Dante yang awalnya hanya berniat menghancurkan kehidupan Isabel, seiring berjalannya waktu malah membuatnya terobsesi untuk memilikinya.
Apa yang harus Dante lakukan agar Isabel yang membencinya menjadi miliknya?
Note:
CERITA INI DARI PIKIRAN AKU SE...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
■■■
Sudah dua hari Isabel tidak terlihat di bar ataupun di panti asuhan, Dante bertanya-tanya kemana dia? Apa dia bermalas-malasan di rumahnya?
Dante yang penasaran pun memutuskan mengunjungi rumah Isabel, ia mengetuk pintu beberapa kali dengan sabar karena sudah lama menunggu pintu tak kunjung dibukakan.
Dante terdiam, ia pikir sepertinya Isabel tidak ada di rumahnya? Ia mengendikkan bahunya lalu pergi dari sana, tetapi mengurungkan niatnya dan mencoba membuka pintu rumahnya, ternyata pintu tidak dikunci.
"Isabel." Dante memanggilnya sambil melangkah masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada sahutan apa pun.
Dante semakin yakin kalau Isabel tidak ada di rumahnya, tetapi kenapa dia ceroboh sekali tidak mengunci pintu rumahnya?
Dante mengerutkan keningnya saat melihat sebuah pintu ruangan yang sedikit terbuka, lalu dengan ragu ia membuka pintu ruangan itu lebih lebar, ia terkejut melihat Isabel ternyata ada di ruangan itu, dia tidur di atas tempat tidurnya.
Dante mengedarkan pandangannya, menatap dinding kamar Isabel yang dipenuhi lukisan, lukisan-lukisan itu sangat menarik perhatiannya, siapa yang melukisnya?
Perhatian Dante teralihkan, menatap pada selembar obat yang ada di atas nakas dan terlihat sudah terminum beberapa butir, lalu ia mengambil obat tersebut.
Dante meletakkan selembar obat itu lalu menyentuh dahi Isabel yang terasa panas, ternyata dia demam tinggi.
"Isabel." Dante memanggilnya, berharap dia segera bangun.
Setelah Dante mencoba membangunkan Isabel, tetapi dia tak kunjung bangun, ia akhirnya memutuskan untuk merawatnya dengan mengompres dahinya menggunakan air dingin.
Dante duduk di kursi yang ia letakkan di satu sisi tempat tidur, ia pun dengan telaten menyeka keringat di dahi dan leher Isabel.
Dante menatap arlojinya, pukul dua siang nanti ia ada janji pertemuan dengan beberapa orang, ia akan pulang dan bersiap berangkat ke tempat pertemuan yang telah ditentukan.
Namun, Dante merasa berat hati meninggalkan Isabel, ia ingin berada di sisinya sampai dia sadar, dia harus tahu kalau ia merawatnya dengan baik.
"Ibu... ayah..."
Dante menarik sudut bibirnya, akhirnya Isabel mulai terbangun dari tidurnya.