Dendam dan Cinta?
Keduanya merupakan hal yang berbeda. Dua kekuatan yang bertolak belakang namun sama-sama menghancurkan. Mereka seperti dua arus yang berlawanan, namun membawa perubahan yang tidak terduga. Ketika keduanya hadir di waktu yang tidak...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Dua pasang kaki jenjang melangkah perlahan. Menyusuri setiap ruangan gelap dan sunyi. Mereka, berjalan layaknya seorang maling. Hingga tidak sadar jika seseorang sudah mengintainya sejak tadi.
Tak!
Lampu yang tadinya mati kini menyala. Suasana sekitar pun berubah tegang.
" Jam berapa ini? "
Keduanya terdiam, kala sebuah lontaran terdengar jelas.
Salah satu dari mereka berbalik dan berkata. " Papa, kenapa? "
" Dari mana? "
Menggigit bibir bawahnya, Nazia tak bisa menjawab.
" A-anu---"
Novan menatap nyalang kedua putrinya." Bicara yang benar, Nazia! "
Sadar akan hal itu, Nazia menatap melas sang Papa.
" Dari sirkuit... "
Helaian napas terdengar jelas. Memijat pangkal hidungnya, Novan merasa prustasi dengan tingkah kedua anak gadisnya.
Belum sempat Novan berbicara, anak ke duanya lebih dulu memotong.
" Aku ke kamar. "
Ya, itulah anak ke-duanya. Namanya Nazea. Dingin, cuek, dan irit bicara adalah sosoknya.
Melihat kembarannya yang sudah berjalan lebih dulu. Nazia segera menoleh kearah Papanya.
" Aku juga yaa? Selamat malam, Papa!"
Itu, Nazia. Adik kembaran Nazea yang bawel dan tidak bisa diam sedetikpun.
" Ze, tungguin gue! "
Teriakan? Itu sudah biasa, Nazia memang hobi berteriak setiap saat. Baginya hidup tanpa teriakan dan drama bagaikan rumah tanpa cahaya.
☆
Suara dentingan sendok saling bersahutan dimeja makan. Pagi ini, twins family sedang menikmati sarapan bersama. Ohh, tentunya dengan sepasang mata yang terus menatap tajam.
" Papa tunggu kalian dikantor, sepulang sekolah. "
Nazia mendongak, menatap Papanya dengan mata memincing. " Ngapain, Pah? "
" Banyak tanya kamu," jawab Novan.
Nazia berlagak sok dramatis. Memegangi sebelah dadanya seolah-olah ia merasakan sakit karena ucapan itu.