22. Dendam Asmara

541 90 8
                                    

Untuk mencegah hal yang sama terjadi lagi. Mariana dan Dokter bernama Tatia memutuskan untuk mempekerjakan seorang perawat untuk menjaga Deborah. Jena awalnya menolak, namun Dokter Tatia tidak ingin mengambil resiko.   Pengamanan di kamarnya juga ditingkatkan dengan empat orang pengawal bertugas secara bergantian.

Lumia dan Deborah pun mulai berpencar sesuai permintaan Mariana. Sayangnya, sampai tengah malam, mereka belum mendapatkan hasil. Sebagian orang tidak lagi beraktifitas dan sudah beranjak ke pembaringan untuk beristirahat.

Akibatnya, arwah gadis itu hanya diam terbengong di koridor kamar pelayan yang sudah lengang sampai Lumia menyambanginya.

"Semua orang terlihat normal, bagaimana dengan pengamatanmu?" Tanyanya seraya mendekat. Keduanya terlihat seusia sehingga tidak canggung berbicara santai.

"Sama saja, tidak ada yang mencurigakan" Balas Deborah lesu. "Entah aku melakukan kesalahan apa, sampai ada yang tega berbuat kejam seperti itu padaku" Keluhnya.

"Ya sudah, kita disini saja dulu. Maria juga masih di ruang kerja bersama Pangeran dan Ayahnya" Timpal Lumia. "Karena masalahmu, sepertinya mereka tidak akan tidur nyenyak malam ini.

Keduanya kemudian hanya berdiri diam dengan pikirannya masing-masing. Malam pun semakin senyap, hanya sesekali pengawal yang bertugas berpatroli lewat dan memecah kesunyian dengan suara langkah kaki mereka.

"Bukankah itu pelayanmu? Siapa namanya? Jena kan?" Tunjuk Lumia pada seseorang yang baru keluar dari salah satu kamar sambil mengendap-ngendap.

"Iya, kenapa dia keluar larut malam begini dan mau kemana dia?" Balas Deborah heran. Jena terlihat waspada dan salah satu tangannya menenteng sebuah keranjang kecil.

"Kita ikuti saja" Ajak Lumia menarik tangan gadis itu.

Jena yang sesekali melirik ke sekitarnya, berjalan tergesa keluar dari koridor kamar pelayan lalu berbelok ke sebelah kiri kemudian berjalan melewati taman menuju bangunan di sebelahnya yang merupakan tempat istirahat para pengawal.

Jena mengetuk pintu ke-tiga, cukup pelan sehingga hanya mampu terdengar oleh sang pemilik kamar. Sekitar lima kali ketukan, orang dari dalam keluar. Deborah terkejut karena ternyata dia adalah Sebastian, kepala pengawalnya. Pria jangkung itu lantas menarik Jena dan segera menutup pintu.

"Apa mereka punya hubungan?" Tanya Lumia.

"Entahlah, mungkin mereka menjalin hubungan rahasia, aku tidak pernah mencampuri urusan pribadi para bawahanku. Kita pergi saja"

"Menurutku cukup mencurigakan, situasi sekarang bisa dibilang genting, tapi sempat-sempatnya mereka bermesraan, kalau bukan tak tahu diri, pasti ada yang mereka sembunyikan" ucap Lumia sinis, dan langsung menembus tembok kamar.

"Hei jangan masuk! Bagaimana kalau mereka sedang..."

Karena tak kuasa menahan, Deborah akhirnya mengikuti Lumia, matanya bersiap untuk terpejam agar tak melihat adegan yang ada di pikirannya. Namun, bukannya bermesraan, Sebastian justru menampar dan menghempas keranjang berisi Roti yang dibawa Jena.

"Sudah kubilang jangan melakukan apapun, aku sudah menerimamu, lantas apa alasanmu mencelakai Nona?" Hardik pria dengan tatapan nyalang itu, tangan besarnya menggenggam ketat lengan kecil Jena, hingga membuat perempuan itu meringis kesakitan.

"Lepaskan, kau menyakitiku!" Jena menghentak hingga akhirnya ia bisa terlepas, sambil mengusap lengannya yang terbungkus gaun coklat tua, Jena balas menatap Bastian dengan linangan air mata.

"Aku tidak mengerti apa maksudmu, aku kemari ingin membawaka makanan, karena kupikir kau pasti tidak sempat makan karena seharian menyelidiki kasus Nona"

Lady Red (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang