"Waduh.. ada Si paling baik, di sini."
"Iyaa! Kebetulan banget kita sekelas lagi, ya gak? bagi contekan, ya nantii!"
"Ho'oh. Gua juga ya. Awas aja kalo
lo pelit, nanti kuburannya sempit.""Ya-ya, teman-teman sebenarnya mencontek itu tidak baik. Seharusnya kalian berusaha terlebih dahulu, jika kalian tidak mengerti maka kalian boleh tanyakan apa saja padaku."
"Jangan terlalu mengandalkan cara-cara curang," jelas Gempa tersenyum tipis, dengan alis yang sedikit menurun, merasa tidak enak.
Namun, respon tak terduga datang
dari salah seorang teman sekelas,
"Heh, sok pinter, najis! Memangnya
lu siapa, hah!? Pake nasehatin kita segala. Sok alim lo, jijik gue liatnya.""Sok suciii, bilang aja lu mau caper terus mau cepu ke guru biar jadi
murid kesayangan, ya, kan?" timpal teman yang lain dengan nada sinis."Ho'oh. Masalah sepele gitu doang malah di seriusin," tambah teman sekelas yang lain lagi dengan nada cuek, menunjukkan sikap kurang peduli terhadap nasihat Gempa. Mengakhiri percakapan tersebut.
"Yok, gengs. Pergi. Biarin aja dia."
"Skuyy! Kita ke kantin! Gua laperr."
"Ho'oh. Kalo gua sih, ikut-ikut aja."
-
"Kita akan mengadakan kelompok. Masing-masing kelompok memiliki
1 ketua dan 3 Anggota. Terserah. Pilih dan bentuk kelompok kalian sendiri.""Buu! Gempa yang jadi ketua!"
"Kelompok berapa?" tanya Guru.
"2!" seru salah satu teman sekelas.
"Oke," kata Guru sambil mencatat pembagian kelompok tersebut.
"Perasaanku tidak enak," -batin Gempa.
-
"Ketuaa! Lu bisa kan bawa kayunya?" ucap salah satu anggota kelompok.
"Hmm.. Kita mau buat apa?" tanyanya.
"Pake nanya. Ya buat bingkai lah! Tugas prakarya. Lu bawa bahan kayu yang tebal, paku, palu, sama pisau."
"Kenapa harus aku semua, kita kan Kelom-" ujar Gempa sebelum terputus oleh interupsi salah satu anggota.
"Hah!? Apa?! Lu gak denger? Lu ketua. Jadi lu yang harus siapin semua alat dan bahannya, paham..??" potongnya.
"Ho'oh. Bagian buat bingkainya
biar kami yang urus, tenang aja."-
Tiga hari telah berlalu...
"Achooo!" bersinlah Hali, merespon udara malam yang semakin dingin.
"Kak Hali gak apa-apa?" tanya Gempa, dengan nada khawatir menunjukkan perhatiannya terhadap kakaknya.
"Malam ini dingin banget," keluh
Hali, merasakan hembusan angin malam yang menusuk kulitnya."Mpa gak ngerasa dingin," ujar Gempa.
"Sama. Taufan juga enggak ngerasain apa-apa," lanjut Taufan, membenar- kan pernyataan Gempa bahwa ia juga tidak merasa dingin sambil mengetuk jari telunjuknya ke arah dadanya.
"Huh? Apa, cuma aku doang," ujarnya, mengangkat bahu acuh tidak acuh.
"Bang Upan, besok, hari acara perpisahan bang upan?" tanya
Gempa, mengalihkan perhatian."Hu'um, tapii.. Abang gak mau ikut. Maunya nemenin Kak Hali, teruss.."
"Ukhum! Itu tidak boleh. Nikmatilah selagi bisa. Waktu seperti ini tidak
bisa diulang kembali," ungkap Hali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Balik Keluarga Cemara
Teen Fiction"Jalan yang sepi gelap dan sunyi, ditemani oleh suara burung hantu." "Aku menelusuri setiap jalan itu melihat cahaya yang memantul dari dalam setiap rumah, ku pandangi jendela yang terdapat bayangan keluarga yang sedang makan bersama. Entah kapan ak...