"Udah Subuh, Sayang," suara Nanda berbisik di telinga Salsa. "Mas udah siapin air anget tuh, di bathtub. Kamu tinggal mandi sama keramas. Keburu makin siang loh, Dek." Nanda mengusap pelan lengan Salsa.
Salsa menggeliat kecil dan membuka matanya perlahan. Penglihatannya awalnya buram dan semakin jelas dengan pemandangan Nanda yang sudah memakai kaos dan bokser. Salsa mendadak sadar bagaimana keadaannya saat ini. Dia berniat menenggelamkan dirinya lagi ke gulungan selimut, tapi Nanda segera mencegah sambil terkekeh kecil.
"Bangun, Sayangku, masa Subuhnya dijamak sama Dhuha? Malaikatnya bingung nyatetnya!" ledek Nanda, menarik selimut yang membungkus tubuh polos Salsa.
"Mas udah?" Salsa bersikukuh menahan selimut itu. Dia malu, lah!
Nanda yang akhirnya menyerah, tapi ia masih mengusap puncak kepala Salsa dan menjawab dengan nada geli. "Udah malah sebelum Subuh Mas mandi dulu. Tadi mau ngajak bareng, tapi nggak tega kamunya masih nyenyak gitu."
Salsa mengintip dari balik selimut. "Mas nggak tidur?"
Nanda mengedikkan bahu. "Masih jet lag kayaknya. Nggak bisa tidur. Malah nontonin istri Mas bobo pules banget," lelaki itu mendaratkan satu kecupan kecil di kening Salsa. "Ngapain ditutupin, lha wong Mas semalem juga udah liat semua?"
Salsa menjejak kakinya kesal yang mengundang kekehan lanjutan dari suaminya itu. Namun tak urung ia segera duduk dan melirik jam dinding yang memberi pertanda bahwa memang hari akan segera benderang. Ia buru-buru bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi sambil celingukan mencari bajunya, mengabaikan Nanda yang memperhatikannya dengan senyum jahil. Sayangnya, Salsa tidak menemukan satu helai pun pakaian yang ia kenakan semalam. Salsa mengerling sekilas, Nanda membalasnya dengan satu alis terangkat seolah menantang.
Ugh!
Salsa menyerah, melepas selimut itu di lantai dan buru-buru masuk kamar mandi. Dari dalam kamar mandi dia bisa mendengar tawa puas suaminya. Well, setidaknya Nanda juga menyiapkan bathrobe untuknya di kamar mandi.
Salsa merengut, merasakan dadanya yang penuh dengan perasaan sebal dan bahagia sekaligus.
***
"Pelan-pelan, Sayang, makannya," Nanda terkekeh geli, mengusap ujung bibir Salsa yang belepotan bumbu pecel. "Padahal kalau mau tuh kamu bisa motong timun sendiri, goreng tahu tempe, nuang air panas ke bumbu yang udah jadi—"
"Beda, Mas."
"Nggak lengkap ya kalau bikin sendiri? Males motonginnya ya?" tebak Nanda, masih dengan nada geli.
Salsa menggelengkan kepala. "Nggak disuapin."
Nanda terbatuk kecil. Salsa yang ganti tertawa.
"Adek? Jangan bikin Mas deg-degan gitu, dong!"
"Adek nggak ngapa-ngapain?"
Nanda menyodorkan sesendok pecel lagi ke bibir Salsa yang segera disambut senang oleh perempuan itu. "Mas kaget sama character development ini. Kamu nggak bertukar jiwa, kan?"
Salsa mencebikkan bibir. "Abis dari kampung santa clauss bikin halu, kah? Mana ada bertukar jiwa."
Nanda tertawa lepas. Ia mengaduk makanan di piring lalu menyuapkan sesendok untuk dirinya sendiri. Mereka saling pandang, lalu saling tersenyum sambil mengunyah sarapan mereka.
"Gimana Madiun?" Nanda membuka percakapan dengan hati-hati. Salsa berhenti mengunyah sejenak, lalu meneruskan makannya sambil memutar isi kepala untuk merangkai kata.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Exit Plan
Roman d'amourTidak seperti di film-film, Nanda dan Salsa jatuh cinta secara perlahan. Saling mengenal, menemukan kesamaan dan kecocokan, lalu memutuskan untuk menikah. Mereka pikir, berbekal cinta saja sudah cukup. Mereka pikir, berbekal kedewasaan sudah cukup...