ASAKILA~35

1.3K 84 24
                                    

35. JIWANYA SUDAH MELEBUR

.
.
.

"Asa!"

Mobil hitam gus Aksa menabrak kuat pembatas jalan.

Kejadian itu terjadi dengan cepat.

Syakila terpental keluar dari mobil dengan kedua tangan yang memeluk erat kedua anaknya.

Sedangkan gus Aksa terbentur di stir mobil. Akibat benturan keras itu, membuat gus Aksa kehilangan kesadarannya.

"Eugh ..." lenguhan keluar dari bibir Narendra. Bocah laki-laki itu tidak terkena luka sedikit pun. Karena posisinya sangat dekat dengan Syakila, dan Syakila memeluk erat Narendra. Itulah sebabnya Narendra aman aman saja, ia hanya pingsan sebentar.

Orang-orang mulai mengerumuni. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang membantu keluarga kecil itu. Mereka takut, dan mereka lebih memilih menghubungi ambulans dan polisi.

Entah sampai kapan keluarga kecil itu akan bertahan, karena jarak rumah sakit dan kantor polisi sangatlah jauh.

Mata teduh Narendra lalu menoleh ke belakang, dimana adik kembarnya memeluknya erat.

Narendra merubah posisinya menjadi menghadap ke depan, ia langsung memeluk Asya.

"Aca, ini abang, ayo bangun." Bisik Narendra.

"Aca— Aaaa!" Narendra panik. Kala sebuah darah bercucuran di kepala Asya.

Asya terkena benturan kuat dari jalanan aspal, karena posisinya berada di belakang Narendra. Sedangkan Narendra berada di pelukan Syakila.

"Aca, bangun ..." lirih Narendra, matanya memanas. Lalu sebutiran air mengalir.

"A-asa ..."

Narendra menoleh ke belakang, ia melihat sang ibu membuka matanya secara perlahan.

"M-mama ... A-aca ..." ucap Narendra terbata-bata.

Syakila perlahan duduk, ia memegangi kepalanya yang amat sakit.

"Mama berdarah!" Pekik Narendra, ia segera mendekati Syakila. Lalu memeluknya sambil menangis.

"Jangan ninggalin Naren, hiks. Mama jangan ninggalin naren, mama berdarah." Narendra memeluk erat Syakila.

Syakila tersenyum tipis. Ia membalas pelukan Narendra. Kepalanya terasa amat sakit, belum lagi darah yang terus bercucuran di kepalanya.

"Naren, Aca mana?" Tanya Syakila.

Narendra melepaskan pelukannya. Lalu telunjuknya menunjuk ke arah Asya yang terbaring di jalanan aspal.

Syakila menatap tubuh Asya yang terkapar di jalan, matanya memanas. Lalu ia mendongak, menatap beberapa orang yang hanya berdiri sambil menatap pilu ke arah nya.

"Kenapa kalian hanya diam saja?! Tolong anakku! Mereka terluka!" Teriak Syakila. Hatinya sakit kala melihat tubuh Asya yang banyak luka serta kepalanya yang terus mengeluarkan darah.

Dan orang-orang hanya diam saja sambil memandang mereka.

"Maaf bu, kami takut memegang sembarang salah satu anggota badan anak ibu, kami takut sidik jari—"

ASAKILA [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang