Dante yang awalnya hanya berniat menghancurkan kehidupan Isabel, seiring berjalannya waktu malah membuatnya terobsesi untuk memilikinya.
Apa yang harus Dante lakukan agar Isabel yang membencinya menjadi miliknya?
Note:
CERITA INI DARI PIKIRAN AKU SE...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
■■■
Isabel pikir semua pria itu keluar dari aula akan pergi dari panti, tetapi ternyata tidak, mereka pergi ke area lain, kecuali Dante dan seorang pria yang terlihat seusia dengannya, mereka pergi dari panti.
"Apa-apaan ini!" Isabel terkejut melihat berkas anak-anak di panti dikeluarkan dari lemari.
"Kami akan membakarnya, Tuan Dante memerintahkan mulai dari hari ini kami akan membereskan tempat ini, dan membunuh kalian jika kalian menolak pergi."
"Tidak—"
"Isabel." Seseorang memanggilnya.
Isabel menoleh ke arah pintu ruangan kantor itu, ia menemukan beberapa pengurus panti yang menatapnya dengan putus asa.
Isabel menghampiri mereka dan meminta agar mereka terus berjuang demi panti, tidak menyerah begitu saja.
"Cukup, Isabel, cukup..." seorang pengurus panti terisak sambil memegang kedua lengannya. "Kita tidak bisa melawan mereka, kita harus tetap pergi, dan kau segera pulanglah."
Isabel menggeleng dan berusaha berpikir cara yang harus dilakukan agar para pria itu berhenti mengacak-acak isi kantor panti yang berisikan dokumen penting dari anak-anak.
Isabel mengusak rambutnya, ia sekarang sama sekali tidak bisa berpikir dengan baik, ia benar-benar emosi!
"Ke mana Dante pergi??" tanya Isabel pada para pria itu, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang menjawabnya.
Isabel berdecak, lalu keluar dari ruangan itu, ia akan pulang dan bertanya pada ayahnya karena saat membicarakan tentang Dante, ternyata ayahnya tahu beberapa hal tentang pria itu, ia akan menanyakan tempat tinggalnya, siapa tahu ayahnya mengetahuinya.
Isabel terus berlari menyusuri trotoar jalan yang dipenuhi keramaian pejalan kaki, lalu menyeberang jalan.
"TINNNN!!!!"
Isabel terjatuh dibarengi suara klakson mobil yang berbunyi kencang, ia hampir tertabrak oleh mobil.
Isabel segera bangkit sambil memegangi kakinya dan membungkuk sebagai permintaan maaf karena ceroboh langsung menyeberang jalan, lalu ia kembali melangkah, dan setelah tiba di rumahnya ia baru menyadari kalau lututnya berdarah saat terjatuh tadi.
"Ibu, ayah, aku pulang—" Baru saja membuka pintu Isabel langsung terdiam dengan mata terbelalak, ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, dan dengan lemah tubuhnya jatuh.
"Ibu... ayah...." Isabel terisak dengan tatapan yang perlahan berubah menjadi kosong.
Tepat di ruangan utama rumahnya, kedua orang tuanya ditemukan tergeletak dalam keadaan bergelimang darah.
"Ibu... ayah... siapa yang melakukannya...." Isabel meracau sambil mendekat pada jasad mereka.
"Siapa yang membunuh kalian...." Isabel menatap luka tembakan yang banyak di sekitar tubuh ayah dan ibunya.