Dix sept : Séparé

464 80 32
                                    

"Bukankah Ciel yang membunuh Ténèbres?" Voir menautkan jari-jarinya, menatap ke arah Love sebentar dan mengangguk pelan.

"Lalu kenapa Lait yang terluka, bukankah harusnya Juin menyerang Ciel?" Voir menghela napas berat kemudian menjawab pertanyaan Love.

"Iya pangeran yang mengalahkan Ténèbres, dan Juin memang menyerangnya. Tapi Lait langsung menyadari hal tersebut dan melindungi pangeran." Love semakin sedih mendengarnya, bahwa Milk benar-benar mempertaruhkan nyawanya demi sang pemeran utama. Sungguh, Love tidak tahu ia harus bereaksi seperti apa sekarang, semua berjalan terlalu cepat baginya.

"Putri." Love menatap Voir yang memanggil dirinya.

"Tolong jaga Lait sampai ia sadar, untuk Juin biar menjadi urusanku," pinta Voir dengan tatapan yang sangat tulus ke arah gadis mungil di dekatnya. Love tersenyum tipis sembari mengangguk pelan.

"Aku akan menjaganya Voir, kamu tidak perlu khawatir," tutur Love yang membuat Voir sedikit tenang.

***

Love kembali ke kamar di mana gadis jangkungnya masih tak sadarkan diri, tak ada tanda-tanda bahwa ia akan sadar, sepertinya Milk sangat lelap dalam tidurnya. Tanpa gadis mungil itu sadari, air matanya kembali jatuh ketika melihat Milk tidak berdaya di atas ranjang mewah itu.

"Bukannya kamu bilang kita akan kembali dengan selamat, tapi kenapa malah kamu yang terluka," lirih Love. Hatinya terasa seperti tersayat pisau tumpul begitu menemukan Milk seperti ini, semua hal yang terjadi sekarang tidak seperti yang mereka rencanakan dan harapkan.

Gadis mungil itu mengambil posisi untuk tidur di samping Milk, menggenggam tangan gadis jangkungnya lembut, dan membawanya ke dada. Mata Love memejam, memanjatkan do'a kepada sang Pencipta, mengharapkan belas kasih, dan mengabulkan do'anya.

"Aku mohon Tuhan, sembuhkan Milk, aku hanya ingin bersamanya." Love berdo'a di dalam hati, kemudian kembali menatap gadis cantik di sebelahnya. Tangannya yang bebas tergerak untuk merapikan helaian rambut Milk, lalu turun mengelus pipi pucat gadis jangkungnya. 

"Milk bangunlah, aku di sini. Kenapa lelap sekali tidurmu? Tak inginkah kamu bangun untuk melihatku?" ujar Love pelan sebelum gadis itu kembali menangis tanpa suara. Wajahnya ia sembunyikan di bahu Milk, mendekap tubuh gadis itu dengan erat, berharap kepada keajaiban.

Sementara itu, di balik pintu kamar terdapat dua orang pemuda yang sedang melihat hal ini.

"Apakah menurutmu Amour tidak berlebihan, Ar?" tanya salah satu dari mereka kepada yang lainnya. 

Arbres memandang sang pangeran dengan tatapan prihatin, bahkan mungkin orang yang tidak peka pun sadar bahwa sang putri memiliki perasaan kepada prajuritnya. Tapi, itu bukan Amour dan Lait melainkan Love dan Milk. Arbres menepuk pelan pundak pangeran membuat Ciel menatapnya.

"Jangan terlalu dipikirkan pangeran. Aku rasa putri Amour begitu karena takut kehilangan Lait, mereka sudah bersama dalam waktu yang lama." Arbres berusaha menenangkan pemuda yang ia cintai, meski rasa sakit masih menjalari dirinya, pemuda itu tetap akan terus mendukung Ciel dalam keadaan apapun. 

Ciel tersenyum tipis mendengar ucapan prajuritnya, pemuda itu pikir ucapan Arbres ada benarnya, hanya dia saja yang khawatir tidak jelas terkait kedekatan dua gadis itu.

"Aku rasa kamu benar." Ciel kembali memandangi kedua gadis yang berada di ranjang mewah itu.

"Pangeran sebaiknya istirahat juga, bukankah besok akan membahas acara pertunangan pangeran dan putri Amour." Ciel mengangguk pelan membenarkan ucapan Arbres, kemudian mereka pergi dari sana meninggalkan Love yang masih bersedih.

Different WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang