Bab 10

513 23 0
                                    

Setelah ditinggal Michelle, ada perasaan kosong yang membuatnya merasa begitu gamang. Diraja menghela napasnya. Menelan kepahitan yang berasal dari rencana pernikahan bisnis yang akan dia lakukan bersama Ambar.

Suara klakson mobil di belakang mereka akhirnya membuat Diraja tersadar dan meminta sang supir untuk kembali ke kantor. Diraja mencoba menghubungi Michelle untuk memastikan kalau dia baik-baik saja selepas pembicaraan mereka di dalam mobil tadi. Tapi sepertinya Michelle memblokir nomornya sehingga dia tak bisa menghubunginya.

Saat membuka ponselnya, Diraja baru menyadari kalau dia tadi mendapatkan pesan singkat dari Ambar ketika dia bertengkar dengan Michelle.

[Saya sudah bicara dengan keluarga besar saya, mereka nggak percaya kalau saya mempertimbangkan usul ini. Jika keluarga saya menolak, maka saya nggak bisa menerima permintaan ini.]

Diraja membaca ulang pesan tersebut.

"Nggak bisa dibiarin ini!" gumam Diraja pelan.

Jika dia sudah putus dengan Michelle demi menikah dengan Ambar, maka jawaban seperti ini bukanlah jawaban yang diharapkan Diraja. Dengan sigap dia menghubungi Ambar.

Panggilannya ditolak!

Kepalanya yang sudah penat karena masalah perdebatannya dengan Michelle kini ditambah lagi dengan pesan dan sikap Ambar yang sukses membuatnya emosi. Diraja mencoba menghubungi Ambar untuk kedua kalinya, tapi sebelum dia berhasil, ada panggilan masuk.

Dia berharap itu dari Michelle, tapi ternyata Darius yang menghubunginya.

"Diraja," ujar Darius, sang musuh bebuyutannya sejak mereka kuliah di Harvard dulu.

"Darius, saya sedang sibuk jadi langsung saja to the point, ingin bicara apa?" tembak Diraja langsung.

"Kita perlu bicara empat mata segera! Ini mengenai Ambar," ucap Darius.

Diraja langsung paham apa yang ingin pria ini katakan jika merunut dari pesan yang diberikan Ambar tadi.

Rupanya Darius sudah tahu kalau Diraja berbalik haluan dan menuntut terjadinya pernikahan dengan Ambar, walau sebelumnya Darius dan Diraja berada dalam satu kapal yang sama–setuju untuk menolak ide tersebut.

"Besok?" tawar Diraja. Hari ini jadwalnya begitu padat.

Setelah berbagai meeting yang akan menunggunya selepas ini, dan juga agenda makan malam keluarga, dia tak memiliki waktu untuk tarik urat dengan Darius hari ini.

"Oke! Jangan bicara macam-macam dengan Ambar tanpa lewat gue, paham, Diraja?" ancam Darius dengan serius yang membuat Diraja melengos.

"Dia perempuan mandiri yang bisa bicara sendiri! Nggak usah menyetir keinginan Ambar kalau dia menyetujui pernikahan kami," balas Diraja yang semakin membuat Darius meradang.

"Hey! Dia adikku! Nggak usah macam-macam kalau lo nggak mau berurusan dengan Danudihardjo! Deal merger dan akuisisi itu ada di tanganku. Nggak usah besar kepala, Diraja!" Darius mengancamnya secara terbuka.

"Tapi kalau kami menolak proposal yang ditawarkan, maka kau akan berurusan dengan keluarga Ong seorang diri. Sudibyo akan mencari cara lain untuk menjaga diri dan juga mencari dana segar tambahan. Jadi, hentikan sikap high and mighty yang menyebalkan itu, Darius," ujar Diraja dengan penuh nada cemooh.

"We're gonna be in-laws, brother! Be kind and be humble!" ejek Diraja sebelum akhirnya menutup sambungan teleponnya dengan berandal satu itu.

Suasana di dalam mobil kembali sunyi, membuat Diraja memejamkan matanya sejenak. Mencoba menghilangkan sakit kepalanya yang kian lama kian mengganggunya.

Obsesi Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang