Bab 19

233 26 6
                                    

"Tapi tunggu dulu..." Ambar menggelengkan kepalanya sejenak.

"Rasanya jika pernikahan ini kuserahkan kepadamu, akan tidak adil untukku. Kan Mas Diraja yang mendapat keuntungan dari pernikahan kita, jadi memang seharusnya pernikahan ini dibuat sesuai keinginanku, sebagai hadiah penghiburan untukku. Aku harus meralat ucapanku tadi," ujar Ambar menegasikan narasinya sendiri.

Diraja mengernyitkan dahinya. Mencoba mengikuti ke mana arah pikiran calon tunangannya ini.

"Ya sudah, kamu janji ya Mas Diraja, apapun konsep yang kuinginkan, kamu tetap harus mendukungnya!" Ambar menagih janjinya.

Diraja membuka mulutnya untuk menolak mentah-mentah permintaan Ambar yang cenderung penuh pemaksaan. Seperti membeli kucing dalam karung. Sulit baginya untuk menyetujui perjanjian ini tanpa dia tahu apa saja persyaratan yang ada dibaliknya.

"Tapi–" Diraja ingin membantahnya, namun dia terdiam sejenak.

Tidak bisa! Dia perlu sikap kooperatif Ambar dalam rencana pernikahan mereka. Jika belum apa-apa dia sudah tidak setuju, bisa-bisa rencana ini jadi bubar jalan.

"Okay, anything you want. I'll give you my words." Diraja mengangguk. Menyanggupi permintaan Ambar.

Ambar tak menyangka jika Diraja dengan cepat menyetujuinya jadi melemparkan tatapan curiga ke arahnya.

"Bahkan jika aku meminta sesuatu yang over-budget?" pancing Ambar penuh ketidakpercayaan.

Diraja mereguk liurnya.

'Damn her!' Tapi demi pernikahan dan juga posisi presiden direktur–lagi-lagi Diraja mengangguk dengan berat hati.

"Tentu dengan alasan yang masuk akal dan kuat," tambal Diraja.

Ambar menurunkan flute Champagne miliknya dan bersedekap seraya menatap Diraja dengan tatapan menyelidik.

"Berapa budget yang mampu kamu disediakan, Mas Diraja?" tanya Ambar blak-blakan.

"Berapa budget yang kamu minta?" Diraja membalas dengan cepat.

"I don't come cheap," tantang Ambar dengan angkuh.

"I know. I don't expect you are. Cheap–I mean," balas Diraja sambil mengedikkan bahunya.

"Aku akan berikan list budget untuk itu nanti. Ingat, jangan ingkar janji, ya, Mas Diraja!" ujar Ambar setengah mengancam.

Diraja terkekeh sejenak. Lucu sekali bentuk negosiasi antara dirinya dan Ambar. Dia menemukan lagi satu pengalaman baru bersama Ambar. Berdebat akan suatu hal yang penting, namun jatuhnya menjadi terkesan tak penting. Seperti masalah budget resepsi pernikahan mereka kelak.

Mungkin juga ini diakibatkan karena pembawaan Ambar yang begitu kontradiktif menurutnya.

Ambar yang masih muda terkadang berbicara seperti perempuan yang sudah memiliki banyak pengalaman. Tak jarang Ambar berapi-api dalam berargumen dengannya–tapi satu waktu dia begitu acuh dan tak peduli ketika Diraja membalas serangan argumen untuk membantah Ambar.

Hatinya dibuat bingung dengan sikap Ambar yang kompleks untuk gadis seumurannya.

"Diskusi seperti ini jauh lebih produktif dibanding jika kita bertengkar, bukan?" ujar Diraja ringan.

"Jika Mas Diraja nggak sedikit-sedikit mengungkit masalah umurku, atau kompetensiku, intinya–jika kamu nggak menyenggolku, diskusi tentu akan jadi lebih mudah." Ambar menyentil Diraja.

"Lebah tak akan menyerang jika sarangnya tidak diganggu," ungkap Ambar yang sekali lagi ditujukan untuk menegur dirinya.

"Alright, aku mengerti. Aku akan berubah." Diraja mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. Dia menurunkan egonya agar mereka bisa bertemu di tengah dan berkompromi.

Obsesi Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang