Ketiganya kini sedang berada di bandara, seminggu belakangan ini Naruto sangat sibuk agar pekerjaannya lekas selesai dan akhirnya hari dimana yang ditunggu-tunggu datang, dirinya membawa Hinata dan juga Boruto menuju Tokyo.
Mereka baru saja sampai dan bergegas menuju apartemen, rumah yang dulu sempat dirinya tempati sudah ia jual. Karena Naruto mengira ia tidak akan pernah lagi kembali ke Tokyo, maka dari itu dirinya menjualnya daripada harus terbengkalai dengan waktu yang cukup lama.
Tujuannya kesini mungkin akibat Hinata yang meminta dirinya menemui sang Ibu, namun jika Hinata tidak meminta itu maka Naruto tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi disini.
Baginya datang kemari sama saja membuka luka lama istrinya, dan Naruto tidak mau itu terjadi. Sudah cukup penderitaan Hinata akibat ibunya, biarkan Hinata bahagia bersama dirinya dan juga Boruto di Swiss tanpa gangguan apapun.
Namun terkadang ada rasa rindu dalam dirinya terhadap Ibu. Namun Naruto selalu menepisnya, bukankah semenjak pertemuan mereka yang terakhir itu adalah sebuah perpisahan. Tapi ----
Naruto berharap setelah ini semua akan baik-baik saja, ia akan datang ke rumah Ibu pada esok hari bersama Hinata dan juga Boruto. Tiga tahun berada di Swiss untuk melupakan segalanya. Namun hari ini ia berada di Tokyo untuk memulai sesuatu yang semogga saja dapat merubah segalanya.
"Bolt mengantuk." Keluh Boruto karena merasa perjalanan menuju tempat mereka akan tinggal sangatlah lama.
Naruto terkekeh pelan. "Tidurlah dipangkuan Ayah." Ia membawa Boruto dalam pangkuannya.
Hinata mengelus surai pirang itu dengan lembut. Ia sangat tahu kebiasaan putranya itu, Boruto sangat tidak suka berlama-lama didalam mobil. Sedangkan sekarang mereka sudah berada hampir satu jam, namun sepertinya sebentar lagi akan tiba menuju apartemen untuk mereka tinggali sementara.
Sebelum memejamkan matanya Boruto mendongak menatap mata biru Ayahnya. "Jika sudah sampai Bolt ingin makan ramen kesukaan Ayah." Pinta Boruto dengan lucu.
"Em, nanti akan Ayah pesankan untuk Bolt, sekarang tidurlah kau sudah mengantuk." Mata anak itu memang terlihat sayu karena mengantuk.
Mereka tiba di Tokyo pukul sebelas malam maka tidak salah jika Boruto mengantuk.
"Jika sudah berada Tokyo jadi mengingatkan tentang kita." Hinata tertawa pelan sembari menyandarkan kepalanya pada bahu suaminya.
"Tentu saja, banyak sekali perjalanan yang dapat kita ambil dari kisah cinta kita." Naruto mengelus pipi Hinata dengan sebelah tangannya, karena sebelahnya lagi mengelus punggung Boruto yang sedang tertidur.
"Terima kasih sudah menjadi suami dan Ayah yang baik untukku dan juga Boruto." Ujar Hinata dengan sangat tulus.
"Seharusnya aku yang berterima kasih karena kau sudah mau menjadi istriku dan juga Ibu yang baik untuk Boruto."
Hinata menatap mata biru meneduhkan itu. Betapa beruntungnya ia bisa memiliki Naruto saat ini.
"Kau wanita hebat Hinata, aku mencintaimu." Naruto mengecup bibir itu lembut.
Merasakan ciuman hangat itu Hinata hanya mampu memejamkan matanya, ciuman itu tidak begitu lama karena saat ini keduannya sedang berada di mobil yang notabenenya supir akan melihat rutinitas keduanya.
...
P
agi harinya Hinata terbangun terlebih dahulu, disusul juga oleh putranya, sedangkan suaminya kini masih terlelap karena kelelahan. Boruto kini sudah terlihat rapih setelah di mandikan oleh Ibunya, anak itu terlihat sedang duduk di kursi meja makan dengan sepiring buah-buahan yang sedang di makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Affair Of The Heart [NARUHINA]
RandomMenjadi kekasih dari pria yang sudah beristri? Hinata mungkin sudah gila karena bisa-bisanya ia mencintai lelaki yang sudah memiliki istri. Hinata mencintai Naruto Uzumaki pria yang sudah memiliki istri. Kisah mereka mungkin akan rumit dikemudian h...