**
Manajer pengelola penyewaan yacht pribadi yang biasanya menerima sewa yacht untuk berlabuh di malam hari yang menyajikan pemandangan epik di tengah-tengah sungai Han adalah mantan pacar Na Hyeri, bibinya Jian.
Dia pria melankolis yang tidak malu memperlihatkan bagaimana dirinya menangis di depan banyak orang. Para pegawainya hanya bersikap biasa saja seolah hal itu sudah biasa. Salah satu dari mereka mengulurkan sekotak tisu pada pria itu. Alih-alih Jian panik, takut dikira sebagai gadis jahat yang membuat pria berotot menangis.
"Hyeri sering menghubungiku sejak dia dibawa ibu asuhnya ke Kanada. Dia adik, teman sekaligus cinta pertamaku. Terakhir kali dia menghubungiku itu lima bulan lalu, Dia meminta tolong padaku untuk membantunya mencari tempat tinggal karena dia akan membawa keponakannya. Adik kakaknya, Na Jisoo."
Jian terhenyak mendengar nama Korea ibunya disebut. Tidak ada yang pernah menyebutkan nama itu selama hidupnya. Sepertinya manajer pengelola penyewaan yacht pribadi juga mengenal ibunya. Jian jadi penasaran bagaimana masa lalu ibu dan juga bibinya, tapi kini bukan waktu untuk bernostalgia.
"Lalu, apa bibiku mengatakan kapan tepatnya dia akan ke Korea paman?"
Pria itu menggeleng. "Tidak, dia hanya bilang secepatnya. Tapi, sudah lima bulan berlalu dan hari ini kau datang. Apa dia baik-baik saja?"
"Aku tidak tahu kabar bibiku, paman. Itu kenapa aku ke sini mencari paman." Jian menatap kejauhan. Pada sungai Han yang tenang dan pantulan langit jingga di permukaannya. Senja sudah tiba.
"Sayangnya Hyeri tidak mengatakan apa-apa lagi padaku. Aku sungguh khawatir dengannya. Semoga dia baik-baik saja."
"Aku juga berharap seperti itu."
Informasi tentang niat bibinya yang akan membawa Jian ke Korea benar-benar mengejutkan. Lima bulan lalu adalah awal ibunya masuk rumah sakit dan didiagnosa menderita kanker ganas. Sejak saat itu ibunya tidak pernah meninggalkan ranjang rumah sakit.
Apa ibunya sudah merencanakan kepergian Jian ke Korea bersama adiknya? Kalau Jian tahu soal itu, dia tidak akan pergi ke Korea sendirian.
Jian memutuskan untuk pulang. Dia akan memikirkan langkah selanjutnya nanti di rumah. Namun, baru saja dia beranjak dari duduknya tiba-tiba manajer Kim muncul.
"Jian, kau sedang apa di sini?" tanya pria itu terkejut dengan sosok Jian di tempat penyewaan yacht.
"Loh manajer Kim?" Jian juga tak kalah kaget.
Begitu pula dengan mantan pacar bibinya. "Kau kenal dengan manajer Kim, Jian?"
"Ah, iya paman." Jian mengangguk kaku. Bingung harus mengatakan apa.
Untungnya manajer Kim langsung menjawab tanpa menyinggung status hubungan Jian dengan Seward. "Dia salah satu kenalanku. Jadi bagaimana yacht yang aku pesan itu?"
Manajer penyewaan yacht menatap Jian lalu mengangguk canggung. Dia menuntun manajer Kim ke loket penyewaan dan berbicara dengan salah satu stafnya. Jian masih di tempatnya, menunggu mantan pacar bibinya itu kembali, sebab dia rasa kalau dia pergi begitu saja akan tidak sopan.
Tak berselang lama mantan pacar bibinya itu datang. Dia berlari kecil mendekat. "Jian, berikan aku nomor ponselmu, jika Hyeri menghubungiku lagi aku akan memberitahukanmu," ujarnya sembari mengulurkan ponsel.
"Baiklah paman." Jian menurut, mengetikkan nomor ponselnya dan berpamitan.
Saat melangkah keluar tempat penyewaan yacht itu, Jian berbelok ke jalanan. Langit sudah gelap. Ada mobil van hitam yang parkir di pinggir jalan. Jian tidak memperhatikannya karena dia berjalan sambil menundukkan kepala.
Dia mengeluarkan kertas kusam berisi catatan alamat dari dalam saku roknya dan membacanya sekali lagi sembari memberikan catatan baru. Saat melewati mobil van hitam itu, Jian tidak menyadari jika pintu mobil yang menghadap ke jalan terbuka lebar. Dan Jian baru sadar ketika sebuah tangan terjulur dari dalam mobil yang menyambar lengannya serta menarik gadis itu masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan. Setelahnya pintu mobil tertutup rapat.
**
Date : 3 Agustus 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Bill, Sir (✔)
Fanfic[Completed] [Fanfic SCOUPS Seventeen] Pertengkaran malam itu, membawa Jian terbang ke Korea Selatan seorang diri. Hatinya hancur melihat ayahnya akan menikah dengan wanita lain padahal tanah makam ibunya masih basah. Seolah belum cukup menderita, Ji...