"Siap. Beri hormat!" seru ketua kelas.
"Selamat pagi buuuuuu!" sambut
semua siswa dengan antusiasme."Selamat pagi anak-anak. Silakan semuanya, duduk dengan tenang,"
pinta Ibu Guru, sambil duduk di bangku khususnya, dan dia mulai mengabsen siswa-siswi satu per satu.Ketika giliran Taufan, Ibu guru bertanya,"Taufan, kenapa kemarin kamu tidak masuk ke sekolah?
Apakah kamu sedang sakit?"Taufan menjawab dengan canggung, "Tidak Bu Guru, banyak yang terjadi.. eee... Taufan tidak terlalu mengerti tapi, semuanya berjalan dengan baik."
"Sungguh? Apa gerangan kamu membawa adikmu ke sekolah?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Taufan mengalihkan perhatiannya
ke arah Gempa, adik kecilnya yang dengan polos duduk dipangkunya."Tidak boleh ya, Bu Guru? Kak Hali yang menyuruhnya, karena katanya tidak ada yang akan mengurus mpa selain aku dan Kak Hali," jelasnya.
"Boleh Taufan. Memangnya orang tuamu kemana?" tanyanya lagi
dengan penuh perhatian."Bunda telah pergi ke tempat yang lebih indah!! Begitu kata Kak Hali. Kalau Ayah.. Entahlah Taufan tidak tahu, sejujurnya Taufan tidak peduli,"
Ekspresi Ibu Guru langsung berubah menjadi sedikit sedih saat mendengar perkataan Taufan. Meskipun ia paham dengan omongan Taufan, namun, ia tidak bisa berkata-kata. Lantas dia lebih memilih melanjutkan absensi dan memimpin aktivitas belajar seperti biasa.
–
"Ihh, lucu banget! Siapa namanya?" tanya teman-teman sekelas Taufan dengan penuh semangat, ketika
sedang istirahat pada pukul 09.25."Mpaaa~" jawab anak bayi itu.
"Kyahaaa!!!" seru siswi-siswi senang, terpesona dengan kelucuan Gempa.
"Haha" (💧)
Tok! Tok! Tok!
"Fan, upan!" panggil Hali dari luar kelas, menyita perhatian Taufan. Taufan langsung menoleh ke arah panggilan. "Di sini!" teriak Hali.
"Kak Hali!" pekik Taufan sambil tersenyum lebar lalu cepat-cepat keluar kelas mendekati Hali.
"Wah! bekal! Terima kasih Kak Hali. Aku memang mau makan, Tapi... Kak Hali kayak gimana? Masa gak makan,"
"Enggak usah, Kak Hali masih
kenyang. Kalau begitu aku mau
ke kelas dulu, dadah," balas Hali."Dadah," ujar Taufan sambil tersenyum, lalu memutuskan
untuk membawa Gempa pergi
ke taman dan menikmati bekal
yang sudah disediakan oleh Hali.–
Di taman yang luas dan teduh, Taufan dan Gempa duduk bersama di bawah pohon rindang. Mereka berdua tengah menikmati waktu santai dan makan siang yang disiapkan oleh Hali.
Taufan dengan cermat menyuguhkan makanan ke mulut Gempa, "Ini-diaa pesawatt akan datang! a'aumm," ucap Taufan mengiring sesuap nasi dengan sedikit daging ikan ke mulut Gempa.
Sementara mata Gempa bersinar ceria menikmati setiap suapannya. Suara gemericik air dari kolam kecil di dekatnya menambah kesan damai dan menenangkan di tengah hiruk-pikuk kesibukan sehari-hari.
Taufan merenung sejenak, sambil sesekali melirik ke arah Gempa yang sedang asik dengan makanannya,
"Aku heran dengan Kak Hali.""Nyamm,"
Taufan mengangguk-angguk memahami, "Kamu benar mpa,
Kak Hali jadi semakin pendiam.""Apa yang membuatnya jadi seperti itu? Dan aku tahu nasi ini sebenarnya sudah dingin. Kenapa dia repot-repot memanaskannya untuk kita? Dia
juga jadi pengertian pada kita,"
ucap Taufan sambil ngemil ikan."Nyamm!"
"Aku tahu, mpa, kedatangan Nenek sihir juga membuatku sangat kaget, walaupun aku tidak tahu apa-apa, untungnya dia sudah pergi,"
"Aa! Aaaa!"
"Intinya, ada sesuatu yang tidak beres dengan Kak Hali. Maksud bang upan, rasanya dia menyimpan suatu rahasia dari kita berdua," simpul Taufan.
"Humpp~"
Taufan khawatir, "Kak Hali terluka, aku tidak tahu harus berbuat apa."
"Hiks!"
"Ayah kita juga tidak pulang-pulang sampai detik ini! Ke mana dia pergi!?"
"Huuaaaahh!! Huuuuaahh!"
Taufan terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa saat Gempa menangis, "Eh, Mentegaa! Terrrbang! Husshh mpaaa jangan nangiss," ujar Taufan mencoba meredakan tangisan Gempa.
Dan pada akhirnya Gempa berhenti menangis karena disuapin daging
ikan campur nasi oleh Taufan."Pinter adek upan~ Tunggu sebentar.. Minumannya?!" Taufan benar-benar melupakan sesuatu yang penting.
–
"Upan. Jadi kamu yang tangisin mpa?" tanya Hali dengan ekspresi serius.
"Aku tidak sengaja," jawab Taufan, kedua tangannya di letakan di depan dada, (👉🏼👈🏼) merasa sedikit bersalah.
"Huff.. Sabar... Sabar..." ujar Hali sambil mengusap dadanya.
"Gimana belajarmu? Apakah Gempa menganggu konsentrasi belajarmu?"
"Enggak kok! Beneran. Hanya saja sedikit heboh di kelas, tapi Ibu guru juga baik dan mau menerima Gempa,"
Setelah berbincang sejenak di halaman sekolah, meresapi udara segar dan hangat yang menyelimuti sekeliling mereka. Mereka berdua berjalan pulang dari sekolah, kali ini giliran Hali yang mengendong Gempa.
–
"Boo~ ngebosenin, cerita Bang upan kemana-mana. Gak nyambung. Tadi katanya mau cerita tentang kapsek atau bapak tiri kita," ujar Gempa.
"Enggak tau, Author-nya write blog,"
"Author siapa? Abang kira kita ini cuma tulisan belaka? Kita itu nyata, tau. Gak ada yang mau nulisin kita,"
"Heh, bocil. Audiens tinggal diem
dan dengerin aja, jangan banyak komen." Sedangkan Gempa hanya
bisa merotasi kan kedua matanya."Kaan, Cerita Abang ngebosenin," keluh Taufan ekspresi murung. (QnQ)
"Hump~ ya-ya~ Terima kasih bang upan, mpa sedikit menikmatinya," kata Gempa sambil puk-puk kepala Taufan.
"Mpa! mau denger cerita lagi tidak? Dulu bang upan sama kak Hali pernah jualan risol, lho!" pekik Taufan pelan.
"Jualan risol? Wih, gimana tuh, bang?"
"Oi. Kalian belum pada tidur?"
panggil Hali secara tiba-tiba."HII!! kak Hali bikin kaget!" teriak Taufan dan Gempa hampir bersamaan.
"Tau tuh." Ujar Gempa sambil mengelus dadanya, "Coba kak,
ceritain tentang bapak tiri sama
yang jualan risol. Mpa gak sabar.""Bapak tiri siapa, hah?"
"ANU! Kita sedang bercerita, Kak Hali,"
"Bercerita? Hmm.. Menarik."
"Yeayyy!!" seru Gempa kesenangan.
–
-Bersambung
For your information: Author beneran kehabisan ide. Bukan kehabisan sih, udah tau alurnya seperti apa cuman gak tahu cara nulisnya gimana. Harap maklum penulis abal-abal/pemula macam aku ini kurang lihai, ibarat menulis/mengetik tidak semudah membalikkan telapak tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Keluarga Cemara
Teen Fiction"Jalan yang sepi gelap dan sunyi, ditemani oleh suara burung hantu." "Aku menelusuri setiap jalan itu melihat cahaya yang memantul dari dalam setiap rumah, ku pandangi jendela yang terdapat bayangan keluarga yang sedang makan bersama. Entah kapan ak...