Masalah Uang

93 11 34
                                    

Di dalam kamar yang tidak terang namun juga tidak sepenuhnya gelap, Halilintar berdiri di depan lemari
baju punya almarhum sang Bunda.
Dengan hati yang berdebar-debar,
dia mulai mengobrak-abrik isi dalam lemari tersebut, mencari selipan uang yang dulu sering ia simpan di bawah lapisan pakaian yang bertumpuk.

Taufan melintas di depan pintu
kamar, "Kak Hali, kau sedang apa?"
tanyanya dengan ekspresi bingung, melihat tingkah Hali yang tengah
sibuk dengan pencariannya tersebut.

"Ti-tidak ada! Tidak apa-apa,"
jawab Hali dengan gugup.

"Hmm.. Aku ini kembaran kamu,
loh, aku dapat merasakan... Sesuatu seperti.. Kepanikan. Apa aku benar?" tanya Taufan dengan senyum kecil, mencoba membaca ekspresi Hali.

"Aku tidak panik! Akh! Aku hanya... Sedang mencari uang dalam lemari, tapi aku tidak bisa menemukannya,"

"Kemungkinan, uang kita telah
habis di bulan ini," tambahnya
dengan raut muka sedikit cemas.

"Hahaha! Sudah kuduga! Kak Hali sedang panik karena tidak punya uang!" ucapnya sambil tertawa geli.

Tuk!

Halilintar memukul kepala Taufan di bagian tengah kepala dengan tangan menyamping seolah sedang memotong sayur, "Kamu kira lucu begitu, hm?"

"Hehehe, iya-iya maap,"

Seorang Bayi dengan balutan popok kain di pinggangnya gigil-gigil kecil saat merangkak masuk dalam kamar. Langkah-langkah kecilnya yang lincah terkadang goyah membuatnya terlihat lucu dan menggemaskan. Di tengah perjalanan, bayi kecil itu tertawa.

Taufan dengan cepat menerjang Gempa,"Ehh ada anak bayiii!! Mau ngajak main?" ucapnya bersemangat. Ia pun memangku Gempa ke atas kasur lalu mengusel-ngusel pipi tembem Gempa dengan gemas. Menyentuh lembut ke pipinya.

Taufan duduk di atas tempat tidur, menatap ke arah jendela yang agak terbuka, membiarkan sedikit udara malam masuk ke dalam ruangan. Gempa dengan wajah polos dan
mata yang bulat melumat kakinya, sambil duduk di pangkuan Taufan.

"Baiklah, besok Kakak akan menemui Tante eee.. Aduh, gak tahu namanya siapa," keluh Hali sambil menggaruk pipinya yang sama sekali tidak gatal.

"Owhh, ke rumah Tante itu ya. Boleh gak kami ikut? Besok-kan Minggu!? Boleh yah! Please..." seru Taufan sambil menggunakan puppy eyes mencoba meyakinkan Hali.

Buset dah! Ini anak belajar jurus nya dari mana?! -batin Hali ingin berteriak.

"Gak boleh." singkat, padat, gak boleh.

"Alahhh.. Nak ikutt jugaa.. Nak main jugaa.. Mpaa.. Tolongin Abangmuuu. Tolong bujuk Abangmu yang satu ini," rengek Taufan. "Kalau Kak Hali tidak membawa kami. Bisa-bisa Bibi itu datang kembali, lalu menculik
kamii, itu sangat mengerikann...   
Coba deh bayangin Kak Hali."

"Ughh!! Oke-Fine! Huff.. Sabar.."

"Heh, kena kamu Kak Hali. Mwhehe,"

"Apa? Kamu mencari loker pekerjaan?"

"Benar Tante. Sejujurnya, memang
tidak pantas bagi bocah sepertiku untuk menanyakan hal seperti itu,
tapi aku tidak punya pilihan lain selain bekerja. Saya tahu, saya masih bocah SD yang terlihat sok kuat. Tante ingin menyepelekan saya, silahkan, tetapi kasih tahu saya jika Tante tahu."

Tante itu menarik napas dalam-dalam, merenungkan kata-kata Halilintar. Sementara Taufan dan Gempa masih duduk di sebelah Hali di sofa, tentunya Gempa duduk di pangku oleh Taufan, suasana di ruangan menjadi tegang. Taufan sesekali melirik kearah keranjang yang penuh dengan banyak mainan, namun rasa tegang membuatnya tidak berani meraihnya.

Di Balik Keluarga CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang