Meminta Maaf

85 8 15
                                    

Blaze Farrel Marsello membungkam dirinya dengan bantal dan hampir menutupi sebagian wajahnya. Ia masih teringat oleh kata-kata Taufan yang masih berputar-putar dalam benaknya dan suara-suara Taufan menggema melekat yang di telinganya.

"Aku sangat butuh bantuan darimu, Blaze! Jika Gempa dalam masalah, tolong bantu dia, Ya! Aku harap
kalian dapat berteman baik."

"Benar... GEMPA!!!"

.

Saat ini, Gempa telah terbangun
dari acara pingsannya. Ia langsung terperangah, ketika melihat trio yang mem-bully-nya malah menolongnya.

"Begitulah yang terjadi," jelas Blaze.

"Oh begitu. Sekarang aku mengerti. Tapi, Blaze.. Kenapa kamu membawa mereka ke rumahku?" tanya Gempa dengan lirih, merasa agak takut dan kurang nyaman dengan kehadiran Solar dan antek-anteknya.

"Aku tidak membawa mereka," jawab Blaze menggelengkan kepalanya kuat, "Tapi, mereka yang mengikuti-ku!"

Solar membuang napas dalam-dalam. "Benar, sejujurnya. Niat kami ikhlas saat datang ke sini. Kami hanya ingin meminta maaf padamu dan ingin menjalin hubungan lebih baik denganmu, Gem," jawab Solar.

"A-apa?" Gempa seketika bungkam.

"He. He.. he... HAHAHA!!!" ketawa Gempa pecah karena merasa geli
akan penuturan dari mulut Solar.

Gempa menarik napas dalam-dalam, berusaha meredam amarah yang berkecamuk di dadanya. Tatapan matanya tajam, menusuk ke arah ketiga pemuda yang sedang duduk
di hadapannya sambil tertunduk lesu.

"Huh, Minta maaf? Menjalin
hubungan baik? Dengan siapa.
Kalian? Heh, engga level. Kenapa engga dari dulu-dulu kala? Kenapa baru bilang sekarang? Bukankah kalian sudah terlambat. Jika aku mat* barusan. Aku jamin, kalian tidak akan pernah ku maafkan seumur hidup!."

"GEMPA! Dengarkan kami dahulu. Thorn benar-benar minta maaf sama Gempa, perkara di masa lampau. Thorn khilaf sudah memukul Gempa... Thorn tidak mau ada orang lain yang lebih tinggi dari Solar. Jadi.. jadi.. jadi.. Thorn... Hwaaa!! Thorn minta maafff. Thorn janji tidak akan seperti itu lagi lain kali," jelas Thorn menatap horor Gempa. Dengan suara bergetar, raut wajahnya menunjukkan ketakutan.

"He'em. Aku juga mau minta maaf. Maafin Ice, ya Gem. Sudah membuat hidup Gempa tidak nyaman, dan kurang tenang," ujar Ice singkat.

Gempa terdiam sejenak. Ia mencoba mencerna semua informasi yang terjadi, "Kenapa, hmm? Sebenarnya, apa rencana kalian selanjutnya?" tanya Gempa dengan nada curiga sambil mengangkat alis, seolah tak percaya dengan perminta maaf itu.

"Astaga, Gem. Jangan suudzon dulu. Percaya deh sama kita. Ya, engga Thorn?" jawab Solar dengan nada memohon, matanya telah berkaca-kaca. Sedangkan Thorn, dengan cepat, mengiyakan Solar.

Gempa kembali di buat diam sejenak. "Ya, Gem memang percaya. Tapi, maaf ya. Aku punya segudang trust issue,"

Blaze yang sedari tadi terdiam, menatap Gempa dengan pilu. Ia sedikit mengerti mengapa Gempa bisa se-emosioal itu, karena Gempa masih dalam keadaan berduka. Rest in pease Taufan. Di tambah lagi, kedatangan ketiga pem-bully-nya. (Auto trauma)

.

Beralih ke 4 tahun yang lalu...

Tahun ini, merupakan tahun ajaran baru, di mana semua pelajar sudah menjalani masa liburan mereka. Mereka harus bersekolah seperti hari-hari biasa. Dan kini, seorang pemuda baru memasuki kelas 5 SD.

Gempa Risky Setiawan. Nama dari pemuda tersebut. Menjelang pagi, pukul 05.30, di mana matahari sudah bersinar terang menyinari bumi namun belum sangat terik. Gempa datang ke sekolah lebih awal untuk memilih tempat duduk paling depan.

.

"Eh"

"Hm?"

"Oh, kamu mau duduk di sini juga? Silakan," ujar pemuda tersebut, sadar dan dengan baik menawarkan tempat duduk yang berada di baris ketiga dari pintu masuk kelas, di sebelah kiri.

"Gapapa, kamu duluan," jawab
Gempa sopan sembari tersenyum.

"Yakin? Thanks," kata pemuda itu. Kemudian, dia duduk di kursi dan mengeluarkan seonggok buku tebal.
Sementara itu, Gempa. Dia duduk dengan tenang di kursi paling depan, dekat dengan dinding. Dari kanan, kursi no 2. Mata Amber-nya yang mengkilap menatap keluar jendela.

"Huh.. huh.. hu.. Gokil! anak teladan memang beda," ucap seseorang dari ambang pintu, "Solarr! Thorn mau beritahu sesuatu!" Seru pemuda itu.

"Apa?" tanya Solar, dengan tampang tidak peduli. Ia kembali membuka lembaran buku dan lanjut membaca.

"Aku duduk di sini, ya! Makasih! Solar memang baik! Oh ya, Solar. Bla-bla-bla." Thorn Raffa Julian Pemuda yang memiliki muka-muka polos dan pendiam. Diam-diam menghanyutkan, mulutnya yang asal ceplas-ceplos, dan yang paling bahayanya adalah ia terlalu posesif terhadap Solar. Teman masa kecilnya.

Solar Fariz Kelvario. Pemuda itu, dengan rambut hitam yang dihiasi garis putih,  memakai topi putih ber-visor abu-abu dengan pola kuning, dan kacamata orange yang mencolok, terkenal sebagai juara umum di antara seluruh angkatan.  Prestasinya yang gemilang membuatnya menjadi idola di sekolah. 

Namun, di tahun ini, terjadi hal yang tak ia duga sebelumnya. Terdapat dua murid yang mendapatkan gelar juara.
Juara umum dan juara kelas. Tentu, di raih oleh dirinya sendiri, sedangkan juara paralel di pegang oleh Gempa.

.

Fyi: ↓

Juara umum: Diperoleh dari penjumlahan poin tertinggi dari setiap kategori.

Ranking paralel: Diperoleh dari nilai mata pelajaran semester 1 hingga semester 5. Ranking paralel juga memengaruhi kuota siswa eligible setiap sekolah.

Juara kelas adalah siswa yang memiliki nilai atau skor rapot tertinggi di kelas.

.

"Gempa.. Heem..."

"Solar! Ar u ok?" tanya Thorn.

"Bahasa Inggrisnya tolong di perbaiki lagi, ya, Thorn. Aku ok," jawab Solar.

"Thorn," panggil Solar yang notabenenya sebagai teman/
sahabat Thorn sejak kecil.

"Iya, Solar? Kenapa?" tanya Thorn sambil memasang wajah imut.

"Tolong berhenti seperti itu! Huft.. Apakah kau mengenal, Gempa?"

"Ah, iya kenal! Kenapa? Diakan teman sekelas kita. Tuh, dia, di sebelahmu," ujar Thorn sambil menunjuk Gempa, dengan watandos. Dengan cepat, dan terburu-buru Solar menurunkan tangan Thorn, agar tidak di curigai.

"Ya, baguslah kalau kamu kenal dia. Thorn, aku mau kita hancurkan hidupnya. Aku tidak menyukai seseorang yang diam-diam ingin menyalip berbagai prestasiku,"

"Menurutku, Solar masih jauh lebih hebat di bandingkan dirinya. Hebat apa adanya," jawab Thorn jujur.

"Tidak... Itu TIDAK BOLEH!!" teriak Solar dengan tubuh yang gemetar. "Thorn.. Awas saja kau bermain bersamaku lagi!!" ketus Solar, mengebrak meja dan berlari.

"SOLAR!! TUNGGUU!!" jerit Thorn, ia segera mengejar Solar sekuat tenaga.

.

"Solar, hiks... Jangan tinggalkan Thorn... Hanya Solar satu-satunya orang berharga bagi Thorn. Thorn akan lakukan apapun demi Solar."

Solar menunduk. Di balik rambut hitamnya tersembunyi senyum sinis yang terpampang jelas wajahnya.

.

Gempa sedang berjalan di koridor, hendak ke kelas sehabis mengantar beberapa buku ke kantor guru untuk di kumpulkan. Tiba-tiba, pergelangan tangannya di cekal oleh seseorang,
dan orang tersebut adalah Ice.

.

Bersambung...

Cerita ini semakin tidak beraturan...
Di mana timeline nya maju-mundur.
Menurut kalian, masih tetap di lanjut sedikit lagi, atau mau aku tamatkan di bab selanjutnya? Well, cerita ini bisa jadi Cliffhanger/ cerita gantung. Dan bisa di buat season 2 nya. Kalau niat. ┐⁠(⁠ ⁠˘⁠_⁠˘⁠)⁠┌  JANGAN LUPA VOTE!!! ⭐

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Balik Keluarga CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang