Quatre : Les rainures

467 89 12
                                    

"Apa yang kamu lakukan di sana?" tanya Love ketika melihat Milk naik ke permukaan.

"Mengambil beberapa alat untuk perlindungan diri." Milk menunjuk alat-alat yang diambilnya. Gadis itu memberikan perisai kepada Love.

"Pegang itu, jika dalam bahaya segera berlindung." Love memandang Milk heran namun gadis itu menganggukkan kepala sembari mengambil perisai tersebut.

***

Sementara itu di bagian utara, terdapat pasukan Nordean yang sedang mengalami masalah. Pasukan tersebut di serang oleh beberapa orang yang tidak dikenal. Kakek Verden baru saja tiba di sana setelah perjalanan selama 2 hari, ia ikut andil dalam pertahanan pasukan Nordean melindungi sang putra mahkota, pangeran Ciel.

"Kakek Verden, kenapa bisa ada di sini? Bagaimana dengan Amour?" tanya Ciel setengah berteriak sembari menghunus kan pedangnya ke arah lawannya.

"Tenang saja pangeran, Lait bersama putri Amour. Aku datang untuk membantu agar bisa lebih cepat," jawab kakek Verden sembari menghalau serangan panah dari musuh.

Pertempuran sudah terjadi selama 3 hari dengan pasukan musuh yang menggunakan strategi perang gerilya. Hal itu cukup membuat pasukan Nordean kewalahan namun masih bisa bertahan sampai saat ini. Pangeran Ciel adalah sosok pemuda yang penuh ambisi dan pantang mundur.

"Lalu kenapa bukan Lait saja yang datang? Dia sangat berbakat dalam hal strategi dan perang."

"Tidak bisa pangeran. Lait sudah ditugaskan untuk menjaga putri Amour dengan segenap jiwa dan raga sepanjang hidupnya. Aku tidak bisa membiarkannya langsung terjun ke medan perang, itu terlalu beresiko."

Pertempuran masih terjadi, bahkan sampai matahari mulai terbenam. Banyak prajurit yang telah terkorban kan, namun pasukan Nordean berhasil memukul mundur lawan. Kondisi menjadi sedikit tenang, karena lawan tidak melakukan penyerangan dan kembali bersembunyi.

"Kita harus menyelesaikan ini semua, bunuh pasukan musuh agar kita bisa lewat dengan aman," perintah Ciel. Para prajurit mengangguk patuh kepada perinta

"Bukankah itu terlalu gegabah pangeran Ciel," ujar kakek Verden kepada sang pangeran yang amarahnya memang sudah di ujung tanduk. Pemuda itu benar-benar sudah kehilangan strategi.

"Tidak ada cara lain untuk lebih cepat kakek Verden. Mereka sangat menjengkelkan, aku benar-benar sudah tidak tahan. Semua strategi yang biasa kita gunakan tidak ada gunanya." Ciel berjalan mondar mandir, pemuda itu benar-benar diambang batas kesabarannya.

"Tenang lah pangeran Ciel, cobalah berpikir dengan tenang." Kakek Verden mencoba menenangkan sang pangeran yang tersulut emosi, namun sepertinya emosi lebih kuat dibandingkan pendengaran sang pangeran.

"Sudahlah kakek Verden, jangan sampai aku bertindak kasar padamu. Kamu sudah lama pensiun sebagai Jenderal, jangan coba untuk mengaturku." Ciel pergi dari hadapan kakek Verden dengan kepala yang panas. Pemuda itu benar-benar dikuasai oleh amarah dan keinginan nya untuk segera menemui Amour.

Kakek Verden hanya menggelengkan kepalanya. Ia sejenak membandingkan sikap Lait dan Ciel. Namun langsung ditepisnya, pria tua itu duduk di sana dengan pandangan yang awas berjaga-jaga jika ada musuh yang tiba-tiba menyerang.

***

Malam semakin larut, Love sudah tertidur namun Milk masih terjaga. Gadis itu benar-benar tidak bisa tidur, ia memperhatikan wajah Love yang damai. Tangannya tergerak untuk merapikan helaian rambut dari gadis yang sedang terlelap. Milk mengagumi wajah Love, benar-benar cantik dan imut. Pahatan sempurna yang diciptakan Tuhan, Love benar-benar seindah itu. Tak heran jika gadis itu memiliki banyak fans dari segala penjuru dunia. Bahkan di novel saja dia disukai baik itu wanita ataupun pria.

Different WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang