BAB 19. PARA PELAJAR

1K 178 21
                                    

Ke empat remaja itu adalah siswa dari sebuah sekolah SMA swasta yang letaknya tidak jauh dari perbatasan kota. SMA swasta tempat mereka bersekolah mengharuskan para siswa untuk menginap di asrama yang telah pihak sekolah sediakan. Ketika gempa besar terjadi, para siswa saat itu sedang di tengah jam pelajaran, digiring ke lapangan agar tidak tertimpa bangunan sekolah yang runtuh.

Hampir seribu siswa berkumpul di lapangan besar, setelah gempa berlalu, tiba-tiba suara teriakan histeris terdengar. Panik karena ketakutan, siswa-siswi itu berlari, saling mendorong dan berteriak. Satu persatu dari mereka jatuh dan menjadi santapan zombie.

Ke empat siswa itu, Sopi, Anna, Rendra, dan Tasya, bertemu secara tidak sengaja di luar sekolah ketika mereka melarikan diri. Ke empatnya bersembunyi di sebuah bangunan minimarket yang masih setengah berdiri, selama berhari-hari mereka mengandalkan makanan minimarket untuk mengisi perut.

Namun tidak lama, sekelompok orang datang dan menjarah semua isi di dalam minimarket, mengusir ke empatnya agar pergi dari sana. Mereka tidak bisa melawan, karena tiga orang dari rombongan itu mempunyai kekuatan aneh. Ke empatnya tidak punya pilihan lain selain pergi tanpa membawa satu makanan pun.

Butuh waktu dua hari untuk benar-benar tiba di tempat yang sudah dipenuhi dengan mayat ini. Mereka tau bahwa mereka harus ke kota lain agar bisa selamat dan meminta bantuan, mereka tidak berpikir bahwa bukan hanya kota mereka yang kacau dan dipenuhi oleh zombie, melainkan seluruh dunia.

"J-ja-jangan bergerak!" Rendra, anak laki-laki berusia tujuh belas tahun yang berdiri paling depan, mengacungkan tongkat bisbolnya pada Jack. "Ka-kalau Bapak bergerak saya akan mukul Bapak pake ini!"

Jack tiba-tiba ingin tertawa, melihat raut anak itu. Rendra jelas takut, namun dia masih memaksakan diri untuk berani dan melindungi teman-temannya.

Senyum Jack membentuk seringai, dia mengangkat kaki jenjangnya, melangkah mendekati Rendra dan ke tiga siswi di belakangnya. Para siswa itu berjalan mundur ketakutan.

"Dari mana kalian? Apa yang kalian lakuin di sini?" tanya Jack, dia tidak menyangka jika ada para pelajar yang bisa selamat.

Melihat bahwa mereka tidak ingin menjawab, Jack mengeluarkan empat buah roti dari ruangnya, melemparkannya ke tanah beraspal.

Para remaja itu melihat roti dalam kemasan yang Jack lemparkan, mereka menatap Jack dengan waspada, namun menelan ludah karena lapar.

"Ambil, ikut saya!" titah Jack. "Enggak aman kalau kalian berdiri diam di sini."

Orang pertama yang mengambil roti adalah remaja putri berambut pendek yang tadi sangat ketakutan.

"Sopi!" Remaja putri berambut panjang di sebelahnya memperingatkan Sopi.

Sopi tidak perduli, dia mengambil roti di jalan, membuka bungkusnya dan memakannya seperti orang kesetanan. Suara nafas tersengal terdengar di sela kunyahannya.

Melihat bahwa Sopi baik-baik saja setelah memakan roti itu, tiga lainnya akhirnya membungkuk, mengambil roti mereka. Anna dan Tasya memakan roti mereka, tidak seperti Sopi yang tampak kesetanan, mereka berdua cukup tenang meski masih terlihat sedikit terburu-buru. Hanya Rendra yang belum memakan rotinya, dia menatap Jack dengan tajam.

"Apa yang Bapak mau?!" tanya Rendra.

Setelah berhari-hari kelaparan dan menghadapi sifat manusia yang perlahan berubah, Rendra tidak percaya jika Jack memberi mereka roti tanpa meminta imbalan apa pun.

"ikut!" Jack kembali mengulang perkataannya. Dia berbalik, melangkah pergi, membiarkan para remaja itu mengikuti di belakang.

Tidak jauh setelah Jack pergi, Rendra menoleh menatap tiga temannya. "Ayo pergi!" ajaknya.

Ke tiga wanita itu akhirnya berjalan mengikuti Jack.

***

Zona F adalah wilayah paling buruk yang di tinggali manusia di pangkalan. Berada di bagian paling pinggir, hanya berjejer tenda-tenda besar yang didirikan khusus untuk pengungsi. Anak-anak, lansia, muda-mudi yang cacat, para preman yang tidak melakukan kejahatan dan tidak di terima di zona atas, zona F bahkan dijadikan tempat untuk bertransaksi obat terlarang para preman. Secara keseluruhan, Zona F terlihat sangat kacau. Jalanan becek dan para pengungsi yang hanya bisa tinggal berdesakan dengan pengungsi lainnya di dalam tenda.

Total ada enam tenda besar yang didirikan, tenda-tenda itu berjajar membentuk huruf L.

Raya masuk ke salah satu tenda yang ditunjukan oleh petugas. Ketika masuk ke dalam, suasana pengap dan apek langsung tercium, sangat menyengat hingga Raya tanpa sadar mengerutkan hidung.

Di dalam tenda, tempat tidur berjajar, di penuhi oleh barang-barang para pengungsi. Raya duduk di salah satu kasur militer kecil yang kelak akan menjadi tempat tidurnya. Dia menidurkan Rayn yang sedang terlelap di sana.

"Pengungsi baru?" tanya seorang wanita tua yang tempat tidurnya berada di sebelah tempat tidur Raya.

Raya mengangguk sebagai jawaban. "iya, Bu."

"Uhuk! Uhuk! Uhuk! Kamu masih muda, Uhuk! uhuk!" Wanita tua itu tiba-tiba terbatuk dengan hebat.

Raya tiba-tiba berdiri, dia ingin datang dan menepuk punggung wanita tua itu, namun wanita tua itu mengangkat tangannya untuk menghentikan Raya.

"Uhuk! Uhuk! Tidak usah, tidak usah." Setelah batuknya reda, wanita tua itu menghela nafas berat. Menatap Raya dengan tatapan serius. "Kasihan, kamu. Jangan terlalu bergantung pada laki-laki, di saat seperti ini, kamu juga harus menjadi kuat. Hah, apa yang terjadi di masalalu menang menyakitkan, Nak. Kelak, apa kamu mau berdamai atau tidak, itu pilihan kamu. Tidak ada satu orang pun yang bisa memaksa kamu untuk memaafkan." Setelah mengatakan kalimat yang begitu panjang, wanita tua itu menutup matanya, bernafas dengan teratur.

Raya dibuat kebingungan oleh kata-katanya, dia tidak mengerti apa yang wanita tua itu maksud. Berdamai? Memaafkan? Siapa yang harus dia maafkan, Raya tidak tahu. Akan tetapi entah mengapa perkataan wanita tua itu terus terngiang di kepalanya.

***

"Jadi Om juga ketinggalan mobil?" tanya Rendra ketika dia sudah tidak lagi waspada pada Jack.

Mereka duduk di balik kawat besi, Jack sendiri duduk agak jauh dari para remaja itu.

"Om mau ke pangkalan? Boleh kita ikut?" tanya remaja yang Jack tahu bernama Sopi.

Anna dan Tasya menganggukkan kepalanya, akan sangat bagus jika mereka bisa mengikuti Jack.

"Tidak bisa," tolak Jack.

Dia tidak berencana membawa para remaja itu. Bagaimana pun, rencana Jack sekarang adalah pergi ke pangkalan melewati jalan pintas yang dia ingat di kehidupan sebelumnya. Jack juga berencana akan mengambil sesuatu terlebih dahulu sebelum pergi. Akan sangat berbahaya jika dia mengajak ke empat remaja lemah itu.

"Kita enggak akan merepotkan, Om!" Sopi masih bersikeras ingin pergi. Dia sudah tidak kuat terlunta-lunta di jalanan bersama teman-teman. "Aku, Om bisa melakukan apa saja-" Sopi menundukkan wajahnya yang memerah.

Teman-temannya menatap Sopi dengan tatapan tercengang, mereka jelas mengerti apa yang Sopi maksudkan. Mata Jack juga menyipit dengan dingin. Tapi Sopi tidak menyadari tatapan itu, dia berpikir akan lebih baik jika bisa mendapatkan perlindungan dari seorang pria sepenuhnya. Dan lagi, Jack sangat tampan dan sexy hingga membuat jantung gadis itu berdebar-debar.

"Sopi!" Rendra menegur karena menurutnya apa yang Sopi katakan sangat gila dan tidak sopan.

Sopi tidak peduli, dia tidak berencana menarik kata-katanya. "Kalau Om enggak mau bawa kita, cukup bawa saya. Saya mau melakukan semuanya, saya pasti akan-"

"Lo gila?!" Anna menarik tubuh Sopi, menatapnya dengan tatapan tajam.

Sopi mendorong tubuh Anna dengan dengan kesal. "Bukan urusan lo!"

To be continued.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang