Semenjak kematian putri tunggalnya. Marquess Davies merasakan penyesalan yang begitu mendalam, dia merasa gagal dalam membesarkan satu-satu buah hati yang ditinggalkan oleh mendiang istrinya.
Sifatnya yang terlalu memanjakan membuat Mariana tumbuh menjadi gadis yang egois dan ingin menang sendiri karena terbiasa mendapatkan apapun yang di inginkannya.
Andaikan waktu bisa diputar kembali, Marquess Davies akan menghabiskan lebih banyak waktu dengan putrinya tanpa tersita kesibukan sehingga membuat guru dan harta sebagai penggantinya. Ia tidak akan membiarkan Mariana bergaul dengan bangsawan yang banyak meracuninya dengan pujian-pujian hingga menjerumuskannya dalam pikiran sesat.
Atas permintaannya, Raja Dante memberi ijin memindahkan makam Mariana ke kebun Apel, tempat favorit mendiang sang putri sering menghabiskan waktunya saat kecil. Beberapa hari lagi adalah ulang tahunnya. Meski sudah tiada, Marquess Davies tetap rutin merayakannya setiap tahun.
"Ayah datang lagi Sayang, semoga kau tenang di sana, Ayah hari ini berhasil mendatangkan Nyonya Rose untuk membuatkan keripik apel yang kau sukai. Setelah jadi, nanti Ayah akan menaruhnya di kamarmu dan membagikan kepada teman-temanmu agar mereka terus mengingatmu" Ucap Marquess Davies dengan suara lirih penuh kesedihan di depan pusara Mariana yang sudah dilapisi dengan keramik merah dan berada dalam pagar di tangah-tengah-tengah kebun apel miliknya.
Hampir setiap pagi setelah sarapan pria yang terlihat makin tua itu datang untuk menyapa putrinya. Dibandingkan menyalahkan Raja Dante dan Ratu Helena, Marquess Davies lebih menyalahkan dirinya sendiri, karena dialah yang menghasut Mariana menerima pinangan Pangeran Hendrik kala itu. Dari sanalah semua kemalangan putrinya berawal.
"Maafkan Ayah, Ayah sangat menyesal" Lagi-lagi kata yang sama di ucapkannya meski tidak sedikitpun dapat mengurangi beban di hatinya.
Sebelum pergi, Marquess Davies kembali menatap, makam yang dipenuhi dengan taburan kelopak mawar merah itu, bunga kesukaan sang Putri yang tanamannya masih ia rawat dengan baik. Lelaki itu lalu berbalik dan melangkah pelan kembali menuju kediamannya.
Di tengah perjalanan, tanpa sengaja sepasang mata coklatnya menangkap sosok yang tidak asing, sosok yang begitu ia rindukan. Seorang gadis kecil berambut merah yang begitu mirip dengan sang anak, ia seperti melihat Mariana kecil kesayangannya.
Tanpa pikir panjang, itu nyata atau hanya sekedar ilusi. Marquess berlari dan langsung meraih tubuh Mariana dan memeluknya. "Mariana, Putriku! akhirnya kau kembali Nak" Ucapnya dengan suara serak. Hal tersebut otomatis membuat cucu Rosemary itu terbangun.
"Maria, lari! Ada pria asing yang menangkapmu" Teriak Lumia. "Tendang dia! Pukul wajahnya!"
Mariana yang masih menyesuaikan penglihatan menjadi bingung, ia sempat melawan sesuai perintah Lumia, tapi begitu menyadari siapa yang memeluknya, seketika tubuhnya terpaku, bingung harus memberikan respon seperti apa.
"Ayah" Ucap Mariana spontan setelah mengenali wajah orang yang memeluknya.
"Iya Nak, ini Ayah, terima kasih sudah kembali, Maafkan Ayah, Ayah akan memperbaiki semua kesalahan Ayah, jangan tinggalkan Ayah lagi" balas Marquess dengan air mata bercucuran tidak mempedulikan lagi wibawanya.
"Maria, dia bukan Ayahmu, kau harus lari, dia bisa saja penculik anak, lari Maria!" Lumia mulai panik, ia berteriak sekencang mungkin demi memperingatkan putrinya.
Namun, bukannya patuh, Mariana justru memberi tanda agar ibunya diam dan membalas pelukan Marquess sambil menepuk punggungnya. Dia tidak bisa mengabaikan Ayahnya, apalagi setelah melihat fisiknya yang terlihat makin tua dan tidak sebugar dulu. Mengabaikan logika, Mariana menuruti kata hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lady Red (On Going)
Roman pour AdolescentsMariana pikir, dengan semua dosa yang ia miliki, dirinya akan langsung dibuang ke Neraka terdalam setelah kematiannya. Namun sebaliknya, ia malah dilahirkan kembali dengan kemampuan yang malah membuatnya kerepotan. Berniat menebus segala kejahatanny...