34. Tambang Batu di Bukit Sham

10 2 0
                                    

AJUDAN REMAN nampak tak terlalu bergairah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AJUDAN REMAN nampak tak terlalu bergairah. Sejak Sham terbit, tangan kanan kepercayaan Malek Kaghar Dhaenis itu lebih banyak bersikap hening. Kesunyian tampak hinggap di wajahnya yang telah menua oleh garis-garis cekung di sekujur kulitnya.

Malek Kaghar Dhaenis baru menyadari hal itu saat keduanya tengah berada di dalam kereta kencana menuju arena Rhavatra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malek Kaghar Dhaenis baru menyadari hal itu saat keduanya tengah berada di dalam kereta kencana menuju arena Rhavatra. Di sela-sela memadu canda dengan Bethany, si bungsu yang terlihat ceria berkat keputusannya menunda kepulangan, sang Malek menyempatkan diri untuk melirik tangan kanan kepercayaannya itu.

“Reman,” sapa Malek Kaghar, “kau tak perlu khawatir dengan kemarahan istriku. Aku tahu kau juga diam-diam diminta oleh Maleka untuk memastikan kami berdua pulang setelah acara pemakaman Khalefa Gharda.”

Ajudan Reman, yang semula termenung sembari memerhati suasana di luar melalui jendela kereta kencana, segera mengalihkan pandangan ke arah majikannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ajudan Reman, yang semula termenung sembari memerhati suasana di luar melalui jendela kereta kencana, segera mengalihkan pandangan ke arah majikannya. “Ah, baiklah, Malek. Rupanya Anda sudah mengetahuinya,” ujarnya, dengan senyum yang terlihat agak dipaksakan.

“Istriku tidak akan marah padamu. Seandainya nanti ia menyalahkanmu karena kepulangan kita yang tertunda, biarkan aku yang menjelaskan kepadanya. Toh, ini semua murni keputusanku, Reman,” jamin sang Malek, meyakinkan.

“Baik, Malek,” jawab sang Ajudan, singkat. Sudah itu, pandangannya kembali melirik ke arah luar kereta yang dipadati kerumunan penduduk kota.

Melihat sang Ajudan kembali memasang tampang murung, Malek Kaghar Dhaenis terlihat tak terlampau nyaman. Untuk beberapa saat, pandangannya enggan berpaling dari sosok renta yang telah puluhan kemarau mengemban tugas untuk mengawal dirinya ke manapun ia berada itu.

Genderang KhatulistiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang