DIRAJA
Pikirannya berkecamuk dan bercabang ke mana-mana selepas dia menghubungi Michelle. Saat dia tahu kalau serangan asma Michelle kumat di tengah perdebatan mereka, tanpa pikir panjang Diraja langsung cabut dari kantor meskipun beberapa waktu ke depan dia harusnya mengikuti rapat marketing dengan The Converge.
Tapi menurutnya masalah kesehatan Michelle jauh lebih penting dan saat dia dengan tergesa-gesa keluar dari ruangannya, dia meminta Tito dan Nina untuk membereskan jadwalnya yang pasti akan berubah.
"Tapi, Pak? Apa saya perlu mendampingi Pak Diraja?" Tito bergegas mengikutinya namun Diraja berhenti sejenak.
"Nggak usah, kamu sama Nina wakili saya saja di rapat nanti dengan The Converge. Nanti kabari saya bagaimana hasilnya. Dan kalau butuh keputusan cepat hubungi saya saja. Selain itu, jangan teruskan panggilan kepada saya kecuali urgent!" titah Diraja kepada Tito.
Asisten pribadinya akhirnya berhenti mengikuti Diraja dan hanya menunggunya sampai Diraja masuk ke dalam lift.
Di lobi, supirnya sudah menunggu dan dia langsung masuk tanpa basa-basi.
"Ke kantor Michelle," ujar Diraja, dan supir hanya mengangguk.
Tahu ke mana tujuan mereka karena itu merupakan salah satu destinasi yang sering dikunjungi Diraja dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini.
Sepanjang perjalanan dia mencoba menghubungi Michelle kembali, takut gadis itu tak sadarkan diri dan kondisinya semakin membahayakan. Namun karena tidak terangkat, Diraja akhirnya mencoba menghubungi ponsel teman dekat Michelle di kantornya.
"Hey Nadine, sorry gue hubungi lo sekarang. Lo ketemu Michelle?" tanya Diraja sesaat setelah panggilan teleponnya diterima rekan kerja Michelle.
"Oh, Diraja? Iya, Michelle tadi udah pakai inhaler. Dia sekarang lagi ada di ruang rapat, sebentar lagi dia izin pulang." Nadine mengabarkan kepadanya.
Kekhawatiran Diraja terbukti. Serangan asma Michelle kambuh lagi.
"Jangan suruh dia ke mana-mana. Aku jemput dia sekarang, ini lagi on the way," pinta Diraja dan Nadine mengiyakan saja. Berpikir kalau mereka memang masih sepasang kekasih dan ini adalah bentuk perhatian Diraja kepada Michelle.
Usai menutup telepon tersebut, Diraja melihat satu pesan masuk dan mengecek sekilas, berharap itu dari Michelle.
Tapi ternyata Ambar mengirimnya pesan.
Hatinya berdegup sekilas sebelum akhirnya menghiraukannya dan memilih untuk membacanya nanti jika urusannya dengan Michelle sudah selesai.
Tak lama kemudian, dia tiba di sebuah gedung perkantoran di daerah Thamrin tempat Michelle bekerja sebagai asisten manajer business development untuk sebuah perusahaan energi terbarukan yang memiliki kantor pusat di Eropa.
Beberapa pegawai di sana mengenal Diraja dan ketika dia mengatakan kalau dia mau menjemput Michelle hari ini, mereka mengizinkan Diraja masuk dan menemui Michelle yang sedang bersiap-siap menjinjing tas laptopnya dan membawa Birkin bag Hermes yang Diraja hadiahkan untuk kekasihnya tersebut.
"Ngapain kamu ke sini?" tanya Michelle dingin tanpa menoleh. Gadis itu masih sibuk memasukkan gawai-nya ke dalam tas sebelum akhirnya bangkit dan berjalan melewati Diraja.
"Ayo aku antar pulang dulu, kamu masih pucat," tukas Diraja sambil menahan lengan Michelle agar tidak menjauh darinya.
Michelle langsung menepis genggaman Diraja dan menggelengkan kepalanya, "Nggak perlu! Aku bisa pulang sendiri!" tolak Michelle dengan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi Sang Pewaris
Romance18+ (Contains mature contents; explicits words and actions) SERI KEDUA SERIAL OBSESI Blurb: Ambar Tri Handayani berpikir jika pernikahan adalah hal terakhir yang akan dia pikirkan selepas lulus sekolah. Kuliah, dan mencari kerja adalah agenda utama...