Salsa dan Nanda pernah main ke rumah Mbak Lita dan Mas Reno sebelum mereka menikah. Tidak ada yang spesial, sebenarnya. Saat itu Mbak Lita berinisiatif mengundang mereka berdua makan-makan bareng. Hasil masakan Mama Mas Reno tentu saja, karena Mbak Lita sangat payah dalam hal urusan dapur.
Persiapan pernikahan Salsa dan Nanda sudah mulai masuk tahap nyaris selesai saat itu. Mereka pun sudah banyak berdiskusi tentang rencana mereka ke depan. Walau saat itu Nanda masih belum mengungkit perkara rumah yang akan dibelinya untuk Bapak dan Raihan, tapi secara garis besar mereka sudah tahu bagaimana mereka akan menjalankan rumah tangga.
Namun, ada satu topik yang masih belum diangkat secara serius oleh Salsa dan Nanda.
Anak.
Iya, tentang anak.
Melihat Nanda yang dengan luwes berinteraksi dengan Fadel dan Kayla—anak Mbak Lita dan Mas Reno—dan mengajak mereka bermain, Salsa jadi tersentuh. Salsa memang tidak pernah meragukan kemampuan Nanda berinteraksi dengan orang lain. Lelaki itu juga sangat bertanggung jawab mengemban posisinya sebagai pemimpin kantor walaupun sering dibuat pusing dengan tingkah laku karyawannya yang unik-unik. Dan sekarang, melihat lelaki itu ternyata bisa bertingkah lucu bersama anak-anak, Salsa semakin bersyukur karena ternyata calon suaminya punya potensi jadi ayah yang baik.
Salsa tidak pernah terpikirkan akan menikah secepat ini. Dia saja tidak pernah dekat dengan laki-laki manapun, mana sempat terpikirkan menikah dan punya anak? Kalaupun dia akan menikah, bayang-bayang itu masih begitu jauh. Sampai akhirnya Nanda datang dan menawarkan dirinya untuk menjadi suaminya, menghabiskan sisa waktu mereka bersama-sama.
"Mikirin apa, to, Dek?" Nanda meletakkan setoples keripik pisang yang baru mereka beli bersama dengan segelas es jeruk manis yang diperasnya di dapur. "Ngantuk? Bobo ae, a (mau tidur aja)?"
Salsa menggeleng kecil, tersenyum ke arah Nanda yang kini duduk di sebelahnya. Setelah dari rumah Mbak Lita dan Mas Reno, Nanda tidak ingin buru-buru mengantar Salsa pulang ke kos. Dia justru mengajaknya main dulu ke rumah Nanda. Salsa juga ingin mengajak Nanda berdiskusi tentang anak, makanya dia setuju saja.
"Mas sering ketemu Fadel sama Kayla? Akrab banget tadi kelihatannya," Salsa membuka toples keripik lalu menyodorkannya ke arah Nanda agar lelaki itu mengambil dulu. Nanda menarik satu, lalu menggigit keripik di tangannya hingga beberapa remahnya berserakan ke kaos yang dikenakannya. Salsa dengan sigap meraih sehelai tisue di meja, lalu membantu Nanda membersihkan remahan keripik itu. Nanda tersenyum kecil.
"Lumayan," Nanda menjawab, masih dengan senyum di bibirnya. Tangannya ikut bergerak membersihkan remahan keripik. "Mbak Lita kan udah kerja bareng Mas sebelum Kayla lahir. Dulu sebelum kenal daycare dan Mas Reno nggak bisa jagain Fadel, Mbak Lita sering bawa Fadel ke kantor. Kalau Mbak Lita kebetulan ada meeting dan Mas lagi kosong, ya Mas yang jagain Fadel."
Salsa manggut-manggut paham.
"Mas pengin punya anak laki-laki atau perempuan?"
Nanda terdiam sesaat. Lalu sebuah senyum terulas di bibirnya. "Sama aja. Sedikasihnya aja. Asal ibu dan anaknya sama-sama sehat," Nanda menjawil ujung hidung Salsa.
"Mas penginnya punya anak berapa?"
"Adek penginnya punya anak berapa?" Nanda balas bertanya. Salsa menjawabnya dengan kedikan bahu. Nanda menggumam sesaat. "Mas sih, terserah Adek. Kan Adek yang hamil. Kalau Adek penginnya punya satu anak aja, nggak apa-apa. Pengin punya dua anak biar kayak kamu sama Raihan, juga nggak apa-apa. Punya sebelas anak biar bisa jadi tim sepakbola? Ayo-ayo aja,"
KAMU SEDANG MEMBACA
No Exit Plan
RomanceTidak seperti di film-film, Nanda dan Salsa jatuh cinta secara perlahan. Saling mengenal, menemukan kesamaan dan kecocokan, lalu memutuskan untuk menikah. Mereka pikir, berbekal cinta saja sudah cukup. Mereka pikir, berbekal kedewasaan sudah cukup...