Takdir dan Tragedy

140 19 99
                                    

Dengan langkah pincang, akhirnya Gempa telah sampai di depan pintu. Tangannya gemetar saat ia meraih gagang pintu, memegang tangan sebelahnya untuk memberikan
sedikit kekuatan, ia menghela
napas sejenak, lalu tersenyum
hangat menatap rumahnya.

Gempa menginjak lantai rumah
itu, tiba-tiba hawa menjadi tidak mengenakkan ketika ia mendengar suara samar-samar orang yang
sedang sesak napas, lantas ia bergegas menuju kamar mandi, di rasa suara
itu mengarah ke arah kamar mandi.

"Kak HALI!" Pekik Gempa menerobos kamar mandi. Detik itu, dia melihat Kakaknya terbaring lemas di lantai, darah telah membentuk genangan
di sekitarnya. Matanya sudah berkaca-kaca, pertanda, bahwa
air mata akan segera tumpah.

"KAK! BANGUN KAK!" Teriak
Gempa dengan keras. Gempa
segera mengguncang tubuh
Kakaknya itu dengan kencang, mencoba membangunkannya.

"Hiks... Bangun Kak, Allahuakbar," desis Gempa, air matanya sudah mengalir deras, menciptakan sungai air mata yang tak henti mengalir.

"Ku mohon, siapapun. Tolong..."

(Reader, tolongin Mpa dengan cara memberi 1 vote. Terima kasih) :'3

Di dalam keheningan, harapannya tersirat dalam setiap tepuk-tangannya yang terus menepuk pipi Kak Hali.

"Hmn.. Ehmm.. mpa?" lirih Hali
dengan suara yang terputus-putus.

"Kak Hali! Syukurlah.. Aku tidak terlambat. Ayo, mpa antar ke rumah sakit atau ke klinik," ujar Gempa
dari bibirnya yang gemetar.

"Ohokk! Ga-gak usah, Kak Hali fine," jawab Hali dengan suara yang samar.

"FINE!? GAPAPA, MAKSUD LO?
Kak Hali gak lihat, darah ada
di mana-mana?!? LIHATT?!"

"Tenanglah, mpa. Kecilkan suaramu. Kamu tidak boleh membentak orang yang lebih tua darimu," pinta Hali.

"Cukup! Gak mau tahu, Kak Hali
harus-" perkataan Gempa terputus saat Hali tiba-tiba menepis tangannya yang hendak menggapai tangan Hali.

"Gempa, kamu harus percaya padaku, aku baik-baik saja. Ini hanya mimisan, tidak perlu di khawatirkan," jelasnya.

Apanya coba, hanya mimisan?
Lalu, bagaimana bisa Kak Hali terkapar di lantai? Batin Gempa.
Meskipun hatinya seakan ingin meletup seperti popcorn, ia mencoba untuk menahan emosi yang meluap.

"Aku akan kembali ke kamar.
Lakukan tugasmu, dan cepatlah pergi.
Jangan sampai kamu melihat hal yang
buruk." Dengan enteng Hali berjalan menuju ke kamar dan meninggalkan Gempa yang terdiam dan terkejut.

"Haha. Apa maksudnya itu? Jelas-jelas mpa benar-benar mengkhawatirkan mu Kak Hali," gumam Gempa sembari menyiram bekas jejak darah di lantai.

Gempa segera melanjutkan tugas-
nya, keluar dari rumah dan mencari pohon yang akan di tebang. Meski-
pun mencoba untuk fokus, pikiran-
nya terus melayang kejadian yang barusan terjadi, memenuhi benaknya.

Saat sedang membersihkan area sekitar pohon, tiba-tiba Gempa merasakan sakit yang menusuk perutnya. Ia meringis kesakitan
lalu jongkok, mencoba meredakan
rasa sakit. Namun, saat ia mencoba bangkit, ia merasakan tubuhnya kesakitan terutama pada bagian kakinya masih terasa sakit.

Dengan langkah tertatih, Gempa kembali menuju ke kamar untuk mengecek kondisi Hali. Melihat kakaknya sedang tertidur pulas,
Gempa memutuskan untuk tidak membangunnya, khawatir akan menganggu istirahat lalu ia pergi
dari rumah tanpa memberi tahu
Hali lantaran takut di marahi Solar.

.

Taufan bersenandung riang, "Enaknya, aku beli oleh oleh apa yaa?" katanya sambil terpesona melihat toko suvenir yang di penuhi barang-barang unik seperti baju, topi, tas, jam tangan dan lainnya. Dengan antusiasme, ia mulai menjelajahi meja-meja yang penuh dengan berbagai pilihan oleh oleh yang menarik. Setiap sudut di penuhi dengan warna-warni aneka suvenir yang menarik perhatiannya, membuatnya semakin bingung memilih oleh oleh yang tepat.

Di Balik Keluarga CemaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang