SINAR SHAM yang lembut menyelinap ke dalam sepasang kelopak mata seorang pemuda yang tengah terpejam. Tak pelak, cahaya jingga meliputi seluruh pandangan sang pemuda, mengusiknya hingga terbangun dari tidur lelapnya. Alhasil, keadaan itu membuat kesadarannya berangsur pulih meski masih perlahan menuju sempurna.
Tatkala sepasang kelopak mata itu terbuka, kilau cahaya Sham langsung menusuk pandangan pemuda itu kendati terhalang oleh dedaunan rimbun. Pelan tetapi pasti, buram yang membekap netranya pun memudar. Seiring bayang-bayang dedaunan yang lambat laun mewujud, penglihatannya pun berangsur benderang. Tak terkecuali ingatannya yang satu demi satu mulai berkelebat terang.
“Di mana aku, Ya Shamasta,” gumam sang pemuda, berbisik pada dirinya sendiri.
Maka, setelah penglihatannya kembali bekerja sempurna, ia segera menyadari tangan dan kakinya berada pada keadaan terikat. Ia mencoba menggerakkan seluruh anggota badannya, tetapi ia merasa tak leluasa. Saat kesadarannya benar-benar telah kembali, ia pun mulai merasa panik.
“Apa yang terjadi, Ya Sham?” tanya sang pemuda, di dalam hati, sembari berusaha melepaskan diri dari jeratan yang mengikatnya erat-erat.
Bersamaan dengan itu, sang pemuda baru menyadari di tempat macam apa dirinya berada. Sebuah areal hutan mewujud di sekitar tubuhnya yang terbaring terlentang dan terjerat oleh ikatan ranting-ranting pepohonan. Sementara, di sekitar tanah tempat dirinya terbaring dengan ikatan, terhampar sebuah lahan perkampungan di antara kawasan hutan tersebut. Rumah-rumah gubuk mungil tampak berdiri dengan pola yang tidak beraturan di atasnya.
Sayup-sayup, pemuda itu mendengar suara-suara seruan sejumlah makhluk yang saling bersahutan. Tak seperti keramaian manusia pada umumnya, makhluk itu berseru secara serentak laksana paduan suara prajurit istana saat sedang berpatroli. Dan, saat pemuda itu benar-benar telah menyempurnakan pandangannya, ia menyaksikan sekawanan makhluk bertubuh katai tengah bahu-membahu mengumpulkan kayu-kayu bakar.
“Gaga hoo! Gaga hoo! Gaga hoo!” seru para makhluk berwujud manusia kerdil itu, seraya berbaris layaknya prajurit yang dikomando meski sesungguhnya tak satu pun di antara mereka yang terlihat bertindak sebagai komandan pasukan.
Di tengah upaya melepaskan diri dari jeratan ranting yang melilit tangan dan kakinya, sang pemuda melihat pemandangan aneh yang terjadi pada para makhluk-makhluk kerdil. Ia menyaksikan mata mereka tampak menyala laksana cahaya sorot berona merah.
Sementara, para makhluk kerdil terlihat berbaris teratur dengan tangan memikul kayu-kayu bakar. Seluruh gerak-gerik mereka seolah seperti sudah diatur tanpa kehendak mereka masing-masing. Mereka laksana sekumpulan makhluk yang bergerak tanpa jiwa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Genderang Khatulistiwa
ФэнтезиPemilihan Khalefa (raja) ke-22 bakal dihelat meriah di ibukota negeri Haaras, Lakhsatra, pasca wafatnya Baginda Khalefa ke-21, Gharda Othama. Seluruh Malek penguasa kedelapan wilayah Haaras diundang ke ibukota untuk mengirim kandidat masing-masing. ...