah, ia takut Isabel kesulitan karena campur tangannya lagi, mengenai dua orang pembeli rumahnya pun sudah ia beri pelajaran, ia bahkan tidak menduga kalau mereka akan mengambil keuntungan dari hal itu, ia mengetahuinya dari anak buahnya.

"Apa pedulimu?" Isabel balik bertanya sambil mengambil langkah maju yang membuat Dante melangkah mundur.

Dante terkekeh, pertanyaan Isabel dengan nada bicara yang bergetar itu terdengar lucu sekali. "Aku tidak peduli padamu, tetapi mengasihanimu."

Isabel tertohok dan heran, mengapa Dante selalu memiliki jawaban untuk menjawab pertanyaannya yang menohok, ia pikir itu akan membuatnya bungkam.

Kemudian Isabel melangkah pergi, tetapi Dante segera menahannya. "Aku tidak peduli kau akan memberitahuku atau tidak siapa yang memukulimu, tetapi aku ingin mengantarkanmu pulang."

Isabel terdiam, sebenarnya saat ini ia sangat membutuhkan bantuan, ia ingin segera sampai di rumah.

Dante yang sebelumnya memegang pergelangan tangan Isabel, perlahan turun menjalin jari jemarinya, menggenggamnya dengan erat dan mengajaknya masuk ke dalam mobil, ia tidak sabar menunggu jawabannya yang lama sekali, dan sekarang ia tidak menerima penolakan, ia ingin membantunya.

Di tengah perjalanan tidak ada pembicaraan apa pun di antara mereka, sampai akhirnya Isabel pun terlelap tidur.

Dante menepikan mobilnya ke tepi jalan sebelum sampai di tempat tujuan.

Dante memperhatikan Isabel yang tertidur dengan wajah yang terlihat lelah, dan apa yang membuatnya babak belur seperti itu? Pipinya pun terlihat agak membiru dan sudut bibirnya berdarah.

Dante dengan ragu mengulurkan tangannya untuk menyentuh luka di sudut bibir Isabel, lalu ia menggeleng keras, mengurungkan niatnya untuk melakukan itu.

"Isabel." Dante membangunkannya walaupun mereka belum sampai.

Kemudian tatapan Dante turun menatap lengannya, ada memar juga di sana, ia benar-benar ingin tahu yang sebenarnya terjadi pada Isabel, ia yakin dia pasti dipukuli orang lain, tidak mungkin jika dia memukili atau menyakiti dirinya sendiri.

Isabel mulai terusik dari tidurnya karena kedinginan, Dante segera membuka jasnya, tetapi mengurungkan niatnya saat dia membuka matanya.

"A-apa kita sudah sampai?" Isabel menegapkan posisi duduknya dengan kikuk, ia kesal pada dirinya sendiri, bisa-bisanya ia malah ketiduran di samping orang yang berbahaya seperti Dante.

"Belum." Kemudian Dante melajukan mobilnya, sedangkan Isabel menatap ke luar melalui jendela, ia takut saat ini mereka bukan berada di jalan yang benar.

Isabel benar-benar krisis kepercayaan dan harus selalu waspada pada Dante, jika ia lengah, dia kapan pun bisa mencelakainya, bukan?

Isabel segera keluar dari mobil setelah mereka tiba di depan rumahnya. "Terima kasih." ucapnya setelah Dante keluar dari mobil.

Dante hanya diam walaupun sebenarnya ada yang ingin ia bicarakan dengan Isabel.

"Isabel, tunggu." Dante menghentikannya saat Isabel mulai melangkah dengan kesulitan. "Ingin kubantu?" ucapnya sambil mengisyaratkan kalau ia bisa membantunya dengan memapahnya.

"Tidak perlu." Isabel menatap Dante dengan tak nyaman karena waspada terhadapnya.

Dante menyadari Isabel seperti waspada terhadapnya, ia pun tidak kunjung pergi, ia akan menunggunya sampai dia masuk ke dalam rumahnya.

TBC

Cie yang mulai khawatir, katanya pengen buat Isabel menderita?🤡

𝐅 𝐄 𝐀 𝐑 𝐋 𝐄 𝐒 𝐒Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang