G'R ~20

143 10 15
                                    

Suara burung berkicau diiringan dengan shalawat kepada sang pencipta menambah kesan damai dalam sebuah rumah sederhana.

Abah terus menyenandungkan shalawat bersama beberapa santri di halaman ndalem, Gus Rafa turun ikut bergabung dengan semuanya.

Umi Anna berserta Nazeva sibuk menyiapkan sarapan untuk mereka yang sedang berada di halaman. Mertua dan menantu itu tidak menunjukan bahwa mereka sebatas menantu dan mertua, tetapi bagikan ibu dan anak yang sedang meluangkan waktu bersama dikala kesibukan melanda.

"Nak itu nanti tolong di masukkan sayurnya kalo airnya udah mendidih." Titah umi Anna yang sibuk memotong daging.

"Siap umi."

Nazeva menata buah yang telah terkupas di atas nampan, tangannya juga bergerak menyusu gelas di atas nampan bersama teh yang terletak didalam teko antik itu.

"Umi, Ze bawa ini dulu ya. Nanti ze kesini lagi."

"Hati hati nak, panas itu."

"Siap nyonya besar."

Nazeva berjalan meninggalkan uminya dengan sebuah nampan berisi teh serta buah, Langkah anggun itu berjalan menuju halaman rumah, pandangan menatap kagum semua orang yang berada di halaman.

"Masyaallah, sungguh nikmat mana yang telah engkau kirim kepada hamba, beribu-ribu kenikmatan yang engkau kirim kepada hamba mu ini ya Allah."

Nazeva melangkahkan kakinya menuju halaman, seorang Santri yang paling belakang melihat Nazeva segera berdiri menghampirinya.

"Biar saya saja Ning."

"Terimakasih ya, bagi sama mereka ya. yang adil."

"Siap Ning terimakasih untuk sarapannya. Permisi Ning."

Nazeva mengangguk ketika remaja kecil itu berjalan meninggalkannya, dengan cepat ia kembali kedalam rumah untuk membantu sang mertua.

Umi Anna menatap Nazeva yang telah kembali, Nazeva yang tersenyum sambil berjalan menujunya.

"Ada apa nduk?"

"Ndak ada umi, Nazeva hanya sedang menikmati rezeki yang Allah kasih kepada Zeva umi."

" Selalu bersyukur ya nak, Allah itu maha mengetahui baik buruknya untuk ciptaannya. Ya sudah ayok lanjut masak."

*****

[Rafa, Abang dapat info kalo jiddah akan menetap sementara di rumah Abah mu. Tolong jaga adik ipar takutnya jiddah melukai hatinya itu yang di sampaikan mba Fira.]

Gus Rafa memandang pesan itu dengan dingin, lelaki tampan itu hanya menghela nafas panjang.

Abah yang berada di samping Gus Rafa menatap putra nya itu dengan heran. Tangannya langsung mengelus punggung lelaki tampan itu untuk menenangkan.

"Ada apa nak?"

Gus Rafa menatap sang abah "jiddah ingin menetap beberapa waktu di sini."

"Iya sudah nak, biarkan yang terpenting kamu harus selalu percaya kepada istrimu. Muliakan dia karena ridho Allah berjalan bersamanya. Tidak perlu mendengarkan ucapan orang lain. Paham kan nak."

"Insyaallah ana paham Abah, terimakasih telah selalu mendukung ana dan ze Abah."

"Pasti nak, Abah akan selalu menjadi rumah untuk ze. Abah akan selalu berusaha menjadi seorang ayah untuk ze. Tolong jaga ze nak, jangan engkau sakiti hatinya."

Gus Rafa (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang