Arumi berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan langkah cepat. Matanya melihat nomor yang tertempel di pintu ruang rawat. Langkahnya terhenti saat ia sudah menemukan ruangan yang ia cari. Arumi segera membuka pintu dan langsung menampilkan gadis yang sedang bersandar sambil memakan buah apel dengan tenang.
"Kenapa baru ngehubungin sekarang?" Tanya Arumi kesal tetapi terselip nada khawatir.
Ambar, gadis itu menoleh dengan kaget. "Loh, udah pulang?"
Jam masih menunjukkan pukul dua belas siang. Seharusnya belum waktunya untuk pulang, tetapi Arumi sudah berada disini. Antara memang sekolah pulang cepat atau gadis itu yang bolos.
"Bolos."
Ambar menatap Arumi dengan lekat. Seorang Arumi, orang yang selalu patuh pada aturan itu saat ini bolos demi menemui dirinya. Hal itu membuat Ambar tersenyum senang.
Pagi tadi, saat berangkat ke sekolah, ia memutuskan untuk menaiki sepeda. Tetapi karena memang dirinya hari ini yang kena apes, ia terserempet mobil. Tangan dan kakinya terluka, untungnya tidak parah kata dokter, tapi memang lumayan sakit dibuat gerak. Untungnya yang menyerempet itu membawanya ke rumah sakit.
Ia juga baru memberi tahu keadaannya siang hari kepada Arumi dan lainnya di grup yang berisi mereka bertujuh bahwa dirinya berada di rumah sakit. Ia berpikir mereka akan datang saat pulang sekolah saja, tapi ternyata Arumi datang setelah beberapa saat ia mengirim pesan.
Ambar menarik lengan Arumi agar duduk di pinggir ranjang. Ia menatap wajah Arumi yang diselimuti kekhawatiran saat memandangi luka-lukanya.
"Gue gak papa, Kak. Gak parah kok, besok bisa pulang." Ucap Ambar menenangkan.
Arumi menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi amarah dan kekhawatirannya terlalu besar untuk diredam. "Siapa yang nggak khawatir liat lo kayak gini, Ambar? Bisa-bisanya lo baru ngasih kabar?"
"Lo juga sendirian, kalau ada apa-apa dan butuh penanganan cepet dan gak ada orang gimana?"
Ambar menunduk, merasa sedikit bersalah melihat reaksi Arumi yang begitu emosional. "Maaf, gue nggak mau bikin kalian panik. Lagian, kan gue baik-baik aja. Nggak ada yang serius."
"Tetap aja! Lo pikir kita nggak bakal panik setelah tau lo di rumah sakit? Lo bisa aja telpon kita langsung begitu sampai sini!" Arumi mulai menangis, air mata kekhawatiran yang selama ini disembunyikannya mulai mengalir.
Melihat Arumi menangis membuat Ambar merasa semakin bersalah. Ia mengelus tangan Arumi, berusaha menenangkannya. "Maaf, gue beneran nggak bermaksud bikin lo khawatir. Gue cuma nggak mau kalian ninggalin sekolah atau kegiatan lain cuma buat gue."
Arumi mengusap air matanya dengan cepat, "Ya, tapi lo harus ngerti kalau kita peduli sama lo. Dan kalau terjadi sesuatu sama lo, kita harus tau secepatnya. Jangan pernah mikir kita nggak peduli, Ambar.
Ambar mengangguk pelan. "Iya, gue janji. Lain kali gue bakal langsung kasih kabar. Udah dong Kak jangan nangis lagi." Ucapnya mengusap air mata Arumi.
"Janji?" Arumi menatap Ambar dengan mata berkaca-kaca, memastikan.
"Janji." Ambar mengangguk tegas.
Arumi menghela napas lega. Ia menggenggam tangan Ambar dengan erat, seolah takut melepaskan. "Lo bikin gue hampir kena serangan jantung, tahu nggak."
"Lagi enak-enaknya makan mie ayam di kantin, terus lihat notif lo gue kesedak tau."
Ambar tertawa kecil, "Maaf-maaf, gue janji nggak bakal bikin lo khawatir lagi."
Arumi tersenyum tipis, mengelus sayang kepala Ambar. "Lo harus cepet sembuh ya, gue bener-bener gak tega ngeliatnya. Pasti perih banget."
Ambar mengangguk dengan senyum di wajahnya. "Iya, gue bakal cepat sembuh. Gue kan kuat."
KAMU SEDANG MEMBACA
CHANGED [BABYMONSTER] ✓
Roman pour Adolescents[ END ] Bagaimana jika 7 siswi yang tidak akur itu tinggal satu asrama bersama? Please don't copy. © aphrooditee_ | 30 Mei 2024 - 30 Juli 2024