Bab 18

347 26 0
                                    

DIRAJA

Diraja tersedak ketika Ambar dengan entengnya berbicara seperti demikian kepada Reinhard. Dia tak tahu apakah harus tertawa takjub atau mengomel karena sikap passive aggressive Ambar tentang 'partner' yang biasa dibawa ke restoran ini.

Memang benar dia suka membawa Michelle untuk fine dining di Blanchette French Restaurant ini. Sebuah kelalaian dari Diraja, dan kini dia merasa bodoh dengan keputusan spontannya tersebut.

Makanya untuk menutupi keterkejutannya–dan kebodohannya, Diraja bertanya dengan tajam kepada Ambar.

"Apa maksudmu bicara seperti itu?"

Ambar tersenyum manis kepadanya sambil menatap polos kepadanya.

"Nggak ada maksud apapun, kok," balas Ambar dengan santai sambil sekali lagi melempar senyum polos kepadanya.

Diraja hanya bisa menggelengkan kepalanya gemas karena sikap gadis tengil di hadapannya kini.

"Well, lupakan saja ucapan saya tadi." Diraja memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah dan kembali fokus pada tujuan utamanya menemui Ambar.

Dia baru saja selesai berdebat sengit dengan Darius Danudihardjo mengenai rencana pernikahan yang diajukan kepada Ambar. Hampir saja tak ada titik temu dan bahkan Darius mengancam akan membatalkan proses merger dan akuisisi. Musuh bebuyutannya itu bahkan mengatakan kalau dia akan menghadapi keluarga Ong sendirian demi batalnya rencana pernikahan tersebut.

Tapi Diraja meyakinkan Darius kalau pernikahan ini juga akan menguntungkan Ambar. Jadi tak ada yang perlu Darius khawatirkan, karena kini adiknya akan berada di dalam perlindungan Diraja juga jika mereka menikah.

Ambar masih memperhatikannya tanpa mengatakan apapun. Itu memang bukan salah gadis itu, karena tadi siang dia bersikap kurang ajar dengan menyuruhnya datang padahal Diraja sendiri yang membutuhkan kehadiran Ambar.

Setelah sukses disentil oleh Ambar, Diraja akhirnya menyadari kalau sikapnya kepada Ambar selama ini terlalu keras dan kaku. Dan itu tak akan membantunya dalam mendapatkan persetujuan Ambar untuk menikah dengannya.

Oleh karenanya, dia perlu mengubah sikap dan bersikap lebih terbuka kepada calon tunangannya ini. Ditambah lagi setelah percakapan gamblangnya dengan Rengganis yang membuat hatinya tak nyaman. Rasa-rasanya perubahan memang diperlukan untuk memperbaiki hubungan antara dirinya dan Ambar.

"Gimana kuliah?" tanya Diraja dengan sedikit lebih luwes.

Jujur saja, berbicara dengan lawan jenis yang memiliki perbedaan usia begitu besar membuatnya kikuk.

Ambar kini tak segan melemparkan tatapan penuh tanya kepadanya.

"Kok tumben nanya seperti ini? Biasanya Mas Diraja kalau mau bicara nggak pakai basa-basi seperti ini. Ada apa?" Pertanyaan Diraja kembali dibalas dengan rentetan pertanyaan dari Ambar.

Lihatlah! Betapa sulitnya mereka berbicara seperti layaknya pasangan normal pada umumnya. Entah harus bagaimana agar dirinya dan Ambar menjadi satu frekuensi dan bisa berdiskusi normal.

Diraja harus bersabar. Dia menghirup napas panjang. Dirinya adalah orang yang tertua di sini, seharusnya dia bisa menjaga sikap serta emosinya.

"Baik-baik saja saya harap? Kalau ada masalah bilang saja, nanti akan saya bantu." Diraja merespon dan mengenyampingkan pertanyaan lanjutan dari Ambar.

"Hmm... sikapmu aneh sekali, Mas Diraja. Jujur saja," ujar Ambar dengan gamblang.

Calon tunangannya ternyata seperti itu.

Obsesi Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang