Bab 22 Komunikasi

60 14 6
                                    

Happy Reading
-
-
-
-
-

Barra tiba di gedung serba guna Universitas Sanjaya cukup malam. Mungkin bisa dikatakan tengah malam. Ia datang hanya ingin memastikan apakah proker tersebut sudah berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan atau tidak.

Hari ini ia tidak bisa datang tepat waktu karena ia ada syuting dengan brand. Alasan lainnya ia ingin Wina menanyai ketidakhadirannya.

Yah, tidak ada salahnya berharap walau mungkin Wina sudah memblokir nomornya. Tapi nyatanya Wina sama sekali tidak inisiatif menghubunginya. Ia hanya dikasih kabar melalui Mitha.

Menyedihkan memang, tapi mau bagaimana lagi? Semuanya terlanjur terjadi. Ia pun bingung bagaimana harus bertindak. Karena jujur untuk menjadi teman bagi orang yang ia suka ia tidak siap. Ia tidak siap kalau suatu saat Wina memiliki orang yang ia sukai dan ia akan curhat padanya. Ia tidak siap. Oleh karena itu lebih baik ia menjauh.

Toh mereka kemungkinan besar tidak akan bertemu lagi. Karena dari segimanapun mereka akan sulit untuk bertemu, kecuali karena jebakan dari Barra yang mendekatkan mereka beberapa minggu terakhir.

Barra menaiki lift menuju lantai 5, dimana acara Sanco akan berlangsung. Tapi langkahnya ia belokan menuju rooftop karena rapat evaluasi inti, kadiv, dan wakadiv tengah berlangsung.

Barra sebagai penanggung jawab dari BEM sebenarnya boleh saja masuk dan ikut rapat. Tapi ia masih terlalu takut untuk bertemu dengan Wina. Ia takut mendapatkan kebencian atau tatapan tidak suka. Anggaplah Barra pengecut. Tapi pada dasarnya ia memang pengecut, ia bahkan menunggu beberapa tahun sampai berani make a move. Walau pada akhirnya ia tertolak.

Barra melihat bintang yang menghiasi langit dengan helaan napas berat. Rasanya ia kembali terbayang Wina yang tersenyum cerah saat mereka pergi melihat bintang jatuh di atas jembatan. Rasanya saat-saat itu sangat menyenangkan. Sampai perlahan awan gelap mulai menutupi bintang-bintang lalu rintik hujan mulai turun.

Barra tersenyum miris, rasanya langit sedang mengejeknya sekarang. Seakan langit tahu apa yang terjadi pada hubungan Barra dan Wina.

Barra mengumpat dalam hatinya, ia pun berbalik untuk masuk ke dalam gedung sebelum hujan semakin deras. Tapi kedatangan seseorang membuat Barra kaget. Secara refleks Barra melepas jaketnya dan berlari mendekat untuk menutupi kepala orang itu.

"Hujan, jangan kesini."

***

Wina diam di tempat saat sebuah benda menutupi kepalanya dan menghalangi jarak pandangnya. Rooftop yang memang gelap tanpa pencahayaan membuat Wina semakin kesulitan. Sampai sebuah suara yang membuat Wina mendongak.

Suara yang cukup lama tidak ia dengar dan suara yang bisa membuat detak jantung Wina berpacu cukup cepat. Dan mungkin suara yang ia rindukan.

Bisa ia lihat wajah itu memandang ke arahnya dengan wajah khawatir sekaligus kaget. Walau dengan minimnya cahaya, wajah itu masih bersinar dan terlihat jelas bagi Wina. Bibir Wina seketika bergetar, air hujan yang jatuh di atas wajahnya memicu air matanya ikut jatuh juga. Jujur hari ini hari yang cukup berat bagi Wina.

"Hey kenapa nangis? Are you okay?" Tanya Barra panik, ia segera mengusap air mata di wajah Wina tapi kemudian tersadar dan menjauhkan diri. "Ah maaf gue cuma refleks, kalau lo meras-"

"Barra, can I get a hug?"

"Ya?"

***

Wina dan Barra berpelukan cukup lama. Ditengah pelukan itu Wina menangis sejadi-jadinya. Entah apa yang terjadi. Bahkan Barra cukup kesulitan untuk membawa Wina masuk ke dalam gedung karena hujan semakin deras, Barra takut Wina akan sakit apabila kena hujan terlalu banyak. Dan itu dalam posisi berpelukan dengan Wina masih menangis.

Love TrapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang