Chapter 30: Hello End

939 81 25
                                    



"Mas, kamu mau dengar berita mengejutkan apa dari kantor?"

Nanda sedang memangku Gendhis yang tertawa-tawa. Di kedua tangan Nanda ada sarung tangan boneka yang tampaknya baru saja ia gunakan untuk bermain lakon.

"Adek nggak ngantor seminggu, sekalinya ke kantor malah bawa gosip. Gimana ini konsepnya?" ledek Nanda, menggelengkan kepala sambil mendecak kecil. "Nduk, lihat Ibu tuh, masa pulang-pulang bawa gosip? Mbok ya Ayah dicium dulu, ya to?" Nanda berkata pada Gendhis seolah Salsa tidak melihatnya.

Salsa mendengkus kecil, lalu mengecup kedua pipi Nanda. Lelaki itu tersenyum penuh kemenangan. Sementara Salsa langsung membawa Gendhis dalam gendongannya. Ia lalu mendusalkan hidungnya ke pipi gembil Gendhis, menghidu wangi bedak bayi dari kulit putrinya itu.

"Ibuk bau! Ibuk bau!" Nanda meledeknya lagi dengan nada dibuat-buat seperti dia adalah anak kecil. Gendhis tertawa-tawa mendengar suara sang ayah yang terdengar jenaka di telinganya. Sementara Salsa menatapnya sebal. Nanda malah ikut tertawa melihat ekspresi Salsa.

"Apa to, Buuuk?"

Salsa mendecak, menyerahkan Gendhis lagi ke pangkuan Nanda, lalu menutup kedua telinga Gendhis seakan tak ingin putri kecil mereka mendengar apa yang akan dikatakan Salsa.

"Eliz udahan sama calon pacarnya. Ternyata si calon pacarnya itu masih punya pacar."

Nanda langsung melongo.

"Moses sama Raia mau tunangan tiga bulan lagi."

Nanda makin melongo.

"Perasaan cuma ditinggal sehari, kenapa Adek dapat cerita lebih banyak daripada Mas yang ketemu mereka hampir setiap hari di kantor?!" protes Nanda.

"Kan aku bunda-nya."

Nanda merotasikan bola matanya. "Grup itu masih ada? Kan kamu statusnya bukan karyawan tetap lagi."

"Ya, tapi kan aku tetap bunda."

"Geli banget manggilnya 'bunda'. Kakehan polah."

Salsa melepaskan tangannya dari telinga Gendhis, terkekeh geli.

"Mbak main apa sama Ayah?" Salsa menyapa Gendhis yang menarik-narik blazer Salsa. "Enak mana main sama Ayah atau sama Ibuk?"

"Sama Ayah, lah. Ibuk bau."

"Enak aja bilang bau."

"Adek belum mandi, ya bau, lah!"

Salsa mencibir. "Gendhis nggak rewel?"

"Nothing that I can't handle," jawab Nanda, jemawa. Salsa mencibir lagi. "Tapi kalau mau digantiin, boleh banget loh, Dek. Ini punggung Mas mulai encok."

Perempuan itu mendengus lagi. Bibirnya menyunggingkan senyum.

"Gitu kok bilang mau nambah anak."

"Lho, bikin anaknya kuat, lah."

"Mas!"

Nanda terbahak. Gendhis ikut terbahak karena melihat sang ayah tertawa lepas. Tentu saja, batita itu mana mengerti apa yang sedang dibicarakan orang tuanya.

"Adek mandi dulu. Biar Gendhis main sama Mas dulu." usir Nanda di tengah tawanya. "Ya, kan? Mbak Gendhis masih mau main sama Ayah, kan? Sama... graaaggrhh, monster cookie! Nyam nyam nyam nyam!" Nanda mengarahkan satu boneka sarung tangan ke seluruh tubuh Gendhis, berakting seolah boneka itu akan menggigit lengan, perut, dan kaki Gendhis. Putri mereka itu kembali tergelak lepas. Membuat kedua orang tuanya ikut tertawa melihat sang putri terlihat bahagia.

No Exit PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang