**
Jian menatap Jerry lamat-lamat dari samping. Sekejap dia teringat dengan momen di masa lalu ketika dia dan Jerry masih anak-anak. Rekaman kenangan itu berputar cepat yang memperlihatkan sosok Jerry dari masa ke masa hingga pria itu terlihat seperti sekarang ini.
Di tengah ramainya jalanan kota Seoul, bibinya Jian mengendarai mobil sedan menuju apartemen. Tidak ada tempat yang aman kecuali di apartemen untuk saat ini. Kepala Jian dipenuhi tanda tanya. Dari sekian banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya, dia lebih penasaran dengan kehadiran Jerry di Korea. Sebab, tidak mungkin pria itu bisa mendapat hari libur secara cuma-cuma.
"Jerry bagaimana kamp? Kau tidak mungkin mendapat cuti hingga bisa mengunjungi Korea seperti ini."
Jerry yang sejak tadi melihat keluar kaca mobil, tampak begitu takjub dengan suasana kota Seoul, langsung menoleh. Dia merapikan anak rambut Jian lalu menjawab. "Aku sudah berhenti sayang. Sepuluh tahun sudah cukup bagiku. Kini saat yang tepat untuk kembali. Tapi, saat aku tiba kau malah sudah pergi. Apa yang kau pikirkan hingga nekat pergi ke Korea seorang diri?"
Jian menghela napas panjang. Dia kembali teringat malam pertengkaran dengan ayahnya. Dia kesal mengingat malam itu, bagaimana tatapan ayahnya yang acuh dan mengatakan kalau dia ingin menikah lagi. Tapi, usai bertemu dengan bibinya yang mengatakan kalau hal itu cuman akting, Jian jadi merasa hampa. Dia merasa bersalah tidak tahu apa-apa tentang ayahnya sendiri.
"Daddy mengatakan ingin menikah dengan seorang wanita yang hanya lebih tua dua tahun dariku. Dia bahkan tidak meminta pendapatku soal itu. Bagaimana bisa aku bertahan di sana?" kata Jian dengan suara tenang. Tidak menggebu-gebu seperti sebelumnya.
Jerry mengamit tangan Jian lalu mengusap-usap punggung tangan gadis itu dengan ibu jarinya. Dia tersenyum tipis lalu sejenak memandang keluar kaca mobil di sisi kiri Jian, sebelum kembali menatap kedua mata gadis itu.
"Maaf aku datang terlambat. Dad bilang dia menyesal sudah menghancurkan ponselmu. Dia sudah membelikan yang baru. Oh ya, aku membawanya. Ada di apartemen."
"Lupakan dulu soal ponsel. Bibi bilang pernikahan itu hanya akting."
"Ya, itu memang akting supaya wanita jalang itu percaya kalau Dad akan menikahinya."
"Kenapa Dad harus membuatnya percaya?"
"Jadi, semuanya berawal dari Jeremy. Dia ingin mengambil alih perusahaan keluarga yang dipegang Dad."
Jian merasakan sensasi tak nyaman ketika Jerry menyebut nama itu. Tapi, dia berusaha keras mengontrol ekspresi wajahnya.
"Bukankah dia sudah memiliki separuhnya?"
"Dia menginginkan semuanya sayang."
"Astaga." Jian mendesah pelan. Jeremy dan kerakusan memang tak bisa dipisahkan.
"Dad tidak setuju, tentu saja. Tapi bukan Jeremy kalau tidak mendapatkan apa yang dia inginkan."
Jian mengangguk. Dia kenal betul orang itu. Sosok super ambisius yang menghalalkan segala cara untuk memenuhi kepuasannya.
"Dia melakukan cara licik dan kotor. Mulai mempengaruhi kolega bisnis Dad untuk memihak kepadanya dan menjalankan bisnis ilegal. Dad yang sadar jika dia tidak bisa diam saja mulai mengikuti aturan main Jeremy. Hingga wanita jalang yang merupakan sekretaris Jeremy itu ingin dinikahkan dengan Dad."
Mobil yang dikendarai Na Hyeri, bibi Jian sedang berhenti di persimpangan lampu merah ketika Jerry mengubah duduknya jadi menyerong ke arah Jian.
"Rencana sebenarnya adalah aku kembali dari militer dan bersama bibi kita akan ke Korea untuk meloby beberapa kolega bisnis Dad yang ada di sini agar berpihak pada kita. Tapi, dengan kepergianmu ke Korea lebih dulu dan terdeteksi oleh Jeremy, salah satu kaki tangannya langsung terbang ke Korea. Kita perlu rencana baru."
"Maaf, aku sudah mengacau." Jian meringis, merasa bodoh sudah bertindak implusif.
"Tidak sayang, dengar. Dengarkan aku. Kau akan dijadikan salah satu petinggi tepat di bawah Jeremy bersamaku. Kau tetap diam mengawasi, biarkan aku yang mengambil alih urusan pekerjaan," jelas Jerry.
Na Hyeri di kursi kemudi menggeleng. Dia melirik lewat kaca spion lalu berkata, "Tidak Jerry, Jessie bisa melakukannya. Dia dekat dengan artis di agensi itu. Salah satu dari mereka bahkan kekasihnya."
"Kekasih? Siapa yang berani mengambil dirimu dariku sayang?" Jerry berseru heboh.
Namun, bukan itu yang jadi masalah sekarang. Apa yang baru saja dikatakan bibinya tadi?
"Apa kata bibi? Agensi apa?" Jian mencondongkan tubuhnya ke depan agar bisa mendengar lebih jelas.
"Jeremy sudah mengambil alih agensi yang menaungi kekasihmu. Akhir-akhir ini K-Pop sedang melejit dan Jeremy mengambil kesempatan itu. Kita ...."
Tiba-tiba hening. Jian tidak mampu mendengar kalimat yang diucapkan bibinya meski dia ingin mendengarnya. Telinganya berdenging dan detak jantungnya berpacu cepat. Jian memucat. Seakan belum cukup, kenangan di masa lalu menghantam dirinya. Jian menggapai-gapai, seolah akan tenggelam.
"Jessie? Jessie sayang? Jessie? Kau tak apa?" Jerry panik. Pria itu mengguncang bahu Jian, berusaha membawa kembali kesadarannya.
Saat itulah suara klakson mobil terdengar kencang. Telinganya berhenti berdenging dan dia sudah bisa mendengar suara napas Jerry yang terengah saking paniknya.
"Jessie dengar. Dengarkan aku ya." Jerry memegang wajah Jian dengan kedua tangannya agar gadis itu bisa menatapnya. "Kau harus memutuskan hubungan dengan dia. Jangan melibatkan orang lain untuk masalah kita. Aku percaya padamu."
**
Date : 15 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Bill, Sir (✔)
Fanfic[Completed] [Fanfic SCOUPS Seventeen] Pertengkaran malam itu, membawa Jian terbang ke Korea Selatan seorang diri. Hatinya hancur melihat ayahnya akan menikah dengan wanita lain padahal tanah makam ibunya masih basah. Seolah belum cukup menderita, Ji...