24. Meriam Melata

32 11 28
                                    

SOROT MATA Althamis Dorgha Marhem mendadak tertuju pada dua ekor Gorda yang terbang kembali ke kawasan pantai selatan tempat ia berada bersama ke-50 pasukan udaranya yang masih tersisa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SOROT MATA Althamis Dorgha Marhem mendadak tertuju pada dua ekor Gorda yang terbang kembali ke kawasan pantai selatan tempat ia berada bersama ke-50 pasukan udaranya yang masih tersisa. Suara pekik kedua Gorda yang seolah meneriakkan nada ketakutan itu kian lama kian mendekat.

Dengan mata terpicing, Althamis Dorgha mencoba mencari tahu para penunggang di belakang punggung kedua ekor Gorda yang bersiap mendarat di daratan pantai semenanjung Zaltan itu. Sesaat kemudian, raut wajahnya tiba-tiba berubah gusar.

"Tama? Antra?" seru sang Althamis, seraya menghampiri medan pendaratan kedua Gorda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tama? Antra?" seru sang Althamis, seraya menghampiri medan pendaratan kedua Gorda.

Tepat setelah bunyi debum terdengar diiringi percikan pasir pantai yang basah oleh air hujan, Dorgha segera menuntun Gorda-nya, Samantha, untuk menyambangi. Tampak raut-raut kepanikan tercermin nyata dari wajah kedua penunggang Gorda yang baru saja mendarat.

"Lapor, Althamis! Keadaan genting!" teriak Antra, dengan tampang ketakutan bak dikejar hantu belau.

"Di mana Firaz dan yang lainnya?" tanya Althamis Dorgha, yang sontak turut terpapar kepanikan. Sejatinya, sejak ia melihat hanya dua orang anak buahnya yang kembali dari Cherazav, ia sudah menduga akan mendengar sebuah kabar buruk.

"Kami diserang kawanan Khauk di Cherazav, Althamis! Sebagian besar pasukan tidak selamat!"

Seketika itu juga, Althamis Dorgha mendadak lemas. Kedua tangannya yang menggenggam tali kemudi Samantha terkulai. Dengan mengirim hampir separuh pasukan penunggang Gorda yang ia bawa serta untuk memeriksa keadaan di desa Cherazav, sesungguhnya ia telah memperhitungkan segala kemungkinan. Akan tetapi, ia tak menduga jumlah pasukannya yang sebanyak itu pun tampaknya masih belum cukup untuk menghadapi serangan musuh.

"Berapa banyak Khauk yang kalian hadapi di sana?" tanya Dorgha lagi.

"Ratusan! Mungkin lebih banyak lagi, Althamis!" Tama menjawab terengah-engah dengan wajah dihantui rasa trauma.

Althamis Dorgha lantas berpikir sejenak. Selepas itu, ia segera menuntun Samantha menuju ke tengah-tengah pasukannya yang tersisa. Dengan dada membusung, ia menghentakkan tali kemudi Samantha. Dari balik penutup kepalanya yang berwujud paruh elang, tampak urat-urat wajahnya menonjol laksana akar-akar pepohonan.

Genderang KhatulistiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang