37. bonchap: merindu

1.8K 149 17
                                    

Setelah mengobrol selama berjam-jam, Kenzo pun pulang. Jake juga sebenarnya sudah beberes dan siap untuk pulang ke rumah. Sesaat ia menoleh ke sisi samping dari dinding kacanya. Di sana ia bisa melihat gedung-gedung bangunan rumah yang padat, milik para warga, yang salah satunya merupakan rumah kecil miliknya dulu.

Ia terdiam sejenak, cukup lama memandangi salah satu atap yang terlihat sudah berkarat. Kemudian bangkit dan keluar dari ruangan tersebut setelah memutuskan sesuatu.

Rupanya lelaki yang kini sedang hamil tua itu, mendatangani sebuah rumah yang sudah mulai hancur di beberapa bagiannya.

Ya ampun, rumah ayah sampai sehancur ini akibat terlalu lama di tinggal.

Sebuah kenangan manis, bersama Sunghoon sebelum ia tahu siapa suaminya itu, mulai bermunculan di kepalanya.

Jake yang saat ini tengah berdiri, sedikit tersenyum kecil. Karena tatapannya tertuju pada kursi lapuk yang sudah benar-benar tidak bisa di gunakan lagi.

Mas Varo pernah duduk di sana, dan bokongnya tertusuk paku yang sedikit menyumbul keluar.

Andai aku tahu sejak awal dia orang kaya. Pasti aku tidak akan berani memintanya untuk tinggal di sini.

Senyum Sunghoon dengan pakaian sederhana milik ayahnya tiba-tiba muncul dalam ingatan.

Mas Varo, bukan laki-laki kaya yang sombong seperti kebanyakan. Ia bisa membohongi ku dengan sangat mulus. Namun, aku tidak marah. Karena ia sampai sudi melakukan itu demi bertanggungjawab atas kesalahan yang sejatinya tidak kita lakukan malam itu.

Sraaaakk!

Lelaki manis itu menoleh ke belakang. Sepertinya ia mendengar langkah seseorang. Kepalanya menoleh ke kiri dan kanannya, tapi tak menjumpai siapapun disana.

Drrrrt.. drrrrt..

Jake beralih fokus pada tas nya, sebelum mengeluarkan ponsel. Ia kembali menoleh ke sisi kanan. Tepatnya di dekat sebuah pohon mangga yang besar. Karena ia yakin suara langkah kakinya tadi di dekat situ. Tapi, tidak ada siapapun.

Ia pun bergegas menerima panggilan telepon yang tak lain dari suaminya sambil melenggang pergi dari sana.

Di saat itulah, seorang wanita melongok sedikit dari balik pohon mangga tersebut. Dan berdiri menatapnya tanpa bisa terbaca, seperti apa maksud dari ekspresi datarnya itu.

.....

Di depan cafe, sudah berdirinya Sunghoon di sana.

Pria itu rupanya datang secara diam-diam untuk memberikan kejutan pada istrinya. Setelah hampir dua minggu di New Zealand.

"Mas Varo?!" Jake merasa senang karena suaminya sudah pulang.

"kau dari mana saja sayang? Aku mencarimu.." Kedua tangannya menentang, dan salah satunya memegangi buket bunga yang cukup besar dan juga indah.

"Aku baru saja melihat rumahku yang dulu," Jake langsung menghampiri ke pelukan sang suami.

"Kenapa tidak bilang, kalau mas Varo akan pulang hari ini?"

"Apa kau khawatir kalau aku datang tiba-tiba?" Godanya sambil meraih dagu istrinya yang saat ini sedang mendongak manja.

Jake terkekeh kecil, "justru karena aku ingin menyambut mu lebih baik daripada ini."

"Melihat senyum mu, itu adalah sebuah sambutan paling istimewa dari pada yang lain-lain."

"Mas Varo bisa saja. Mau masuk dulu? Tas ku masih di atas."

"Okay! Sebentar saja. Habis ini kita langsung pulang, ya."

"Iya, mas." Balasnya sebelum menerima kecupan hangat di kening.

Beberapa pasang mata tertuju pada pasangan itu. Sebagian besar menunjukkan respon iri, sebagian lagi terlihat turut senyum-senyum sendiri. Tapi tak sedikit juga yang hendak mengambil foto atau video keduanya. Tentu hal itu langsung di halangi oleh para pelayan yang sigap menegur mereka dengan sopan.

Sekertaris Sunoo hanya menunggu di luar gedung cafe ini. Karena jika sudah menyangkut dengan Jake. Dia tidak akan terpakai oleh bosnya itu.

.....

Di dalam ruangan Jake.

Sunghoon langsung memeluk istrinya erat dan menciumnya tanpa henti. Jake pun hanya pasrah, saat bibirnya di lumat habis oleh suaminya yang selama hampir dua pekan ini tak bertemu.

"Aku sangat merindukanmu."

"Benarkah?"

"Ya, apa cuma aku yang merindukanmu. Sementara kau tidak?" Tanya Sunghoon dengan nada sedikit merajuk.

"Tentu aku sangat merindukanmu juga, mas."

"Kau tahu, selama di New Zealand. Aku tidak bisa tidur, terus saja otak ini memikirkan mu, dan anak kita. Kau sebentar lagi mau melahirkan. Bagaimana kalau aku tidak bisa mendampingi mu?"

Jake tersenyum maklum, memandangi wajah tampan suaminya dengan tatapan rindu. Kedua tangannya saat ini tengah membelai lembut wajah dengan pahatan sempurna itu.

"Aku akan baik-baik saja, mas. Walaupun sebenarnya aku juga khawatirkan itu. Tapi mau bagaimana lagi? Aku harus pahami, siapa suamiku."

"Jujur saja aku tidak mau sesibuk ini. Tapi, ini adalah kewajiban ku. Maaf, sayang. Belum bisa sepenuhnya bisa bersama kalian. Tapi, aku akan usahakan agar saat kau melahiran nanti, aku terus berada di sisimu."

Jake tak menjawab selain memindahkan kedua tangannya di leher Sunghoon lalu mencium bibir suaminya lagi.

Ada rasa tidak nyaman karena terlalu sering di tinggal. Tapi mau bagaimana lagi, inilah resiko hidup dengan pria yang memiliki kekayaan yang melimpah. Tidurnya saja hanya beberapa jam, pantas saja ia juga hanya memberikan waktu sedikit untukku. Tidak apa mas. Kamu sudah berjuang, menyisihkan sebagian waktu sempitmu itu untukku.

Ciuman Jake semakin dalam, karena di bumbui oleh rasa rindunya. Dan direspon juga oleh suaminya yang semakin menikmati.

Tak lama gerakan bibir Jake terhenti. Ia mulai melepaskan ciumannya pelan. Lalu terdiam sejenak dengan nafas yang terdengar naik-turun, menatap lurus ke depan, tepat di bagian dada bidang suaminya.

Sunghoon sendiri sepertinya masih kurang. Ia berusaha mendekati lagi bibir istrinya namun di tahan oleh Jake. Satu alis tebal Sunghoon terangkat, lelaki manis itu pula tersenyum.

"Apa kau tak merasakannya?" Bisik Jake.

"Apa?" Tanyanya sambil berbisik juga.

"Cobalah untuk lebih peka merasakannya." Sunghoon terdiam. Tak lama ia terkejut saat perut istirnya bergerak, seperti ada sebuah tendangan kecil.

"Ya ampun.." Sunghoon tersenyum lebar.

"Dia marah karena kau belum menyapanya."

"Astaga!" Sebuah gelak tawa menggema. Pria itu merasakan gemas terhadap bayi kecil yang masih berada di perut istrinya itu.

Sang presiden direktur itu pun melepaskan pelukannya, lalu sedikit berlutut agar setara dengan perut buncit Jake.

"Bagaimana kabarmu, nak? Apa hari-harimu menyenangkan?" Tanyanya yang sukses membuat Jake tertawa gemas, "maaf ya, ayah lupa untuk menyapa mu lebih dulu. Tapi tenang saja, ayah juga merindukanmu, kok."

Cup!

Pria dengan rambut berwarna hitam legam itu menciumi perut Jake beberapa kali. Sambil terus berbicara dengan anaknya. Jake merasakan ketenangan, dan rasa bahagia ketika berada di dekat suaminya.

Ya, ia tidak peduli mau sebanyak apapun waktunya di luar. Yang terpenting, Sunghoon selalu menghabiskan waktunya bersama Jake. Di setiap ada kesempatan. Dan ia pun selalu memaksimalkan itu. Ya, inilah salah satu kelebihan yang amat ia disyukuri Jake, memiliki suami yang bertutur kata lembut, dan penyayang.





udah puas blum kalian, hm??

Unexpected | SungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang