12. Pergi

10 3 0
                                    

Ayah tidak mengajarkanku cara hidup. Namun, dia hidup dan membiarkan aku melihatnya melakukannya

Hubungan ku bersama David semakin dekat, walaupun David belum pernah menyatakan cintanya kepadaku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hubungan ku bersama David semakin dekat, walaupun David belum pernah menyatakan cintanya kepadaku. Bunda dan Ayah sudah semakin tua, Bunda mengidap penyakit stroke yang bisa di katakan ringan. Ayah yang selalu ada buat Bunda, selalu menemani Bunda di masa sulit nya, juga membantu ku mengurus rumah dan merawat kebun yang ia punya.

Aku tahu pasti Ayah sangat kelelahan, tapi Ayah tidak pernah mengeluh. Ayah selalu menyambut ku dengan senyuman, mengajari ku cara bersyukur dan untuk selalu menjaga kewajiban. Aku masih duduk di kelas 3 SMA, tidak bisa 24 jam bersama Bunda, menemani Bunda di rumah. Kak Raka pergi bekerja di pabrik, pergi pagi pulang malam. Selagi ada Ayah hidup akan jauh lebih ringan. Terimakasih Ayah yang selalu ada untuk kami.

David selalu ada untuk ku, menuruti setiap ucapan ku. Selalu menjadikan Aku ratu di dalam hidupnya. Bahagia? Tentu saja. Mendapatkan kasih sayang dari keluarga dan juga orang yang di sukai, membuatku banyak-banyak bersyukur karena itu.

"Bun, pelan-pelan aja." Aku membantu Bunda untuk belajar berjalan memakai tongkat buatan Ayah.

Di hari minggu pagi ini cuaca terasa lebih segar, matahari bersinar dengan teriknya. Ayah pergi ke kebun mengamb air nira untuk membuat gula aren. Ayah pulang pukul 09.00.Aku sedang mengambilkan Bunda makan.

"Nak, sini bantu Ayah dulu cetak gulanya kepala Ayah kok tiba-tiba pusing." Kata Ayah memintaku untuk membantunya.

"Istirahat aja Yah kalau pusing." Kata Bunda yang sedang menikmati makanan nya.

"Iya Yah." Aku berjalan ke arah dapur belakang tempat Ayah membuat gula.

Belum sempat air nira yang sedang di rebus ku masukan ke dalam cetakan, Aku mendengar suara orang terjatuh dan suara teriakan Bunda. Aku bergegas ke ruang makan untuk melihat apa yang terjadi.

"AYAH!" Pekik ku dengan keras melihat Ayah yang terjatuh di ambang pintu antara pintu dapur dengan ruang makan.

Aku memangku kepala Ayah yang jatuh terbaring. Ayah memejamkan matanya dengan nafas tersenggal-senggal. Perasaan ku mendadak menjadi tidak enak, membuat air mataku terjatuh dengan sendirinya. Bunda yang tidak bisa berjalan, hanya terduduk melihat semua yang terjadi dengan tangisan histeris, mencoba memanggil Ayah yang tidak di respon nya.

"Cepat minta tolong." Suara Bunda membuat ku langsung bergegas keluar rumah meminta pertolongan.

Sesampainya di halaman rumah, Aku berteriak dengan kencang.
"TOLONG TOLONG." Suara ku yang keras membuat tetangga berlarisn ke arah ku.

"Kenapa ya'?" Tanya salah satu dari mereka.

"Ayah." Jawab ku dengan isak tangis. Satu kata itu membuat mereka berlarian ke dalam rumah untuk melihat apa yang terjadi. Aku mengikuti mereka dari belakang.

Ayah di bopong dengan para lelaki, untuk di baringkan di kasur lantai rusng keluarga agar lebih nyaman. Bunda di bantu berjalan dengan para ibu-ibu. Aku segera mengambil minyak kayu putih, mengoleskan di telapak kaki Ayah dan tangan nya karena suhu tubuh nya terasa dingin.

"Jemput kakak mu di tempat kerja, itu ada motor di depan rumah, kuncinya di motor pake aja." Ucap salah satu tetangga yang langsung ku turuti.

Aku bergegas keluar rumah, masuk ke halaman tetangga untuk meminjam motornya. Aku mengusap air mataku dengan kasar dan berdoa dalam hati untuk kesembuhan Ayah.

"Kak, Ayo pulang Ayah sakit." Ucapku pelan setelah berada di dekat kak Raka yang sedang bekerja di pabrik. Bergegas kak Raka pun pulang setelah berpamitan kepada bos nya.

Sesampainya di halaman rumah, kak Raka berlari masuk ke dalam rumah. Sudah banyak orang yang datang, ada juga Bidan, ntah siapa yang memanggilnya.

Bidan itu memeriksa tekanan darah dan penyakit apa yang di derita Ayah secara tiba-tiba. Aku mengabari kakak-kakak ku yang lain dan bergegas untuk pergi ke sini.

"innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun." Ucap semua orang yang ada di dekat Ayah. Bunda duduk di atas kursi dengan pandangan kosong, separuh jiwanya pergi, yang menemani nya puluhan tahun, membangun rumah tangga dengan bahagia, membesarkan anak-anaknya bersama-sama, pergi untuk selamanya secara tiba-tiba.

Aku menangis histeris di dekat Ayah, menciumi tangan nya yang selalu ada di saat Aku membutuhkan nya, terasa sangat dingin. Aku berharap Ayah hanya memejamkan matanya sebentar saja lalu tersenyum ke arah ku dan mengusap rambut ku pelan, sambil berkata semua baik-baik saja.

Tanpa Ayah di hidup Aku terasa sangat berat, tanpa Ayah Aku gak yakin bisa ngelewatin semua masalah sendiri. Katanya, anak perempuan adalah cinta pertama Ayah nya, iya itu benar. Aku yang sejak kecil lebih dekat dengan Ayah di banding saudara ku yang lain, Aku yang selalu di tuntut untuk jadi apa yang Ayah mau, hanya Aku gadis kecil yang mirip dengan Ayah.

***

"Ria, kamu itu jangan malas-malas an dong, liat itu berantakan, beresin cepat." Perintah kakak perempuan ku bernama Yana, Yana Zahrana.

"Iya kak." Jawab ku dengan suara parau sehabis menangis. Aku bangun dari kasur dengan mata sembab, kepala pusing dan badan terasa lemas. Aku tidak tidur, hanya menangis menyesali semua yang sudah terjadi. Aku tidak tahu Ayah sakit apa, secara tiba-tiba dia pergi meninggalkan kami semua.

Aku mengambil sapu, membersihkan seluruh ruangan, karena nanti malam banyak orang yang akan datang untuk yasinan. Sebagian kakak ku sudah datang dan sebagian lagi sedang ada di perjalanan. Keluarga Ayah tidak ada yang datang karena susah mencari kendaraan katanya. Banyak tetangga berada di dapur, memasak dan menyiapkan untuk tahlilan nanti malam.

Setelah Ayah di makam kan tadi, kak Yana baru datang, dia menangis di dalam kamar dan tertidur hingga sore. Dia tidak mau membantu ku untuk membersihkan rumah, mempersiapkan acara nanti malam, capek katanya karena perjalanan jauh dari kota. Ingin mengeluh, tapi bukan waktunya. Bunda di dalam kamar lemas, banyak saudara dari Bunda datang untuk menenangkan Bunda.

Malam harinya, semua keluarga dan para tetangga berkumpul di rumah untuk membacakan yasin untuk Ayah. Semoga Ayah di sana hidup dengan tenang. Aku merenung, air mata tidak henti-henti nya menetes, Mengapa semua terjadi secara tiba-tiba?



Semewah apapun gaya hidup kita,
Kelak tanah lah kembali kita.

----

Sulawesi Selatan
24 Juni 2024

Salmasr13

Bawa Aku Kembali! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang