**
Jian menghela napas lega setelah sampai di apartemennya yang lengang. Tentu saja lengang karena dia tinggal seorang diri.
Kesibukan di lokasi syuting lenyap ketika Jian menutup pintu apartemen di belakangnya. Suara-suara, percakapan-percakapan dan lirikan-lirikan penasaran tentang siapa dirinya, punya hubungan apa dia dengan Seward dan kenapa bisa mahir bermain skateboard memenuhi kepalanya. Namun, yang paling mengganggu dari semua itu adalah perkataan mereka tentang Jian milik Seward dan bagaimana Seward tampak tak peduli dengan semua itu.
Gadisnya Seward. Dua kata itu akan melekat di belakang nama Jian mulai sekarang. Semua orang sudah tahu jika dia dipilih oleh Seward. Dibayar untuk sebuah hubungan panas di atas ranjang.
Sekali lagi Jian menghela napas panjang. Dia tidak tahu apakah yang dia lakukan ini benar atau salah. Tapi jika dia teringat pada pertengkaran dengan ayahnya malam itu Jian akan berdalih jika dia melakukan semua ini demi melanjutkan hidup.
Lagipula Seward tidak pernah memaksanya. Berkata kasar. Atau bersikap jahat. Seward selalu memperlakukannya dengan baik. Seperti seorang kekasih.
"Kekasih ya," gumam Jian lirih.
Dia jadi teringat obrolan para penata rias ketika dia sedang berganti pakaian.
"Ah aku ingat, dengan gadis itu!"
"Siapa?"
"Artis yang pernah digosipkan menjalin hubungan dengan Seward."
"Siapa? Siapa?"
"Bukan gosip tapi memang kenyataannya."
"Benar, itu benar."
"Pantas saja aku merasa familiar. dia benar-benar mirip dengan artis itu. Matanya mirip sekali."
"Apa Seward memilihnya karena mata mereka mirip?"
"Bisa jadi."
Jian jadi ingat dengan perkataan Seward yang bilang jika mata Jian tampak jernih dan pria itu langsung terpikat. Tergerak, Jian mengamati matanya sendiri di depan cermin. Dia jadi membayangkan wajah lain yang memiliki mata serupa. Dan menebak-nebak siapa gerangan selebriti yang pernah menjalin hubungan dengan Seward.
Malamnya Seward datang menjemput Jian untuk makan malam bersama. Jian kira dia akan berduaan saja dengan Seward seperti biasa. Tapi, Seward membawanya ke unit apartemen milik salah satu member grupnya.
Agaknya Seward ingin Jian dekat dengan teman-temannya. Jian juga berharap demikian, akan lebih bagus jika Jeonghan juga tidak bersikap memusuhinya. Namun, Jian tak punya kuasa untuk membolak-balik hati orang lain.
Saat tiba, makanan sudah tersaji memenuhi meja makan. Semua kursi terisi kecuali dua kursi kosong untuk Seward dan Jian. Si pemilik apartemen yaitu Mingyu dan Wonwoo sibuk mondar-mandir menjamu para tamu. Di sebelah mereka ada Dino, lalu Jeonghan. Ketika Jian bergabung, Jeonghan sama sekali tidak menatapnya.
Tidak seperti apartemen Seward yang kosong karena tidak banyak perabotan, apartemen ini ramai dan penuh dengan barang-barang. Lemari kaca ditaruh di sudut ruang makan yang menyatu dengan dapur. Di dalam lemari kaca itu terpajang beraneka macam hadiah dari penggemar mereka, ada boneka-boneka, gelas-gelas kaca, piala penghargaan musik, konsol game dan beberapa kacamata.
Jian memperhatikannya dalam diam hingga Wonwoo merasa perlu untuk menjelaskan barang-barang itu satu per satu.
Jian tertarik dengan salah satu boneka porselen yang berbeda dari yang lain. Hanya ada satu boneka porselen di antara boneka teddy bear di dalam lemari itu. Boneka itu berada di rak tanpa kaca yang kata Wonwoo kacanya pecah karena Mingyu tidak hati-hati saat menutupnya.
Jian mendekat untuk melihat lebih jelas boneka itu dan tersadar ada seuatu yang janggal di ruang makan apartemen tersebut.
"Boneka ini ...," tunjuk Jian pada boneka porselen. "Kapan kalian mendapatkannya?"
Mingyu dan Wonwoo saling lirik. Lalu Mingyu menjawab. "Minggu lalu? Manajer Kim yang mengantarkan sekardus barang-barang itu yang ditaruh para fans di depan kantor agensi."
Jian mengangguk-angguk. Kembali melirik boneka itu tepat di kedua mata boneka yang memantulkan wajah Jian.
"Kenapa?" tanya Seward penasaran.
Jian menoleh, pupil matanya membesar. "Apa kalian tidak sadar jika boneka ini berbau darah?"
**
Date : 16 Juli 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Bill, Sir (✔)
Fanfic[Completed] [Fanfic SCOUPS Seventeen] Pertengkaran malam itu, membawa Jian terbang ke Korea Selatan seorang diri. Hatinya hancur melihat ayahnya akan menikah dengan wanita lain padahal tanah makam ibunya masih basah. Seolah belum cukup menderita, Ji...